STIA PRIMA WATAMPONE
Perbandingan Lembaga Pemberantasan Korupsi di Negara Singapura, China, dan
Indonesia
Disusun
untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Perbandingan Administrasi Negara
Oleh:
SUGIANTO
09 111
294
STIA PRIMA WATAMPONE
WATAMPONE
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah
Korupsi berasal dari
bahasa latin, Corruptio-Corrumpere yang artinya busuk, rusak,
menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok. Korupsi merupakan fenomena sosial
yang hingga kini masih belum dapat diberantas oleh manusia secara maksimal. Pengertian korupsi berdasarkan
ketentuan Undang-Undang no 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (pasal 2
ayat 1), adalah “Setiap orang yang secara melawan hukum memperkaya diri
sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi, yang dapat merugikan keuangan
negara atau perekonomian negara”. Dalam hal tentang pengertian yang
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, maka secara implicit,
maupun eskplisit, terkandung pengertian tentang keuangan atau kekayaan milik
‘pemerintah’, atau ‘swasta’, maupun ‘masyarakat’, baik secara keseluruhan
maupun sebagian, sebagai unsur pokok atau elemen yang tidak terpisahkan dari
pengertian negara (state).
Korupsi tumbuh seiring
dengan berkembangnya peradaban manusia dan berada di berbagai belahan dunia,
bahkan di negara maju sekali pun, seperti halnya Singapura dan China. Korupsi
ada di berbagai tingkatan dan tidak ada cara yang mudah untuk memberantasnya. Korupsi,
tidak saja mengancam sistem kenegaraan kita, tetapi juga menghambat pembangunan
dan menurunkan tingkat kesejahteraan jutaan orang dalam waktu yang tidak
terlalu lama. Korupsi telah menciptakan pemerintahan irasional, pemerintahan
yang didorong oleh keserakahan, bukan oleh tekad untuk mensejahterakan
masyarakat. Mengutip Muhammad Zein, korupsi merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary
crime). Korupsi adalah produk dari sikap hidup satu kelompok masyarakat,
yang memakai uang sebagai standar kebenaran dan sebagai kekuasaan mutlak.
Sebagai akibat dari korupsi ketimpangan antara si miskin dan si kaya semakin
kentara. Orang-orang kaya dan politisi korup bisa masuk kedalam golongan elit
yang berkuasa dan sangat dihormati. Mereka juga memiliki status sosial yang
tinggi.
Tindak
pidana korupsi dapat terjadi bila terdapat kesempatan serta kekuasaan yang
dimiliki oleh seseorang yang memungkinkannya melakukan korupsi. Menurut
Onghokham, ada dua dimensi di mana korupsi bekerja. Dimensi yang pertama
terjadi di tingkat atas, di mana melibatkan penguasa atau pejabat tinggi
korupsi yang terjadi di kalangan menengah dan bawah menghambat kepentingan
kalangan menengah dan bawah itu sendiri. Korupsi adalah
persoalan klasik yang telah lama ada. Sejarawan Onghokham menyebutkan bahwa
korupsi ada ketika orang mulai melakukan pemisahan antara keuangan pribadi dan keuangan
umum. Menurut Onghokham pemisahan keuangan tersebut tidak ada dalam konsep
kekuasaan tradisional. Dengan kata lain korupsi mulai dikenal saat sistem
politik modern dikenal. Selain itu, budaya local juga menjadi akar dari
tumbuhnya korupsi. Budaya yang dianut dan diyakini masyarakat kita telah
sedikit banyak menimbulkan dan membudayakan terjadinya korupsi. Dalam budaya
Patron-Klien, diyakini bahwa Patron memiliki kebesaran hak dan kekuasaan,
sedangkan klien terbatas pada kekecilan hak dan kebesaran kewajiban terhadap
patron. Klien selalu berupaya meniru apa yang dilakukan patron, serta
membenarkan setiap tindakan patronnya. Hal tersebut didasari karena adanya
pandangan bahwa semua yang berasal dari patron dianggap memiliki nilai budaya
luhur. Patron tidak dapat menolak tindakan tersebut, termasuk tindakan yang
tidak terpuji, anti-manusiawi, merugikan orang lain yang kemudian disebut
dengan korupsi. Umunya klien sering memberikan barang-barag tertentu kepada
patronnya, dengan harapan mereka akan diberikan pekerjaan ataupun upah lebih
tinggi. Klien juga memberikan penghormatan yang berlebihan kepada patronnya.
Korupsi kecil tersebut lambat laun meluas kepada
kelompok-kelompok masyarakat yang lain. Proses penyebaran korupsi tersebut
disebut dengan continous imitation (peniruan korupsi berkelanjutan).
Proses ini bisa terjadi tanpa disadari oleh masyarakat. Dalam keluarga
misalnya, seringkali orang tua tanpa sengaja telah mengajarkan perilaku korupsi
kepada anaknya. Meskipun sebenarnya orang tua tidak bermaksud demikian, namun
kita tidak boleh lupa bahwa anak adalah peniru terbaik, mereka meniru apapun
yang dilakukan oleh orang-orang dewasa disekitarnya.
Di negara Singapura, yang
sudah maju, juga terjadi tindak korupsi, meski pun jumlahnya tidak terlalu
banyak. Singapura memiliki Indeks Persepsi Korupsi (IPK) sebesar 9,3, yakni ukuran
persepsi yang merupakan refleksi pandangan dari pengusaha, masyarakat baik dari
dalam negeri maupun luar negeri (responden survei) terhadap penggunaan
kekuasaan publik untuk keuntungan pribadi/golongan (korupsi) di pejabat publik.
Indeks ini dikeluarkan oleh lembaga Transparency
International. Semakin besar angka indeksnya artinya semakin sedikit
korupsi. Berdasarkan IPK tersebut, Singapura menduduki
peringkat kebersihan dari korupsi nomor 5 di dunia. Sementara itu, China
memiliki IPK sebesar 3,3 pada tahun 2006 dan menduduki peringkat 8
untuk wilayah Asia. Sedangkan Indonesia,
berada pada posisi yang cukup memperihatinkan di mana IPK 2,4 dan
menduduki peringkat
111 di dunia. Sedangkan dari survey yang dilakukan oleh Transparency International, mengenai
peringkat kebersihan korupsi negara-negara di Asia Singapura menempati
peringkat pertama sebagai negara terbersih selama 4 tahun sedangkan Cina pada
tahun 2006 menempati peringkat 8 dan Indonesia menempati peringkat 16.
Tabel 1.1. Peringkat Kebersihan Korupsi Negara-negara di Asia
1.2. Perumusan Masalah
1. Bagaimana peran dan fungsi lembaga
pemberantas korupsi di negara Singapura?
2. Bagaimana peran dan fungsi lembaga
pemberantas korupsi di negara China?
3. Bagaimana peran dan fungsi lembaga
pemberantas korupsi di negara Indonesia?
4. Apa
perbedaan yang dimiliki oleh ketiga lembaga pemberantas korupsi di
negara-negara tersebut?
5. Apa
saja faktor yang memengaruhi kinerja ketiga lembaga pemberantas korupsi di
negara-negara tersebut?
1.3.
Pembatasan Masalah
Pembatasan
dari maslah yang dianggkat penulis adalah penulis hanya akan membahas lembaga
ad hoc utama yang dimiliki Indonesia, Cina dan Singapura. Selain itu pembatasan hanya difokuskan pada pemberantasan
korupsi di sektor publik.
1.3. Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui peran dan fungsi lembaga pemberantas korupsi di negara Singapura
2.
Mengetahui peran dan fungsi lembaga pemberantas korupsi di negara China
3.
Mengetahui peran dan fungsi lembaga pemberantas korupsi di negara Indonesia
4.
Mengetahui perbedaan di antara ketiga lembaga pemberantas korupsi di
negara-negara tersebut
5.
Mengetahui faktor yang memengaruhi kinerja ketiga lembaga pemberantas korupsi
di negara-negara tersebut
1.4. Metode Penulisan
Dalam
penyusunan makalah ini, penulis menggunakan metode studi pustaka.
1.5. Sistematika Penulisan
Sistematika
penulisan makalah ini, yakni pada Bab 1 Pendahuluan terdiri atas latar belakang
masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan dan sistematika penulisan. Bab 2
Kerangka Teori Bab 3 Pembahasan terdiri
atas konsep. Sedangkan pada Bab 4 merupakan penutup yang terdiri atas simpulan
dan saran.
BAB 2
KERANGKA TEORI
Konsepsi mengenai korupsi baru timbul setelah adanya
pemisahan antara kepentingan keuangan pribadi dari seorang pejabat negara dan
keuangan jabatannya. Prinsip ini muncul di Barat setelah adanya Revolusi
Perancis dan di negara-negara Anglo-Sakson, seperti Inggris dan Amerika
Serikat, timbul pada permulaan abad ke-19. Sejak itu penyalahgunaan wewenang
demi kepentingan pribadi, khususnya dalam soal keuangan, dianggap sebagai
tindak korupsi. Demokrasi yang muncul di akhir abad ke-18 di Barat melihat
pejabat sebagai orang yang diberi wewenang atau otoritas (kekuasaan), karena
dipercaya oleh umum. Penyalahgunaan dari kepercayaan tersebut dilihat sebagai
penghianatan terhadap kepercayaan yang diberikan. Konsep demokrasi sendiri
mensyaratkan suatu sistem yang dibentuk oleh rakyat, dikelola oleh rakyat dan
diperuntukkan bagi rakyat. Konsep politik semacam itu sudah barang tentu
berbeda dengan apa yang ada dalam konsep kekuasaan tradisional. Dalam
konsep kekuasaan tradidonal raja atau pemimpin adalah negara itu sendiri. Ia
tidak mengenal pemisahan antara raja dengan negara yang dipimpinnya. Seorang
raja atau pemimpin dapat saja menerima upeti dari bawahannya atau raja
menggunakan kekuasaan atau kekayaan negara guna kepentingan dirinya pribadi
atau keluarganya. Perbuatan tersebut tidak dianggap sebagai korupsi, kekuasaan
politik yang ada di tangan raja bukan berasal dari rakyat dan ia rakyat sendiri
menganggap wajar jika seorang raja memperoleh manfaat pribadi dari kekuasaannya
tersebut.
Pengertian korupsi dalam arti modern baru terjadi kalau ada
konsepsi dan pengaturan pemisahan keuangan pribadi dan sebagain pejabat sangat
penting, sebab seorang raja tradisional tidak dianggap sebagai koruptor jika
menggunakan uang negara, karena raja adalah negara itu sendiri. Namun secara
tidak sadar sebenarnya konsepsi tentang anti korupsi sudah ada sejak
lama, bahkan sebelum pemisahan kekuasaan politik secara modern dikenal. Justru
dimana tidak adanya pemisahan antara keuangan dari raja/pejabat negara dengan
negara itulah yang memunculkan konsepsi anti korupsi.
Dengan demikian korupsi dapat didefiniskan sebagai suatu
tindak penyalahgunaan kekayaan negara (dalam konsep modern), yang melayani
kepentingan umum, untuk kepentingan pribadi atau perorangan. Akan tetapi
praktek korupsi sendiri, seperti suap atau sogok, kerap ditemui di tengah
masyarakat tanpa harus melibatkan hubungan negara. Istilah korupsi dapat pula
mengacu pada pemakaian dana pemerintah untuk tujuan pribadi. Definisi ini tidak
hanya menyangkut korupsi moneter yang konvensional, akan tetapi menyangkut pula
korupsi politik dan administratif. Seorang administrator yang memanfaatkan
kedudukannya untuk menguras pembayaran tidak resmi dari para investor (domestik
maupun asing), memakai sumber pemerintah, kedudukan, martabat, status, atau
kewenangannnya yang resmi, untuk keuntungan pribadi dapat pula dikategorikan
melakukan tindak korupsi.
Definisi ini hampir sama artinya dengan definisi yang
dilontarkan oleh pemerintah
Indonesia baru-baru ini. Dalam siaran pers yang dikeluarkan oleh Menko Wasbang tentang menghapus KKN dari perekonomian nasional, tanggal 15 Juni 1999, pengertian KKN didefinisikan sebagai praktek kolusi dan nepotisme antara pejabat dengan swasta yang mengandung unsur korupsi atau perlakuan istimewa. Sementara itu batasan operasional KKN didefinisikan sebagai pemberian fasilitas atau perlakuan istimewa oleh pejabat pemerintah/BUMN/BUMD kepada suatu unit ekonomi/badan hukum yang dimiliki pejabat terkait, kerabat atau konconya. Bentuk fasilitas istimewa tersebut meliputi:
Indonesia baru-baru ini. Dalam siaran pers yang dikeluarkan oleh Menko Wasbang tentang menghapus KKN dari perekonomian nasional, tanggal 15 Juni 1999, pengertian KKN didefinisikan sebagai praktek kolusi dan nepotisme antara pejabat dengan swasta yang mengandung unsur korupsi atau perlakuan istimewa. Sementara itu batasan operasional KKN didefinisikan sebagai pemberian fasilitas atau perlakuan istimewa oleh pejabat pemerintah/BUMN/BUMD kepada suatu unit ekonomi/badan hukum yang dimiliki pejabat terkait, kerabat atau konconya. Bentuk fasilitas istimewa tersebut meliputi:
- Pelaksanaan pelelangan yang tidak wajar dan tidak taat azas dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah atau dalam rangka kerjasama pemerintah/BUMN/BUMD dengan swasta.
- Fasilitas kredit, pajak, bea masuk dan cukai yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku atau membuat aturan/keputusan untuk itu secara eksklusif.
- Penetapan harga penjualan atau ruislag.
Menurut Onghokham ada dua dimensi dimana
korupsi bekerja. Dimensi yang pertama terjadi di tingkat atas, dimana
melibatkan penguasa atau pejabat tinggi pemerintahan dan mencakup nilai uang
yang cukup besar. Para diktator di Amerika
Latin dan Asia Tenggara misalnya berhasil mengumpulkan uang jutaan dollar dari
sumber alam dan bantuan luar negeri. Sementara itu dalam dimensi yang lain,
yang umumnya terjadi di kalangan menengah dan bawah, biasanya bersentuhan
langsung dengan kepentingan rakyat atau orang banyak. Korupsi yang terjadi di
kalangan menengah dan bawah acap menghambat kepentingan kalangan menengah dan
bawah itu sendiri, sebagai contoh adalah berbelitnya proses perizinan,
pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Izin Mengemudi (SIM), proses
perizinan di imigrasi, atau bahkan pungutan liar yang dilakukan oleh para
polisi di jalan-jalan yang dilalui oleh kendaraan bisnis, dan lain sebagainya.
Sejarah sendiri mencatat bahwa Perang Diponegoro, yang terjadi pada tahun 1825-1830,
muncul akibat protes rakyat terhadap perbuatan pejabat-pejabat menengah,
seperti Demang atau Bekel, dalam soal pungutan pajak, pematokan tanah untuk
jalan tol, dan khususnya pungutan-pungutan yang dilakukan oleh para pejabat
yang bertanggungjawab terhadap pintu gerbang tol.
Sebab-Sebab
Korupsi
Penyebab
adanya tindakan korupsi sebenarnya bervariasi dan beraneka ragam. Akan tetapi,
secara umum dapatlah dirumuskan, sesuai dengan pengertian korupsi diatas yaitu
bertujuan untuk mendapatkan keuntungan pribadi /kelompok /keluarga/ golongannya
sendiri. Faktor-faktor secara umum yang menyebabkan seseorang melakukan
tindakan korupsi antara lain yaitu :
- Ketiadaan atau kelemahan kepemimpinan dalam posisi-posisi kunci yang mampu memberi ilham dan mempengaruhi tingkah laku yang menjinakkan korupsi.
- Kelemahan pengajaran-pengajaran agama dan etika.
- Kolonialisme, suatu pemerintahan asing tidaklah menggugah kesetiaan dan kepatuhan yang diperlukan untuk membendung korupsi.
- Kurangnya pendidikan.
- Adanya banyak kemiskinan.
- Tidak adanya tindakan hukum yang tegas.
- Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku anti korupsi.
- Struktur pemerintahan.
- Perubahan radikal, suatu sistem nilai yang mengalami perubahan radikal, korupsi muncul sebagai penyakit transisional.
- Keadaan masyarakat yang semakin majemuk.
Dalam teori
yang dikemukakan oleh Jack Bologne atau sering disebut GONE Theory,
bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi meliputi :
- Greeds (keserakahan) : berkaitan dengan adanya perilaku serakah yang secara potensial ada di dalam diri setiap orang.
- Opportunities (kesempatan) : berkaitan dengankeadaan organisasi atau instansi atau masyarakat yang sedemikian rupa, sehingga terbuka kesempatan bagi seseorang untuk melakukan kecurangan.
- Needs (kebutuhan) : berkaitan dengan faktor-faktor yamg dibutuhkan oleh individu-individu untuk menunjang hidupnya yang wajar.
- Exposures (pengungkapan) : berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi yang dihadapi oleh pelaku kecurangan apabila pelaku diketemukan melakukan kecurangan.
Macam-Macam
Korupsi
Berdasarkan pasal-pasal UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun
2001, terdapat 33 jenis tindakan yang dapat dikategorikan sebagai korupsi. 33
tindakan tersebut dikategorikan ke dalam 7 kelompok yakni :
- Korupsi yang terkait dengan merugikan keuangan Negara
- Korupsi yang terkait dengan suap-menyuap
- Korupsi yang terkait dengan penggelapan dalam jabatan
- Korupsi yang terkait dengan pemerasan
- Korupsi yang terkait dengan perbuatan curang
- Korupsi yang terkait dengan benturan kepentingan dalam pengadaan
- Korupsi yang terkait dengan gratifikasi
Menurut
Aditjandra dari definisi tersebut digabungkan dan dapat diturunkan menjadi
dihasilkan tiga macam model korupsi (2002: 22-23) yaitu :
Model
korupsi lapis pertama
Berada
dalam bentuk suap (bribery), yakni dimana prakarsa datang dari
pengusaha atau warga yang membutuhkan jasa dari birokrat atau petugas pelayanan
publik atau pembatalan kewajiban membayar denda ke kas negara, pemerasan (extortion)
dimana prakarsa untuk meminta balas jasa datang dari birokrat atau petugas
pelayan publik lainnya.
Model
korupsi lapis kedua
Jarring-jaring
korupsi (cabal) antar birokrat, politisi, aparat penegakan hukum, dan
perusahaan yang mendapatkan kedudukan istimewa. Menurut Aditjandra, pada
korupsi dalam bentuk ini biasanya terdapat ikatan-ikatan yang nepotis antara
beberapa anggota jaring-jaring korupsi, dan lingkupnya bisa mencapai level
nasional.
Model
korupsi lapis ketiga
Korupsi
dalam model ini berlangsung dalam lingkup internasional dimana kedudukan aparat
penegak hukum dalam model korupsi lapis kedua digantikan oleh lembaga-lembaga
internasional yang mempunyai otoritas di bidang usaha maskapai-maskapai
mancanegara yang produknya terlebih oleh pimpinan rezim yang menjadi anggota
jarring-jaring korupsi internasional korupsi tersebut.
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1. Singapura
3.1.1. Gambaran Umum Singapura
Singapura adalah
sebuah negara kota
dengan luas wilayah 239 mil persegi.
Singapura terletak di wilayah Asia Tenggara
tepatnya di penghujung Semenanjung Malaysia, berbatasan dengan Johor (Malaysia)
dan Kepulauan
Riau (Indonesia). Republik Singapura terletak 137 kilometer dari khatulistiwa.
Jumlah penduduk Singapura pad atahun 2010 ialah sekitar 3.567.000 jiwa.
3.1.2. Gambaran Umum dan Sejarah
Pemberantasan Korupsi di Singapura
Singapura memiliki
sebuah pasar ekonomi yang maju dan terbuka, dengan PDB per kapita kelima
tertinggi di dunia. Bidang ekspor,
perindustrian dan jasa merupakan hal yang penting dalam ekonomi Singapura.
Untuk mendukung kesuksesan Singapura dalam bidang ekonomi, juga dibutuhkan adanya
suatu sistem pemberantasan korupsi yang baik.
Korupsi merupakan sebuah penyakit yang ada di
hampir seluruh pemerintahan di dunia. Korupsi harus diberantas agar
sebuah negara dapat membentuk pemerintahan yang bersih dan efektif. Salah satu
negara yang dapat dikatakan berhasil memberantas korupsi adalah Singapura. Menurut sebuah survey yang dilakukan oleh
sebuah perusahaan konsultan yang bermarkas di Hongkong, Political and Economic
Risk Consultancy (PERC), Singapura menduduki peringkat kelima dunia negara
terbersih dari korupsi. Peringkat yang didapat oleh Singapura ini tidak
terlepas dari keberhasilan pemberantasan korupsi.
Pemberantasan
korupsi di Singapura sendiri memiliki sejarah yang panjang. Pemberantasan
korupsi di Singapura berawal dari kegagalan Bagian Antikorupsi Kepolisian
Singapura. Apalagi, setelah seorang pejabat senior kepolisian ditangkap sebab
menerima suap dari pedagang opium. CPIB yang semula menjadi bagian kepolisian
pun dijadikan lembaga mandiri. Gerakan-gerakan pemberantasan korupsi ini
kemudian menguat begitu People's Action Party di bawah pimpinan Lee
Kwan Yew yang berkuasa pada tahun 1959. Lee Kwan Yew memproklamirkan 'perang
terhadap korupsi'. Beliau menegaskan: 'no one, not even top government
officials are immuned from investigation and punishment for corruption'.
'Tidak seorang pun, meskipun pejabat tinggi negara yang kebal dari penyelidikan
dan hukuman dari tindak korupsi'. Tekad
Lee Kwan Yew ini didukung dengan disahkannya Undang-Undang Pencegahan Korupsi (The
Prevention of Corruption Act/ PCA) yang diperbaharui pada tahun 1989
dengan nama The Corruption (Confiscation of Benefit) Act. Tindak
lanjut dari undang-undang ini adalah dibentuknya lembaga antikorupsi yang
independen di negara tersebut, yang diberi nama 'The Corrupt Practices
Investigation Bureau (CPIB).
3.1.3. Lembaga Pemberantasan Korupsi
CPIB didirikan pada
tahun 1952 sebagai sebuah organisasi yang terpisah dari polisi, bertugas untuk
menginvestigasi seluruh kasus korupsi sebagai sebuah lembaga yang independen.
Lembaga ini beranggotakan investigator sipil dan anggota polisi senior. CPIB
bergerak berdasarkan Prevention of Corruption Act (PCA). Undang-undang ini memberi kekuasaan
pada CPIB untuk menginvestigasi dan menangkap para koruptor. Lembaga inilah
yang bertugas melakukan pemberantasan korupsi di Singapura. Kepada lembaga ini
diberikan wewenang untuk menggunakan semua otoritas dalam memberantas korupsi.
Namun, bukan berarti Kepolisian Singapura, sebagai penegak hukum di Singapura,
kehilangan kewenangan untuk menyelidiki dan menyidik kasus korupsi. Mereka
tetap memiliki kewenangan itu. Namun, setiap kali penyelidikan dan penyidikan
itu mengarah pada korupsi, Kepolisian Singapura menyerahkannya pada CPIB.
Bahkan, untuk pemeriksaan internal anggota polisi, jika terindikasi korupsi,
akan diserahkan ke CPIB pula. CPIB sebagai organisasi pemerintah juga melakukan
kegiatannya di sektor privat. Biro ini diketuai oleh seorang direktur yang
bertanggung jawab langsung pada perdana mentri. CPIB bertugas untuk :
- Menjaga
intergritas dari public service dan
memastikan ada nya transaksi yang bebas korupsi di sektor publik. Biro ini juga
memastikan tidak adanya mal praktek yang dilakukan aparat publik dan apabila
terjadi mal praktek, biro ini harus melaporkannya pada departemen pemerintah
yang bersangkutan dan kepada masyarakat. Hal ini dilakukan sebagai aksi mendisiplinkan
aparat. Walaupun tugas utama dari biro ini adalah melakukkan investigasi
korupsi, biro ini juga melakukan investigasi terhadap hal lain yang sejenis
dengan korupsi berdasarkan undang-undang.
- Melakukan
pencegahan korupsi dengan menganalisa cara kerja dan prosedur dari
lembaga-lembaga publik untuk mengidentifikasi kelemahan administrasi yang ada
di lembaga tersebut yang dapat menimbulkan peluang melakukan korupsi dan mal
praktek kemudian melaporkan hal tersebut kepada kepala lembaga badan yang bersangkutan
sehingga sistem dapat diperbaiki dan pencegahan korupsi dapat dilakukan.
3.1.3.1. Hubungan dengan Pemerintah
Meskipun
CPIB dikatakan sebagai suatu organisasi yang bebas, namun bukan berarti tidak
ada campur tangan pemerintah dalam menjalankan aktivitasnya. Salah satu bentuk
campur tangan yang dilakukan oleh pemerintah adalah dalam hal kepemimpinan
CPIB. Berdasarkan PCA, presiden memiliki wewenang untuk menunjuk direktur atau
pemimpin tertinggi dari CPIB. Selain itu presiden juga berhak menunjuk deputi
direktur serta asisten direktur dan investigator istimewa yang menurut presiden
layak untuk menempati jabatan tersebut.
Yang
harus digarisbawahi adalah walaupun presiden memiliki kewenangan untuk menunjuk
orang-orang yang nantinya akan menduduki jabatan penting di CPIB namun presiden
tidak mempunyai hak untuk ikut campur dalam hal pemberantasan korupsi. Dalam
hal pemberantasan korupsi, tidak ada seorang atau satu badanpun yang berhak
mengendalikan biro ini. Kendali
presiden hanya terbatas pada penunjukan orang-orang yang menempati jabatan di
yang telah disebutkan di atas. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga CPIB agar
tetap dapat berjalan searah dengan pemerintah.
Investigator
yang ditunjuk oleh presiden ini memiliki “sertifikat penunjukan” atau semacam
kartu garansi yang digunakan oleh penegak hukum lokal untuk melakukan tugasnya.
Kartu garansi ini berupa kekuasaan untuk melakukan investigasi berupa:
- Kekuasaan untuk menahan seseorang yang dicurigai sebagai koruptor tanpa membawa surat perintah penahanan (berdasarkan pasal 15 PCA)
- Kekuasaan melakukan penyidikan (berdasarkan pasal 17 PCA)
·
Kekuasaan
untuk mencari, yaitu kekuasaan untuk memasuki segala tempat dengan kekerasan
apabila dibutuhkan untuk mencari tersangka pelaku korupsi
3.1.3.2. Mekanisme Kerja
Untuk memperjelas
mengenai bagaimana mekanisme kerja dari CPIB maka penulis mengambil contoh
kasusu korupsi yang berhasil diselesaikan oleh CPIB khususnya korupsi yang
dilakukan Departemen Bea Cukai yang meluas pada tahun 1950-an. Korupsi dalam
departemen ini dapat berbentuk adanya uang pelicin demi pelayanan yang cepat,
perijinan untuk memasukkan barang-barang ilegal, penyelundupan barang kena
pajak untuk bisa masuk ke Singapura dengan membayar pajak yang lebih sedikit
daripada yang seharusnya atau bahkan tidak membayar pajak sama sekali. Yang
lebih mengherankan adalah, tidak semua korupsi menyangkut barang impor. Pembuat
minuman keras yang ilegal, penyelenggaraan rumah-rumah candu dan warung-earung
kopi yang menjual minuman keras tanpa ijin, bersedia membayar agar dilindungi
dari petugas bea cukai. Tindak korupsi ini tidak hanya dilakukan oleh pejabat
tingkat tinggi tapi juga pejabat tingkat menengah dan tingkat rendah. Kerugian
yang diakibatkan oleh korupsi ini mencapai jutaan dolar Singapura. Untuk memberantas
korupsi yang terjadi di departemen ini, CPIB yang memiliki kekuasaan yang luar
biasa, memberlakukan beberapa undang-undang pemberantasan korupsi yang keras
pada tahun 1960, misalnya:
v
memberi
kekuasaan penuntut umum untuk memerintahkan penyidikan oleh perwira-perwira
senior terhadap setiap bank, saham, pembelian, rekening pengeluaran, deposito
dan menuntut orang untuk memberitahukan atau menunjuk dokumen yang diminta
v
memberi
wewenang penuntut umum yang sama untuk memeriksa catatan semacam itu milik istri
dan anak-anak pejabat atau siapa saja yang diyakini menjadi wali atau agen, dan
untuk menyalin catatan tadi
v
memperluas
kekuasaan tersebut hingga dapat meminta orang-orang untuk memberikan pernyataan
dengan sumpah tentang harta benda dan uang yang dikirim keluar Singapura
v
CPIB
berhak memeriksa segala catatan yang berhubungan dengan kekayaan dan aset
masyarakatnya (msalnya pemilikan rumah, mobil, dan barang modal lainnya)
Selain tindakan pemberantasan, CPIB juga melakukan tindak
pencegahan korupsi dengan cara:
v
memberikan
imbalan berupa uang, surat pujian dan masa depan kenaikan pangkat yang lebih
baik kepada pejabat yang menolak korupsi dan melaporkan klien yang mencoba
melakukan tindak penyuapan tersebut
v
memberikan
tidak hanya hukuman pidana tapi juga hukuman administratif bagi seseorang yang melanggar aturan yang
berlaku
v
memberikan
hukuman penjara dan denda bukan hanya bagi mereka yang melakukan korupsi tapi
juga bagi pengawas mereka
v
mengurangi
peluang untuk melakukan korupsi di tempat kerja, misalnya memeriksa dan
mencatat uang tunai serta barang-barang pribadi yang dibawa pegawai sebelum
menjalankan tugas mereka, adanya pemeriksaan yang mendadak dan pengawasan yang
ketat
v
mencari
informasi dari masyarakat dengan cara mengadakan dengar pendapat dengan masyarakat
Berkat adanya usaha pemberantasan korupsi ini, maka pada
tahun 1981, Departemen Bea dan Cukai Singapura berhasil mengurangi tindak
korupsi sampai hampir 80 %.
3.1.4. Struktur Organisasi
Untuk dapat menjalankan tugasnya dengan baik maka CPIB membutuhkan adanya
struktur yang dapat mendukung kerjanya. Berikut ini adalah struktur dari CPIB
Unit administrasi
Bertanggung
jawab untuk menyuport proses investigasi termasuk registry, keuangan dan
masalah personal.
Unit pencegahan dan review
Bertugas
menganalisis prosedur kerja dari lembaga pemerintah untuk mengidentifikasi
kelemahan administrative yang bisa menimbulkan korupsi.
Unit sistem informasi dan komputerisasi
Membawahi
proyek komputerisasi dan membangun sistem aplikasi untuk mengatur keefektifan
divisi operasi.
Unit
proyek dan perencanaan
Membawahi segala staf yang bekrja untuk membuat perencanaan proyek, operasi
dan kebijakan.
3.1.5. Faktor yang Memengaruhi
Pemberantasan Korupsi di Singapura
Selain adanya struktur yang baik, keberhasilan
pemberantasan korupsi di Singapura juga didukung oleh beberapa faktor berikut:
- Adanya political will yang tinggi dari pemerintah Singapura untuk memberantas korupsi
Political will ini terutama ditunjukkan oleh Lee Kuan
Yew, Perdana Mentri Singapura melalui
pidatonya yang terkenal pada tahun 1979 dan Minister for Home Affairs, Ong Pang
Boon sebagaimana yang dikatakannya di depan Legislative Assembly. Political
will yang besar ini kemudian ditunjukkan melalui pembentukan CPIB.
- Kuatnya hukum terutama peraturan mengenai anti korupsi
Berbagai
peraturan ini mengatur mengenai:
- memperkuat fungsi pengadilan
- memperkuat para investigator dengan berbagai kekuasaan yang dapat mendukung pelaksanaan tugasnya
- memberi kekuasaan pada para prosecutor public untuk mendapatkan informasi dari berbagai pihak
- memberi pengertian pada masyarakat mengenai tugas dan fungsi CPIB sehingga masyarakat dapat memberi dukungan terhadap tugas dan fungsi dari lembaga ini
- Adanya hukuman yang berat bagi para koruptor
Seseorang yang terbukti melakukan korupsi dapat dikenai
hukuman hingga $100,000 atau hukuman penjara selama 5 tahun. Apabila koruptor
tersebut berasal dari sektor publik yang artinya ia akan merugikan Negara
dengan korupsinya maka hukuman bisa dinaikkan hingga 7 tahun
- Adanya pendidikan anti-korupsi
Pemerintah
Singapura menyadari bahwa sikap anti-korupsi harus ditanamkan semenjak dini.
Oleh sebab itu CPIB sebagai lembaga pemberantas korupsi melakukan Learning Journey Briefing bagi
siswa-siswi sekolah menengah pertama di Singapura.
- Adanya analisis mengenai metode kerja
Sebagaimana
telah disampaikan di atas, CPIB memiliki wewenang untuk menganalisis metode
kerja dan prosedur suatu lemabaga untuk meminimalkan tingkat korupsi.
- Adanya deklarasi asset dan investasi
Setiap
aparat publik harus memberitahukan, saat dia diangkat dan setiap tahunnya,
mengenai daftar kekayaan dan investasi yang dimilikinya termasuk jumlah
tanggungan yang dimilikinya. Nantinya apabila aparat tersebut mendapatkan
kekayaan lebih dari yag seharusnya bisa
didapat dari gaji yang diterimanya maka dia akan dintanyai mengenai bagaimana
cara ia mendapatkan kekayaannya tersebut.
- Larangan menerima hadiah
Aparat publik tidak diperbolehkan
untuk menerima segala bentuk hadiah dalam bentuk uang ataupun bentuk lainnya
dari orang yang memiliki kepentingan terhadap pekerjaan aparat tersebut karena
dikhawatirkan akan terjadi penyuapan. Menurut PCA, segala sesuatu yang dimaksud dengan penyuapan adalah:
v
Uang atau
hadiah, pinjaman, bayaran, penghargaan, jabatan, barang berharga, barang atau
bunga dari suatu barang dengan berbagai definisi yang dapat dipindahkan ataupun
tidak dapat dipindahkan
v
Kantor,
jabatan atau perjanjian kerja
v
Pembayaran,
pembebasan hutang, likuidasi hutang, obligasi atau pinjaman apapun baik seluruh
ataupun sebagian
v
Jasa-jasa
lainnya, keuntungan dengan berbagai definisi, termasuk perlindungan dari
berbagai hukuman yang menggunakan kekuasaan ofisial
v
Berbagai
aksi atau gratifikasi yang terkait dengan berbagai hal yang telah disebutkan
sebelumnya
v
Adanya
dukungan yang kuat dari seluruh lapisan masyarakat. Mereka menyuarakan
pemberantasan korupsi secara berkesinambungan, mendorong pemerintah untuk
membangun negara yang bersih dari segala macam bentuk penyelewengan uang
negara. Masyarakat berpartisipasi mengamati dan melaporkan jika ada indikasi
penyelewengan yang dilakukan oleh para pejabat negara.
3.2.
China
3.2.1. Gambaran Umum China
Republik Rakyat China
(Zhonghua Renmin Gongheguo) adalah negara terbesar di Asia dengan
penduduk terbanyak di dunia, di mana lebih dari seperlima total penduduk dunia
berkebangsaan China.
Masyarakatnya terdiri atas 56 kelompok etnis, yang
sebagian besar (92%) merupakan etnis Han. Sebanyak 63,9% dari penduduk China diperkirakan ateis atau nonreligius,
dan 20,1% diakui dalam agama-agama China populer (terutama di pedesaan).
8,5% beragama Buddha, Kristen 6%, Islam sekitar 4%.
RRC diproklamasikan pada tahun 1949 setelah konflik
internal antara Nasionalis Chiang Kai-shek dan Komunis Mao
Zedong, dengan kemenangan kedua. China adalah negara
sosialis, di mana PKC (Partai Komunis China) telah supremasi lengkap.
Dalam revisi terbaru dari Konstitusi (1993, 1999)
diperkenalkan konsep ekonomi pasar sosialis dan hak milik pribadi dan melakukan
proses publik. Keadilan di China ada di tangan Rakyat Mahkamah Agung,
karena adanya pengadilan khusus (militer, maritim dan transportasi) dan rakyat
setempat. Di China itu memiliki rata-rata 1 polisi per 360 penduduk. Semeentara
pertahanan memiliki sekitar 2.820.000 orang, serta
anggaran pertahanan nasional sekitar 2,1% dari GNP. Dahulu, China memiliki koloni, yakni Hongkong dan Macau.
Dalam hal perekonomian, perekonomian
China terus berkembang (6%) pada tahun 2001 hingga 2002, berkat investasi asing
dan konsumsi dalam negeri meningkat. Sekarang GNP nasional China adalah $
979.895 juta, sedangkan penduduk sekitar $ 780 per kapita. Inflasi sekitar 0,3%
sejak tahun 2000, di mana penduduk yang bekerja sebesar 757.424.000, dengan
tingkat pengangguran sebesar 3,1% (terutama perempuan) dan utang luar negeri
sebesar $ 154.223 juta. China
merupakan salah satu dari 10 eksportir global utama.
Dalam hal keuangan, setelah reformasi radikal pada tahun
1994, Bank of Chinnese yang telah ada,
mendorong kelahiran bank komersial. Namun demikian, indeks kemiskinan manusianya masih berkisar 15,1%, dua puluh
empat terbesar di dunia.
3.2.2. Gambaran Umum dan Sejarah
Pemberantasan Korupsi di China
Sejarah telah
membuktikan bahwa China
adalah sebuah negara-bangsa yang berhasil melalui berbagai episode kehidupan,
dengan akhir kisah yang tragis maupun bahagia. Dari sebuah bangsa besar yang
dipimpin oleh berbagai dinasti, China harus melewati dulu “masa penghinaan”
oleh kekuatan Eropa sejak pertengahan abad ke-19, sebelum pada akhirnya
“dibebaskan” oleh kekuatan komunis di bawah pimpinan Mao Zedong pada tahun 1949. China
di masa Mao adalah China
yang “benci tapi rindu” terhadap baik Amerika Serikat maupun Uni Soviet –
sebuah postur politik luar negeri yang akhirnya membuat China harus
mengisolasi dirinya dari pergaulan internasional. China di masa Mao adalah sebuah negara
sosialis di mana negara memainkan peran utama dalam pembangunan perekonomian.
Di sektor industri, misalnya, perusahaan-perusahaan milik pemerintah
menghasilkan lebih dari 60 persen gross value produksi industri. Di sektor
urban, pemerintah adalah satu-satunya agen yang berwenang menetapkan harga
komoditas utama, menentukan distribusi dana investasi, mengalokasikan
sumber-sumber energi, mematok tingkat upah tenaga kerja, serta mengontrol
kebijakan finansial dan sistem perbankan. Sistem perdagangan luar negeri juga
menjadi monopoli pemerintah sejak awal tahun 1950-an.
Korupsi merupakan salah satu tantangan politik
dan ekonomi terbesar yang dihadapi oleh China di abad ke-21. Korupsi
dianggap sebagai salah satu masalah paling besar yang dihadapi China saat ini
karena di samping kerusakan ekonomi, sosial, dan politik yang ditimbulkannya,
sifat distribusi tindak korupsi itu juga sudah sangat luas. Keberhasilan pembangunan ekonomi China yang
menakjubkan semenjak dekade 1990-an, membuat beberapa ahli merumuskan bahwa
pada abad ke-21 ini merupakan “the
Chinese century”. Meski demikian, pengamatan seksama mengenai reformasi
ekonomi menunjukkan bahwa kecermelangan ekonomi China ternyata tidak sebaik seperti
yang diduga. Hal ini dikarenakan ekonomi China menghadapi masalah
ketimpangan pembangunan antara pantai timur dan selatan dengan daera tengah dan
barat, jumlah pengangguran yang tinggi, ketidakbecusan manajemen BUMN, lemahnya
sistem perbankan hingga masalah korupsi[1].
Korupsi khususnya, telah lama terjadi di negara ini yang diperkirakan sudah ada
sejak zaman Dinasti Zhou (1027-771
SM). Kasus-kasus korupsi banyak ditemukan dalam berbagai catatan sejarah
dinasti di China.
Periode revolusi nasional dan peperangan antarwilayah menyusul berdirinya
Republik Rakyat China
pada tahun 1911 juga tidak luput dari korupsi. Korupsi juga diyakini menjadi
salah satu penyebab jatuhnya Guomindang, sebuah partai nasionalis yang
didirikan oleh Sun Yat Sen dalam perang saudara melawan kekuatan komunis yang
berakhir pada tahun 1949. Republik Rakyat China pada masa pemerintahan Mao
Zedong (1949-1976) pun terlibat banyak kasus korupsi. Dengan dimulainya
reformasi ekonomi pada tahun 1979, China menunjukkan hubungan baru
yang kontroversial antara kekayaan dengan kekuasaan. Melalui ide “getting is glorius, pemimpin reformasi
Deng Xiaoping mendorong rakyat China
untuk melakukan yang terbaik dalam tiap aktivitas ekonomi mereka. Seruan
tersebut memberi ruang bagi rakyat China untuk memaksimalkan usaha
menjadi kaya. Namun sayangnya, seruan untuk berusaha menjadi lebih kaya
tersebut disalahartikan menjadi korupsi. Reformasi ekonomi justru semakin
memperluas kesempatan para pejabat untuk memperkaya diri dengan cara yang tidak
sah. Hal ini dikarenakan adanya tradisi guanxi
(koneksi) di kalangan elite yang sangat mendalam dan pandangan tentang uang
kaum reformis, bahwa menjadi kaya itu mulia sehingga memunculkan motivasi untuk
cepat kaya. Reformasi tersebut membuka kesempatan yang luas untuk menjadi kaya
bagi rakyat di negara sosialis-komunis tersebut. Beberapa kebijakan reformis
dibuat tidak rinci sehingga menghasilkan kelemahan struktural yang menjadi
sarana korupsi. Desentralisasi administratif, sistem harga ganda, perkembangan
ekonomi swasta, serta privatisasi BUMN yang ‘setengah hati’ telah memberikan
jalan bagi koruptor di China. Korupsi yang tersistem tersebut telah membuat China
kehilangan 2-3 % Gross Domestic Product (GDP)-nya. Kader-kader
partai mudah saja menggaji akuntan atau staf lain untuk melakukan money
laundering di luar negeri, sebuah operasi yang difasilitasi oleh integrasi
ekonomi China
di pasar global. Menurut survei di tahun 1998 dan 1999, orang China melihat
korupsi sebagai faktor utama yang menyumbang pada instabilitas sosial. Di tahun
2000, sedikit berubah ketika mereka yang disurvei menempatkan “pengangguran
atau PHK” di atas korupsi sebagai sumber utama instabilitas sosial.
Skandal-skandal keuangan yang menyebar luas menimbulkan kekacuan di banyak
tempat di Cina. Statistik resmi menunjukkan bahwa 30% perusahaan negara, 60% perusahaan
joint venture, 80% perusahaan swasta, dan hampir semua pemilik toko
secara bergantian melakukan kecurangan dalam pajak. Korupsi yang meluas di China
merefleksikan sebuah krisis sosial, politik yang dalam. Peristiwa Tiananmen 8 Juni 1989 menandai berakhirnya tahap
revolusioner gerakan Komunis dan kini para pemimpin China secara terbuka
mengakui bahwa Partai Komunis China (PKC) telah berubah dari alasan
pendiriannya sebagai partai vanguard yang proletarian, para kader Partai
kini merasa bahwa mereka tidak lagi dibatasi oleh etika ortodoks. Banyak di
antara mereka melihat pluralisme ekonomi sebagai kesempatan bagi mereka untuk
berbuat curang. Ketakutan bahwa reformasi ekonomi akan gagal dan tiadanya
keyakinan diri bahwa masyarakat akan tetap stabil dalam jangka waktu yang lama
lebih jauh mendorong mereka untuk cepat menjadi kaya. Slogan Mao “melayani
rakyat” telah dibuang jauh-jauh untuk digantikan motto baru “gunakan kekuasaan
sebaik-baiknya selagi engkau masih berkuasa”.
Berkuasanya Partai Komunis China (PKC) tahun 1949 juga tak
luput dari warisan korupsi. Ciri khas korupsi PKC, yakni dilakukan secara grup,
departemen, marketing, triad, family clan dan emigrasi. He Qinglian dalam
bukunya yang berjudul "Perangkap China"
telah menganalisa keadaan korupsi di China selama proses perubahannya
dari kuantitatif menjadi kualitatif: era 80-an adalah era "kebobrokan
perorangan". Awal 90-an adalah "kebobrokan kolektif", pemimpin
unit bawah mengepalai penyuapan terhadap atasan agar mendapat dukungan keuangan
dari atasan. Mulai 1998 dan seterusnya berubah menjadi "kebobrokan
sistemik", korupsi tidak hanya menyusup hingga ke sosial politik, ekonomi,
budaya dan berbagai sektor lainnya, bahkan badan pemberantasan korupsi pun
terjerumus sebagai alat perebutan kekuasaan internal. Ada survei yang
menunjukkan, sejak 1998, kerugian negara akibat KKN mencapai 13% - 16,8% dari
GDP China, atau dengan kata lain, semua kerja keras dan upaya rakyat
menghasilkan GDP sebesar 8% -11% semuanya lenyap begitu saja karena dicaplok
oleh para pejabat korup, pertikaian antara rakyat dan pejabat yang semakin
meruncing telah menjadi kawah gunung berapi yang siap meletup kapan saja bagi
masyarakat China, sedikit hal sepele saja akan memicu timbulnya aksi unjuk rasa
rakyat melawan pemerintah. Saat ini China berada dalam keadaan "berantas
korupsi, maka akan menghancurkan partai, tidak berantas korupsi akan
menghancurkan negara", namun PKC lebih senang negara hancur dan tidak akan
pernah membedah dirinya sendiri, hanya saja kadang kala untuk menenangkan
amarah rakyat, PKC melakukan tindakan membunuh ayam untuk menakuti kera sekedar
untuk formalitas saja. Sebaliknya, korupsi justru semakin menambah kohesi PKC,
asalkan semua anggotanya terus mengikuti partai, maka partai akan terus
membiarkan mereka melakukan korupsi untuk mendapatkan semua kemudahan dan
keuntungan yang bisa mereka raup, yang tidak akan bisa diperoleh jika mereka
tidak bergabung dengan partai sehingga dengan sendirinya terbentuklah kesetiaan
mereka terhadap partai. Mengendalikan pemerintahan dengan korupsi sudah menjadi
ciri khas PKC, juga merupakan sesuatu yang pasti dalam organisasi politik
tersebut dalam menjalankan operasionalnya. Kini tumor korupsi itu telah
menyebar hingga ke setiap sel dan menjadi bagian dari hidup PKC. He Qinglian
mendeskripsikan PKC dengan ungkapan PKC telah menjadi "self-interested
political groups yang hanya tertarik pada diri sendiri".
Mao segera melakukan gebrakan untuk
membersihkan Cina dari korupsi melalui kampanye-kampanye yang bertujuan untuk
membasmi kelas kapitalis dan menciptakan masyarakat komunis yang menjadi
cita-citanya. Kampanye tersebut termasuk di dalamnya Kampanye Pendidikan
Sosialis dan Revolusi Kebudayaan. Namun, kampanye ini berujung pada perpecahan
antara Mao Zedong dan Deng Xiaoping (yang akhirnya tersingkir akibat Revolusi
Kebudayaan). Naiknya kembali Deng Xiaoping ke tampuk kepemimpinan tahun 1978
telah membawa angin baru berupa reformasi ekonomi di Cina. Secara garis besar,
reformasi ekonomi ini berkaitan erat dengan lima proses yaitu desentralisasi,
marketisasi, diversifikasi kepemilikan, liberalisasi dan internasionalisasi.
Secara kasat mata dapat dilihat bahwa Deng memilih jalan kapitalis untuk
mereformasi Cina, seperti ingin membuktikan tuduhan Mao atas dirinya sebagai
“pejalan kapitalis nomor dua”. Tentu dalam prakteknya gaung reformasi ekonomi
ini tidak serta merta diterima dengan mudah oleh masyarakat Cina mengingat
begitu kentalnya aroma anti kapitalisme pada periode sebelumnya. Deng Xiaoping
pun menciptakan slogan “menjadi kaya itu mulia” (zhi fu shi guangrong).
Fatwa ini terbukti ampuh. Sejak saat itu, masyarakat di Cina tak terkecuali,
mulai dari sekretaris partai, petani, pedagang seperti berlomba-lomba untuk
menjadi kaya. Sejak saat itu pula pengusaha swasta mulai merebak di Cina. Di
kemudian hari, fatwa ini pula lah yang menjadi gerbang maraknya korupsi. Desentralisasi
sebagai buah reformasi ekonomi, pada akhirnya pun menuai benih korupsi.
Desentralisasi kebijakan, terutama di daerah pedesaan, berupa pengalihan
sejumlah fungsi ke pemerintah lokal telah memberi kesempatan kepada pejabat
lokal untuk mengeruk keuntungan dari petani dan masyarakat desa terutama dalam
hal produksi dan pemasaran hasil pertanian. Selama itu dikenal istilah “dual
price track” dimana para pejabat membeli komoditas pada harga perencanaan yang
rendah dan menjualnya kembali dengan keuntungan yang berlipat ganda di pasar.
Pada tingkat provinsi, program desentralisasi telah memperluas wewenang
birokrat lokal dan pengusaha yang berujung pada meluasnya kesempatan untuk
memperoleh keuntungan. Meskipun pengusaha swasta telah mendapat tempat dalam
sistem perekonomian Cina dan merebak dari segi kuantitas, namun mereka belum
dapat menjadi pemain penuh dalam perekonomian. Perekonomian masih dikuasai
negara, bahkan bersifat dominan. Dalam aspek keuangan pun demikian. Pengusaha
swasta hanya mendapatkan pinjaman jangka pendek dengan syarat ketat. Keadaan
semacam ini kemudian disiasati oleh sejumlah pengusaha swasta dengan cara
memanfaatkan relasi dengan pejabat.
Sejak Mao “pergi
menghadap Marx” pada September 1976, China mulai membuka dirinya dan
mengadopsi reformasi pasar terbuka. Sejak tahun 1978 peran pemerintah pusat di
bawah pimpinan Deng Xiaoping dalam
mengatur ekonomi semakin berkurang, diiringi dengan semakin besarnya peran baik
perusahaan-perusahaan swasta maupun kekuatan pasar lainnya. Sebagai hasilnya,
ekonomi China menunjukkan
dinamisme yang mencengangkan: antara tahun 1978 dan 1995, sumbangan China terhadap
GDP dunia meningkat dari 5% menjadi 10,9%. Meskipun China
masih tergolong miskin dalam konteks pendapatan perkapita, hasil ini telah
memicu spekulasi tentang masa depan China. Bahkan ada pengamat yang
mengatakan bahwa dengan keberhasilan China
untuk tidak terseret dalam gelombang krisis ekonomi Asia, perekonomian China
diperkirakan akan mampu menyamai Amerika Serikat pada sekitar tahun 2015. China memasuki
abad ke-21 dengan sisa-sisa ideologi sosialisnya di satu kaki dan upaya keras
menjadi salah satu kekuatan dunia di kaki yang lain. Bila semasa Mao berkuasa China
masih menerapkan aturan-aturan yang otokratis, pemujaan berlebihan pada sosok pemimpin
negara, ortodoksi yang kaku dan isolasionisme, maka di era 1990-an dan awal
abad ke-21 ini peme-rintah China dihadapkan pada penduduk yang jauh lebih
berpendidikan dan bisa mengartikulasikan diri. China yang tadinya memuja
revolusi komunis (yang berkaitan erat dengan radikalisme kelas pekerja,
egalitarianisme, dan memusuhi imperialism Barat) telah digantikan oleh China
yang termodernisasi, dengan ekonomi industri kapitalis yang terintegrasi dengan
dunia, penerapan konsep demokrasi, dan pengembangan SDM melalui sistem
pendidikan yang maju. Ini merupakan bukti adanya penolakan pada revolusi atas
nama modernisasi atau dengan kata lain penolakan pada sosialisme atas nama
kapitalisme. Transisi dari ekonomi sosialis yang terpusat menuju ekonomi pasar
bebas memang menjadikan taraf kehidupan sebagian besar rakyat Cina semakin
membaik. Karenanya tidaklah mengherankan bila kemakmuran bukan lagi menjadi
barang mewah di China.
Boom ekonomi telah membawa kemajuan besar dalam standar kehidupan
kebanyakan orang urban China.
Meski China belum tentu segera akan menjadi masyarakat yang terbuka dan bebas,
tetapi pembatasan terhadap kebudayaan pop dan hal-hal berbahaya lainnya dari
Barat telah mulai dikurangi, bukti bahwa kapitalisme telah semakin dalam
menancapkan kukunya di China. Transisi itu juga menimbulkan berbagai
permasalahan akut yang harus segera diatasi. Kenneth Lieberthal, seorang
sinolog dari University of Michigan, membuat daftar lima masalah tergawat yang
dihadapi China dewasa ini: (1) penurunan derajat mutu lingkungan hidup, (2)
pengangguran, (3) konflik-konflik separatisme yang mengarah pada disintergrasi,
(4) keikutsertaan China dalam WTO, dan (5) korupsi yang endemik. Sehubungan
dengan masalah yang terakhir, China
menyadari bahwa sebuah lingkungan politik dan sosial yang stabil merupakan
kebutuhan bagi upaya mempertahankan pembangunan ekonomi yang sehat, termasuk di
dalamnya perjuangan melawan korupsi. Inilah sebabnya mengapa pemerintah China sejak
permulaan reformasi telah bertekad untuk menjadikan pembangunan ekonomi sebagai
tugas utama dan bersamaan dengan itu juga berusaha keras melawan korupsi demi
menjamin stabilitas serta memajukan reformasi dan pembangunan.
Menurut statistik resmi pemerintah, di China terdapat 20 juta
pejabat partai yang menduduki posisi pemerintahan, selama 20 tahun lebih sudah
tercatat lebih dari 8 juta orang yang disidik dan terbukti bersalah melakukan
tindakan korupsi. Saat ini rakyat secara umum beranggapan bahwa kebobrokan
pejabat sudah melampaui 2/3 dari total keseluruhan jumlah pejabat, Komite
Kedisiplinan Pusat juga pernah mengakui hal ini, sedikitnya 80%. Para staf menengah tingkat kabupaten yang bermasalah
dalam bidang ekonomi dan keteladanan. Seperti pada 7 Agustus 2009, dalam 7
berita utama dunia yang disiarkan oleh radio BBC di hari yang sama, 3 di
antaranya adalah kasus korupsi bernilai raksasa. Li Peiying, mantan preskom
bandara ibu kota Beijing, terlibat kasus korupsi bernilai
ratusan juta RMB (Renminbi). Kang Rixin, general manager group industri nuklir,
terlibat penyalahgunaan uang negara sebesar 180 juta RMB. Huang Guangyu beserta
istri, pendiri perusahaan elektronik GOME, terlibat dalam penipuan transaksi
obligasi sehingga semua asetnya senilai 166 juta HKD dibekukan oleh Pengadilan
Tinggi Hongkong.
Adanya tradisi guanxi (koneksi) yang begitu mengakar di kalangan masyarakat China merupakan
salah satu penyebab begitu meluasnya korupsi di negeri ini. Bagi mereka, tanpa guanxi maka bisnis tidak akan berjalan
dan seseorang akan hampir tidak dapat mencapai apa yang menjadi kehendaknya.
Adanya reformasi ekonomi Posisi tradisi
guanxi diperkuat dengan pandangan tentang uang yang berubah di China, bahwa
reformasi memperbolehkan masyarakat untuk menjadi lebih kaya, bahwa memiliki
lebih banyak uang tidak lah lagi dilarang sehingga mendorong masyarakatnya
untuk mengejar kemakmuran perseorangan. Adanya perdebatan mengenai usulan bahwa
koruptor yang telah mengembalikan hasil korupsinya tidak perlu dihukum dan
usulan mengenai pemberian insentif bagi para pejabat yang tidak korup. Wabah korupsi ini terus berlangsung
meskipun pemerintah telah gencar menyerukan hukuman berat bagi para pelakunya.
Seperti banyak dilansir media akhir-akhir ini, satu demi satu pejabat
pemerintah dan pejabat partai di China dijatuhi hukuman berat akibat
korupsi. Hukuman itu beragam mulai dari dipecat dari partai dan jabatannya
dalam pemerintahan, denda dalam jumlah besar, hukuman penjara termasuk penjara
seumur hidup, bahkan hukuman mati. Ketika kekuasaan di China identik dengan
partai, dalam hal ini Partai Komunis China, maka sungguh beralasan kekhawatiran
yang dimunculkan oleh Presiden China, Hu
Jintao, bahwa korupsi telah menyebabkan berkurangnya apresiasi atau rasa
hormat rakyat terhadap partai. Padahal sesuai amanat konstitusi, partai adalah
pusat kepemimpinan seluruh China
dan kelas pekerja melihat kepemimpinan negara melalui vanguard
atau barisan depannya yaitu Partai Komunis China. Ketika China berada di
jaman republik pun demikian. Republik China yang baru berdiri terperosok
dalam kubangan korupsi. Bahkan pemimpinnya, Chiang Kai Sek dan keluarganya
terlibat erat, demikian pula pejabat dari tingkat pusat hingga daerah dan para
jenderalnya. Korupsi pada akhirnya menggiring pada kejatuhan masing-masing
jaman tersebut.
3.2.3. Lembaga Pemberantasan Korupsi
China berusaha keras untuk memerangi
korupsi di negaranya. Hal ini dibuktikan dengan memberlakukan hukuman mati,
hukuman paling berat yang ditimpakan Cina terhadap koruptor. Menurut catatan,
sejak dilancarkannya gerakan anti-korupsi sampai tahun 2002, sudah 4.300 orang
yang menjalani hukuman mati. Jumlah ini saja telah melebihi jumlah hukuman mati
di 68 negara, yang menurut Amnesty International, mencapai angka 3.246
orang.Yang menggemparkan dunia adalah bahwa hukuman mati ini juga diterapkan
tidak hanya kepada pejabat rendahan atau orang-orang biasa saja, tetapi juga
kepada pejabat tinggi negara. Presiden China Hu Jintao juga telah
berulang kali mengultimatum bahwa korupsi merupakan salah satu ancaman terbesar
bagi legitimasi hukum Partai Komunis. Langkah
utama yang ditempuh China
tersebut ialah dengan menerapkan hukuman mati bagi para koruptor. Sejak kasus
Chen Kejie pada September 2000, tidak sedikit petinggi China yang
dijatuhi hukuman mati ataupun penjara seumur hidup. Dalam empat tahun terakhir,
perkembangan pemberantasan korupsi di China semakin signifikan.
China
menghindari jenis korupsi yang paling merusak di tingkat nasional, yakni
kleptokrasi dan monopoli serta menghindari korupsi di sektor yang paling
produktif. Korupsi dengan karakteristik China justru telah mendukung
pembangunan ekonomi karena merupakan pendahulu yang penting bagi sebuah sistem
yang kian terbuka. Komitmen penegakan hukum dan pemberantasan korupsi telah
menjadi agenda Beijing bersamaan dengan
dimulainya mekanisme pengawasan oleh rakyat melalui pemilihan langsung di
tingkat desa dan diperbolehkannya bagi media massa untuk meliput secara resmi tentang
korupsi kader partai sejak tahun 2005.
Ada dua lembaga penting yang
berperan dalam pemberantasan korupsi di China, yaitu partai dan pemerintah.
Pada September 2007, pemerintah Cina mengumumkan pendirian Biro Pencegahan
Korupsi Nasional (NBCP) yang akan bertugas untuk memonitor jalur aset yang
mencurigakan serta aktivitas yang dicurigai merupakan hasil korupsi. Staf NBCP
akan mengumpulkan dan menganalisis informasi dari sejumlah sektor termasuk di
antaranya dari perbankan, penggunaan lahan, pengobatan, dan telekomunikasi. sehingga
mampu memonitor alur keuangan masuk dan keluar para pejabat dan mendeteksi
perilaku pihak-pihak yang dicurigai. Biro ini nantinya akan melaporkan langsung
temuannya kepada dewan negara atau kabinet China. Meski demikian, biro
tersebut tidak akan terlibat dan tidak memiliki wewenang dalam penyelidikan kasus
perseorangan. Ia menambahkan, biro tersebut juga bertugas memberikan arahan
pekerjaan anti-korupsi bagi perusahaan, organisasi non-pemerintah, membantu
asosiasi perdagangan untuk menciptakan sistem dan mekanisme disiplin sendiri,
mencegah penyuapan komersial, serta memperluas pencegahan korupsi bagi
organisasi pedesaan seperti halnya masyarakat kota.
Demi meningkatkan kemampuan NBCP, maka
akan dilakukan kerja sama internasional dan bantuan badan internasional dalam
pencegahan korupsi. Biro tersebut, di bawah kerangka kerja Konvensi Perlawanan
Korupsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), juga menawarkan bantuan bagi
negara-negara berkembang dalam pencegahan korupsi serta bekerja untuk dukungan
teknis dan bentuk bantuan lainnya dari negara-negara asing dan organisasi
internasional. Selain itu, juga akan mempelajari pengalaman anti korupsi di
negara-negara lain dan meningkatkan pertukaran informasi dengan organisasi
internasional dan negara lain. Menteri Pengawasan China Ma Wen pun menyambut
baik keberadaan NBCP dan berharap biro itu bisa melaksanakan tugasnya dengan
baik dalam upaya negara memberantas korupsi di China. Menurut Wen, keberadaan biro
adalah untuk memenuhi kebutuhan dalam upaya pencegahan korupsi di China secara
efektif. Keberadaan biro itu juga mendapat sambutan positif dari para ilmuwan
dan berharap bisa menjalankan fungsi dan tugasnya dengan baik dan adil. Biro
tersebut juga telah ditetapkan untuk melaksanakan tugas menjabarkan kemajuan
transparansi informasi pemerintah pada semua tingkatan. NBCP akan mengevaluasi
sejumlah celah dalam kebijakan baru yang dikeluarkan pemerintah yang
kemungkinan masih ada cara untuk melakukan korupsi, melakukan pemeriksaan dan
pencegahan korupsi pada semua tingkatan, mengadakan proyek perintis serta
menyiapkan sebuah pembentukan standar untuk menetapkan apakah sebuah departemen
atau seorang pejabat bersih.
3.2.3.1 Hubungan dengan Pemerintah
Di
tingkat lokal, misalnya, Walikota Beijing Liu Qi meluncurkan sunshine policy
untuk melawan korupsi. Kebijakan ini mengharuskan para petinggi partai,
pejabat, dan pegawai pemerintah untuk melaporkan hal-hal pribadi seperti
membangun atau membeli rumah, mengirim anak belajar ke luar negeri, upacara
pernikahan anak, bahkan memilih pasangan hidup untuk menjaga stabilitas dan
integrasi sistem politik. Beijing
Municipal Bureau of City Administration and Law Enforcement berencana untuk
membuat standar diskresi kerja dari administrasi departemen kota untuk menutupi semua klausa hukuman
untuk membuat penegakan hukum menjadi semakin meluas dan mencegah terjadinya
fenomena adanya perbedaan hukuman untuk kasus yang sama. List yang dibuat
Discretion of City Administration and Law-Enforcement departments dalam
membentuk draft hukuman administrative telah didistribusikan dalam berbagai
jenis administrasi yang dapat dilakukan sebuah kota, terdiri lebih dari 280 jenis. List tersebut merupakan langkah penting
yang selanjutnya dilakukan setelah program standardisasi diskresi dari hokum 23
jenis kegiatah hokum violating dan mencoba mengkalkulasikan denda dari 23 jenis
hukum violating tersebut. List tersebut terdiri lebih dari 60 halaman, terdiri
dari 280 kasus hukuman urban
environment sanitation, municipal management, public service utilities, water
saving and greenbelt development in cities.
3.2.3.2. Mekanisme Kerja
Pemerintah Cina telah
menetapkan sejumlah kebijakan untuk mencegah perluasan korupsi di negaranya,
seperti menaikkan gaji pegawai negeri (sejak tahun 1989 gaji pegawai negeri
telah naik lima kali), meningkatkan transparansi dalam rekrutmen dan promosi
pegawai negeri, menjalankan reformasi administrasi, dan membuka luas akses bagi
publik untuk melihat via internet persiapan Olimpiade di Beijing pada tahun
2008. Semuanya masih ditambah adanya landasan hukum yang kuat, Kongres Nasional
Partai di tahun 1989 memutuskan bahwa penyalahgunaan kekuasaan, penyuapan, dan
penggelapan uang merupakan kejahatan. Pendek kata, pemerintah Cina telah
melancarkan serangkaian kebijakan untuk melawan korupsi, meski hasil dan
tingkat efektivitasnya masih diperdebatkan hingga kini. Salah satu kritik
terhadap kampanye antikorupsi pemerintah, misalnya adalah pesimisme bahwa hukum
akan menyentuh mereka yang berkuasa “Yang mereka lakukan adalah menembak
sejumlah kecil lalat (pejabat rendahan), tetapi membiarkan kabur macan besar
(kader senior)”. Meski demikian, menarik untuk dicatat bahwa antara tahun
1992-2001 telah 239.710 kasus korupsi dimajukan ke pengadilan dan 173.974
orang, termasuk pejabat tinggi, menjadi pesakitan untuk dikenai sanksi yang
bervariasi, mulai dari pemecatan, hukuman penjara, bahkan sampai hukuman mati.
Deng
Xiaoping mengasumsikan, China
bisa saja tetap mengadopsi sosialisme, tetapi juga tidak haram berangkulan
dengan kapitalisme selama pilihan yang diambil mendatangkan kemakmuran bagi
rakyat. Cina memecat kepala biro statistik
pemerintahnya setelah ia diketahui terlibat skandal korupsi penting berkaitan
dengan penyalahgunaan dana pengamanan sosial Shanghai, kata seorang pejabat. Mantan kepala
Biro Statistik Nasional Cina, Qiu Xiaohua diketahui terlibat dalam kasus dana
pengamanan sosial dan kini sedang diperiksa oleh departemen-departeman
berwenang. Ketua Partai Komunis Shanghai Chen Liangyu , sekutu mantan pemimpin
Jiang Zemin, dipecat bulan lalu karena perannya dalam skandal itu, yang menurut
para pengaat sebagai satu tindakan politik Presiden Hu Jintao. Beberapa pejabat
penting lainnya dan eksekutif telah dipecat sejak bulan lalu, ketika pemerintah
pusat mengumumkan penyelidikan penyalahgunaan dana pengamanan sosial yang
sedang berlangsung sekarang.Sekitar 10 miliar yuan (US$1,25 miliar) menguap
melalui pinjaman tidak sah atau investasi.
Sejalan
dengan pembinaan sistem antikorupsi, Tiongkok meningkatkan pula intensitas
hukuman terhadap koruptor. Kemarin, Ketua Kejaksanaan Agung Rakyat Tiongkok,
Cao Jianming dalam Laporan Pekerjaan Kejaksaan kepada sidang KRN mengatakan,
tahun lalu, badan kejaksaan totalnya memeriksa dan mengusut kasus korupsi yang
menyangkut 2.600 kader tingkat kabupaten atau kepala divisi ke atas, termasuk 8
pejabat tingkat provinsi. Tahun lalu merupakan satu tahun dalam mana paling
banyak pejabat tinggi diusut kriminal korupsinya. Cao Jianming mengakui, badan
kejaksaan Tiongkok tahun ini akan terus memeriksa dan mengusut kriminal
penyalahgunaan jabatan, bersuaha mendorong pembinaan sistem antikorupsi. Dalam
sidang tahunan KRN tahun ini, PM Tiongkok Wen Jiabao dalam Laporan Pekerjaan
Pemerintah menandaskan, Tiongkok akan terus menempatkan "pemberantasan
korupsi dan penyelenggaraan pemerintahan bersih" pada posisi penting,
khususnya akan meningkatkan pembangunan berbagai sistem antikorupsi, dalam
rangka mewujudkan target "penyelenggaraan pemerintahan di bawah sinar
matahari". Data
resmi pemerintah China
menunjukkan selama 2006, lebih dari 90 ribu pejabat kena tindakan indisipliner,
dan jumlah itu mencapai 0,14 persen dari total anggota CPC.
Pemerintah China dalam lima tahun terakhir ini memang telah memberikan sanksi bahkan mengeksekusi mati sejumlah pejabat setingkat menteri atau pejabat lebih tinggi lagi yang dinilai sudah keterlaluan dalam melakukan korupsi. Sejumlah pejabat yang telah dihukum mulai dari pencopotan jabatan, dikeluarkan dari keanggotaan CPC bahkan sudah dieksekusi antara lain mantan Direktur Biro Statistik Nasional Qiu Xiahua, mantan Kepala Administrasi Makanan dan Obat Zhen Xiaoyu, serta mantan Kepala Partai CPC Shanghai Chen Liangyu. Seorang mantan pejabat Bank Pertanian China (ABC) Cabang Beijing juga dieksekusi akibat menerima suap dan penggelapan sekitar 15 juta yuan atau 1,97 juta dolar AS.
Pemerintah China dalam lima tahun terakhir ini memang telah memberikan sanksi bahkan mengeksekusi mati sejumlah pejabat setingkat menteri atau pejabat lebih tinggi lagi yang dinilai sudah keterlaluan dalam melakukan korupsi. Sejumlah pejabat yang telah dihukum mulai dari pencopotan jabatan, dikeluarkan dari keanggotaan CPC bahkan sudah dieksekusi antara lain mantan Direktur Biro Statistik Nasional Qiu Xiahua, mantan Kepala Administrasi Makanan dan Obat Zhen Xiaoyu, serta mantan Kepala Partai CPC Shanghai Chen Liangyu. Seorang mantan pejabat Bank Pertanian China (ABC) Cabang Beijing juga dieksekusi akibat menerima suap dan penggelapan sekitar 15 juta yuan atau 1,97 juta dolar AS.
Contoh
kasus korupsi di China,
salah satunya kasus Wen Mengjie, mantan Direktur Departemen Informasi Teknologi
ABC cabang Beijing, diketahui bersalah menerima suap senilai 10,73 juta yuan
atau 1,4 juta dolar AS selama bank tersebut melakukan pembelian perlengkapan
elektronik serta perangkat lunak komputer dari Februari 1999 hingga Februari
2004. Mantan pejabat berusia 50 tahun itu, juga diketahui menggelapkan sekitar
4,32 juta yuan atau 570 ribu dolar AS dari perusahaannya selama pembelian
anjungan tunai mandiri (ATM). Dalam pembelaannya, Wen mengatakan bahwa dirinya
tidak meminta uang, tapi uang itu merupakan pengadaan pembayaran kembali dengan
empat perusahaan setelah penandatanganan kontrak pembelian. Manajer dan pihak
keuangan perusahaan telah dimintai kesaksian dan mengemukakan bahwa Wen
tampaknya membayarkan kembali dalam berbagai bentuk cara. Sesuai dengan
pengamanan kontrak pasokan yang dibuat dirinya, keempat perusahaan harus
menyimpan uang ke dalam rekening bank pribadi Wen dan membuat pembayaran ekstra
ke Beijing Jinxiin Sichuang Technology Co., Ltd, sebuah perusahaan yang
didirikan oleh Wen. Diketahuinya hasil kasus Wen tersebut berasal dari
pembelian rumah tinggalnya dengan jumlah uangnya sangat besar dan ekstrim. Wen
ditangkap setelah diketahui melalui sirkuit kamera televisi secara dekat di
sebuah bank ketika dirinya tampak menggunakan kaca mata hitam dan menyebut
dirinya Wu yang akan membayar harga rumah senilai jutaan yuan dalam sebuah
kantong besar yang berisi penuh uang. Pegawai bank melakukan penyelidikan pada
biro anti-korupsi lokal, yang meluncurkan investigasi selama sepuluh bulan. Pihak
penyidik mengatakan Wen telah membeli tiga rumah di timur laut Beijing pada November 2002 dengan uang yang
diperoleh dengan cara yang tidak rasional.
Dari tahun 2001 sampai 2005 Cina telah menghukum
mati 4000 orang karena korupsi, dan menurut Amnesti Internasional (AI) fakta
sesungguhnya masih lebih banyak lagi. Orang bilang komunis itu kejam, tapi cara
tsb terbukti sukses memberantas korupsi dan hasilnya terlihat indikator perekonomian
Cina melesat. Xiao Hongbo telah dihukum mati pekan lalu. Delapan orang pacarnya
-- yang dibiayai dalam kehidupan mewah-- mungkin hanya menangisi lelaki berusia
37 tahun. Tidak ada yang bisa membantunya. Deputi manajer cabang Bank
Konstruksi China, salah satu
bank milik negara, di Dacheng, Provinsi Sichuan,
itu dihukum mati karena korupsi. Xiao telah merugikan bank sebesar 4 juta yuan
atau sekitar Rp 3,9 miliar sejak 1998 hingga 2001. Uang itu digunakan untuk
membiayai kehidupan delapan pacarnya. Xiao Hongbo satu di antara lebih dari
empat ribu orang di Cina yang telah dihukum mati sejak 2001 karena terbukti
melakukan kejahatan, termasuk korupsi. Angka empat ribu itu, menurut Amnesti
Internasional (AI), jauh lebih kecil dari fakta sesungguhnya. AI mengutuk
cara-cara Cina itu, yang mereka sebut sebagai suatu yang mengerikan. Tapi, bagi
Perdana Menteri Zhu Rongji inilah jalan menyelamatkan Cina dari kehancuran.
Ketika dilantik menjadi perdana menteri pada 1998, Zhu dengan lantang
mengatakan, "Berikan kepada saya seratus peti mati, sembilan puluh
sembilan untuk koruptor, satu untuk saya jika saya melakukan hal yang sama. Zhu
tidak main-main. Cheng Kejie, pejabat tinggi Partai Komunis Cina, dihukum mati
karena menerima suap lima
juta dolar AS. Tidak ada tawar-menawar. Permohonan banding wakil ketua Kongres
Rakyat Nasional itu ditolak pengadilan. Bahkan istrinya, Li Ping, yang membantu
suaminya meminta uang suap, dihukum penjara. Wakil Gubernur Provinsi Jiangxi, Hu Chang-ging,
pun tak luput dari peti mati. Hu terbukti menerima suap berupa mobil dan
permata senilai Rp 5 miliar. Ratusan bahkan mungkin ribuan peti mati telah
terisi, tidak hanya oleh para pejabat korup, tapi juga pengusaha, bahkan
wartawan. Selama empat bulan pada 2003 lalu, 33.761 polisi dipecat. Mereka
dipecat tidak hanya karena menerima suap, tapi juga berjudi, mabuk-mabukan,
membawa senjata di luar tugas, dan kualitas di bawah standar. Agaknya Zhu
Rongji paham betul pepatah Cina: bunuhlah seekor ayam untuk menakuti seribu
ekor kera. Dan, sejak ayam-ayam dibunuh, kera-kera menjadi takut, kini
pertumbuhan ekonomi Cina mencapai 9 persen per tahun dengan nilai pendapatan
domestic bruto sebesar 1.000 dolar AS. Cadangan devisa mereka sudah mencapai
300 miliar dolar AS.
Sukses Cina itu, menurut guru besar Universitas
Peking, Prof Kong Yuanzhi, karena Zhu serius memberantas korupsi. Perang
terhadap korupsi diikuti dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Zhu
mengeluarkan dana besar untuk pendidikan manajemen, mengirim ribuan siswa
belajar ke luar negeri, dan juga mengundang pakar bisnis berbicara di Cina.
Angka
resmi menyebutkan 5.000 pejabat negara dan partai pemberantasan korupsi
dijatuhi hukkuman karena terlibat tindak korupsi. Presiden Hu Jintao mengatakan
bahwa perjuangan melawan korupsi merupakan urusan hidup dan mati bagi partai. Menjelang
Kongres Partai Komunis Cina, yang berlangsung sekali dalam 5 tahun, para
pemimpin Cina ingin menegaskan keseriusan melawan korupsi. Pemimpin
dan kader berbagai tingkat, khususnya kader senior, harus dengan tegas melaksanakan
kewajibannya berdasarkan ketetapan pemerintah pusat tentang pelaporan
pendapatan perseorangan dan lain sebagainya, dengan inisiatif menerima
pengawasan badan pemeriksaan disiplin. Wen Jiabao dalam Laporan Pekerjaan
Pemerintah menandaskan pula keharusan untuk menyempurnakan sistem-sistem
antikorupsi serta sistem pengelolaan produksi produk publik, dalam rangka
meningkatkan daya pengikat sistem.
3.2.4. Struktur Organisasi
NBCP
berada di bawah state council yang bertanggungjawab dalam pencegahan korupsi di
china. Biro ini sekarang bertempat di kementerian pengawasan dan sebelumnya
jabatan direktur dipegang oleh menteri pengawasan. Dalam biro ini terdapat dua
deputi direktur, satu sebagai Vice Minister of Supervision (wakil kepala NBCP),
yang sekarang dipegang oleh Qu Wanxiang. Satu lagi Vice Minister level oversees
yang mengerjakan pekerjaan rutin di biro, yang sekarang dijabat oleh Cui
Hairong.
Tugas
NBCP adalah:
·
Bertanggung jawab terhadap pengharmonisasian,
perencanaan, formulasi kebijakan dan pengujian serta supervisi dari
pemberlakuan anti korupsi di Cina
·
Pengkoordinasian dan pengarahan untukpencegahan
kerja di bidang swasta, sektor public,
kelompok sosial, dan organisasi sosial lainnya
·
Bertanggung jawab untuk kerjasama internasional
dalam hal pencegahan korupsi
Struktur organisasi:
3.2.5. Faktor yang Memengaruhi
·
Sistem
pemerintahan yang otoriter. Melalui sistem pemerintahan yang seperti
ini, maka China
dapat menerapkan hukuman yang sangat berat bagi pelaku tindak pidana korupsi.
Dengan adanya hukuman yang berat tersebut, maka masyarakat akan berpikir ulang
untuk melakukan tindak korupsi. Dengan demikian, sistem pemerintahan juga
memengaruhi pemberantasan korupsi di suatu negara.
·
Adanya
tradisi guanxi (koneksi) yang begitu mengakar
di kalangan masyarakat China
merupakan salah satu penyebab begitu meluasnya korupsi di negeri ini. Bagi
mereka, tanpa guanxi maka bisnis
tidak akan berjalan dan seseorang akan hamper tidak dapat mencapai apa yang
menjadi kehendaknya.
·
Adanya
reformasi ekonomi. Posisi tradisi guanxi diperkuat dengan pandangan tentang uang yang berubah di China, bahwa
reformasi memperbolehkan masyarakat untuk menjadi lebih kaya, bahwa memiliki
lebih banyak uang tidak lah lagi dilarang sehingga mendorong masyarakatnya
untuk mengejar kemakmuran perseorangan. Di
satu sisi, reformasi ekonomi ini tidak diikuti dengan reformasi politik.
Pemerintah melakukan modenisasi ekonomi namun di sisi lain pemerintah
tetap mempertahankan struktur kekuasaan yang ada. Hubungan partai dan negara di
Cina bersifat subordinatif, di mana negara yang tunduk terhadap partai. Partai
menduduki posisi penting dalam pemerintahan dan unit-unit produksi lewat komite
partainya yang dipimpin oleh Sekretaris Partai. Partai yang seharusnya
memainkan fungsi pengawasan baik terhadap masyarakat maupun aparat negara,
ternyata berada di balik korupsi itu sendiri. Para
pejabat negara justru berkolusi dengan anggota partai yang seharusnya bertugas
mengawasi.
·
Adanya
perdebatan mengenai usulan bahwa koruptor yang telah mengembalikan
hasil korupsinya tidak perlu dihukum dan usulan mengenai pemberian insentif
bagi para pejabat yang tidak korup.
3.3. Indonesia
3.3.1. Gambaran Umum Indonesia
Indonesia
merupakan Negara kesatuan Republik yang dipimpin oleh seorang pemimpin yang
menduduki jabatan Presiden secara berkala. Presiden sebagai pemimpin utama di
negara Indoensia mempunyai kewenangan dalam merumuskan, membuat, dan
melaksanakan kebijakan atau undang-undang.Negara Indonesia yang terdiri dari
pulau-pulau memiliki penduduk 231 juta orang yang sebagian besar
bermatapencaharian di bidang agraris.
Seperti yang kita ketahui bahwa
kasus korupsi di Indonesia
sudah tidak terhitung banyakbnya. Dimulai dari perebutan kekuasaan dimasa
kerajaan hingga zaman reformasi sekarang ini. Tindak pidana korupsi yang
terjadi memang mencap seorang pejabat negara dan pengusaha sebagai pelakunya,
sedangkan masyarakat adalah korbannya karena pejabat negara dan pengusaha
tersebut telah memakan uang rakyat yang bukan haknya.
Namun, jika kita telusuri bahwa banyak
masyarakat yang melakukan tindak pidana korupsi kecil-kecilan. Walaupun memang
tindakan korupsi yang kecil, tetapi akan berdampak besar pada keadaan
selanjutnya.
3.3.2. Gambaran Umum dan Sejarah
Pemberantasan Korupsi di Indonesia
Pemberantasan
korupsi di Indonesia memiliki perjalanan yang pajang, sejak dibentuknya Lembaga
Pemberantasan Korupsi di Era Soekarno (PARAN
- Panitia Retooling Aparatur Negara) di awal tahun 1960-an hingga kini
dengan kehadiran Komisi Pemberantasan Korupsi. Banyak cerita kegagalan
disamping keberhasilannya. PARAN di tahap awal memiliki tugas mencatat kekayaan
pejabat, akan tetapi kandas ditengah jalan akibat perilaku birokrat yang
sembunyi dibalik presiden. Tahun 1963 PARAN diaktifkan kembali dengan Operasi Budhi yang dipimpin AH Nasution
dan Wirjono Prodjodikusumo misalnya berhasil menyelamatkan uang negara sebesar
11 milyar rupiah. Sebuah jumlah yang tidak kecil di waktu itu. Banyak kendala
yang dialami lembaga pemberantasan korupsi di samping lemahnya komitmen politik
Indonesia.
PARAN mengalami kegagalan karena berlindung dibawah kekuasaan Presiden,
sementara Operasi Budhi dibubarkan oleh Presiden Soekarno karena mengganggu
kewibawaan presiden. Sedangkan di era
Soeharto lembaga pemberantasan korupsi berrnama OPSTIB. Namun OPSTIB mengalami
kegagalan yang disebabkan oleh banyaknya campur tangan militer. Banyak kalangan
militer yang menduduki kursi “empuk” dalam pemerintahan.
Pada UU Nomor 28 Tahun 1999,
yang dikeluarkan oleh BJ Habiebie, tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih
dan bebas dari KKN berikut pembentukan berbagai komisi atau badan baru seperti
KPKPN, KPPU atau lembaga Ombudsman. Sedangkan di masa pemerintahan Gus Dur,
lembaga pemberantasan korupsi dibentuk dengan nama Tim Gabungan Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK). Badan ini dibentuk dengan Keppres di masa Jaksa
Agung Marzuki Darusman dan dipimpin Hakim Agung Andi Andojo. Sayangnya di
tengah semangat menggebu-gebu untuk memberantas korupsi dari anggota tim,
melalui suatu judicial review Mahkamah Agung, TGPTPK akhirnya dibubarkan.
Kemudian di era Megawati, lahir
sebuah lembaga pemberantasan korupsi yang bernama Komisi Pemberantas Tindak Pidana Korupsi
(KPTPK) atau lebih sering disebut Komisi Pemberantas Korupsi (KPK).
3.3.3. Lembaga Pemberantasan Korupsi di
Indonesia
Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPTPK) atau yang lebih dikenal dengan
sebutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK_ merupakan komisi yang dibentuk di Indonesia pada
tahun 2003, atau pada masa pemerintahan Megawati. Komisi ini dibentuk untuk
mengatasi, menanggulangi dan memberantas korupsi
di Indonesia.
Komisi ini didirikan berdasarkan pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun
2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dilengkapi
dengan berbagai tugas dan wewenang yang sangat luas dan kuat. Pada tahun 2002
Pemerintah dan DPR memberi tugas dan wewenang KPK luas sekali. Pada pasal 43 UU
No. 31 tahun 1999 menyebutkan bahwa tugas dan wewenang KPK adalah melakukan
koordinasi dan supervise, termasuk melakukan penyelidikan dan penyidikan, dan
penuntutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku Hal tersebut
dapat menggambarkan bahwa selama ini pemberantasan korupsi memang dirasakan
kurang efektif dan memiliki dampak yang cukup signifikan. Oleh karena itu
kehadiran KPK amat dibutuhkan.
Tugas KPK secara rinci dicantumkan dalam pasal 6
No. 30/2002, yaitu:
a. Koordinasi
dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
b. Supervise
terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
c. Melakukan
penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi
d. Melakukan
tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi.
e. Melakukan
monitor terhadap penyelenggaraan pmerintah.
Sedangkan wewenang yang
diberikan kepada KPK adalah:
a. Dalam
melaksanakan tugas suoervisi, KPK berwenang melakukan pengawasan, penelitian
atau penelaahan terhadap instansi yang melaksanakan tugas dan wewenangnya yang
berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana korupsi, dan instansi yang dalam
melaksanakan pelayanan public.
b. Dalam
melaksanakan wewenang tersebut maka KPK juga berwenng mengambil alih penyidikan
atau penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan
oleh kepolisian atau kejaksaan.
c. Dalam
hl KPK mengambil alih penyidikan dan penuntunan, kepolisisn atau kejaksaan
wajib menyerahkan tersangka dan seluruh berkas perkara beserta alat bukti dan
dokumen lain yang diperlukan dalam waktu paling lama 14 hari kerja, terhitung
sejak tanggal diterimanya permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi.
d. Penyerahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan membuat dan menandatangani
berita acara penyerahjan sehingga segala tugas dan kewenangan dan kepolisian
atau kejaksaan pada saat penyerahan tersebut beralih kepada Komisi
Pemberantasan Korupsi.
3.3.3.1. Hubungan dengan Pemerintah
Walaupun Komisi Pemberantasan
Korupsi di Indonesia bersifat independent,
tetapi bukan berarti tidak ada campur tangan pemerintah dalam menjalankan tugas
dan wewenangnya. Campur tangan pemerintah tersebut adalah mengawasi berjalannya
segala aktifitas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Peran pemerintah bisa kita
lihat dalam kasus perseteruan antara KPK dan kepolisisan yang terjadi. KPK dan
kepolisian merupakan lembaga yang mempunyai tugas dan wewenang masing-masing
yang sudah tercantum dalam Undang-Undang. Walaupun memang KPK dan kepolisisan
berjalan dalam koridor masing-masing, tetapi, masyarakat tentu saja mencium
adanya perseteruan dari kedua lembaga tersebut. Mereka sibuk untuk menjatuhkan
nama baik satu sama lain dan saling menunjukan siapa yang paling berkuasa.
Sehingga kepentingan negara jadu dinomorduakan. Oleh karena itu, perlu adanya
peran pemerintah sebagai penengah dalam masalah tersebut sehingga perselisihan
yang dianggap saling menjatuhkan lembaga bisa terselesaikan dengan kekuasaan
pemerintah tersebut.
3.3.3.2. Mekanisme Kerja
Contoh
kasus korupsi di Indonesia
Kasus
penggelapan dana bailout Bank Century
Bank
Century merupakan hasil dari penggabungan tiga bank, yakni Bank CIC (Century
Intervest Corporation) International, Bank Pikko dan Bank Danpac secara
sukarela. Pada awalnya Bank CIC yang
didirikan oleh Robert Tantular tidak lolos uji kelayakan dan kepatutan oleh
Bank Indonesia.
Hal ini dikarenakan banyak permasalahan yang dialami oleh Bank CIC, mulai
dari modal CIC yang amblas hingga minus
83,06 % hingga CIC kekekurangan modal hingga Rp 2,67 Triliun. Oleh karena itu
Bank Indonesia
menyarankan merger untuk mengatasi masalah-masalah tersebut sehingga pada tahun
2004 Bank Pikko dan Bank Danpac melebur ke Bank CIC. Setelah menjadi sebuah
kesatuan yang menjadi PT Bank Century Tbk, Bank Century memiliki 25 kantor
cabang, 31 kantor cabang pembantu, 7 kantor kas, dan 9 ATM.
Sebenarnya
banyak pihak yang kesulitan mengetahui latar belakang dari kasus Bank Century
tersebut. Kesulitan dalam mengetahui asal
mula kasus ini disebabkan koordinasi tim penelusuran dana Century yang
buruk. Tim tersebut bernama Mutual Legal Assistance (MLA) Bank Century yang
terdiri dari Depkum HAM, Departemen Keuangan, Kepolisian, Kejaksan, Bank
Indonesia, dan Departemen Luar Negeri. Tim MLA belum bisa berkoordinasi dengan
baik terkait dengan kasus Bank Century. Masing-masing pihak masih
menyembunyikan rahasia. Namun, secara
kronologis, kasus ini memang dimulai pada tahun 1989 oleh Robert Tantular yang
mendirikan Bank CIC hingga Bank tersebut menjadi Bank Century pada tahun
2004. Permasalahan pada Bank Century
terus muncul. Dimulai tahun 2008, Bank Century mengalami kesulitan liquiditas
karena beberapa nasabah besar Bank Century menarik dananya. Salah satunya ialah
Boedi Sampoerna yang akan menarik dananya dari Bank Century sebesar Rp 2
Trilyun, sedangkan dana yang ada di Bank tidak mencapai angka tersebut.
Kemudian keadaan ini dioerparah pada tanggal 17 November Delta Sekuritas yang
dimiliki Robert Tantular mulai tak sanggup untuk membayar kewajiban atas produk
discretionary fund yang dijual Bank
Century.
Pada 20 November 2008, BI melalui
Rapat Dewan Gubernur menetapkan Bank Century sebagai bank gagal berdampak
sistemik. Keputusan itu kemudian disampaikan kepada Menteri Keuangan Sri
Mulyani selaku Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Dengan berbagai
pertimbangan dan hasil rapat dari KSSK yang dihadiri oleh Sri Mulyani beserta
Gubernur BI, menyatakan bahwa Bank Century merupakan bank gagal dan menerima
aliran dana penanganan Bank Century melalui Lembaga Penjamib Simpanan (LPS).
Penyuntikan
dana awal dari LPS ke Bank Century adalah sebesar Rp 632 miliar untuk menambah
modal sehingga dapat menaikkan CAR menjadi 8%. Enam hari setelah dana tersebut
dicairkan, kemudian LPS menyuntikan dana kembali sebesar Rp 2,776 triliun pada
Bank Century untuk menambah CAR menjadi 10%. Karena meman permasalahan Bank
Century tak kunjung selesai, Bank Century mulai meghadapi tuntutan ribuan
investor Antaboga atas penggelapan dana investasi senilai Rp 1,38 triliun yang
mengalir ke Robert Tantular. Kemudian, LPS meyuntikan dana kembali seesar Rp
2,2 Triliun untuk memenuhi tingkat kesehatan bank, dan pada akhir Desember 2008,
Bank Century mencatat kerugian sebesar Rp 7,8 Triliun. Bank Century ini memang
tampak mendapat perlakuan istimewa dari Bank Indonesia dan masih tetap diberikan
kucuran dana sebesar Rp 1,55 triliun
pada tanggal 3 Februari 2009. Padahal Bank Century terbukti lumpuh.
Pada Bulan Juni 2009 Bank Century
mencairkan dana yang telah diselewengkan Robert sebesar Rp 180 miliar pada Budi
Sampoerna. Namun, dibantah oleh Budi yang merasa tidak menerima sedikit pun
uang dari Bank Century. Atas pernyataan itu LPS mengucurkan dana lagi kepada
Bank Century sebesar Rp 630 miliar untuk menutupi CAR. Dengan dana yang terus
disuntikan kepada Bank Century masih belum bisa menangani masalah yang ada pada
bank ini. Sedangkan total dana yang dikucurkan kepada Bank Century sebesar Rp
6,762 triliun. Sebuah angka yang tidak sedikit, dan sampai sekarang belum ada
yang bisa membuktikan mengalirnya dana tersebut.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
masih terus menangani masalah kasus korupsi Bank Century yang tak kunjung
berakhir ini. Kewenangannya sebagai badan penyidik, KPK berhak untuk menyidik
siapapun untuk diperiksa. Dalam kasus Bank Century ini, KPK menyidik pejabat
besar, yakni Sri Mulyani yang masih menjabat Menteri Keuangan Republik
Indonesia dan Boediono mantan Gubernur Bank Indonesia yang menurut pejabat KSSK
nyatakan bahwa merekalah yang menekan dana suntikan untuk Bank Century.
3.3.3.3. Struktur Organisasi
3.3.1.5. Faktor yang Memengaruhi
Kehadiran
Lembaga pemberntasan korupsi di Indonesia
sangatlah dibutuhkan untuk
Mengusut
kasus-kasus korupsi yang sudah menjadi darah daging bangsa ini. Dengan
kasus-kasus korupsi yang telah berhasil
diungkap, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mendapat kepercayaan yang
tinggi dari masyarakat untuk menangani masalah tindak pidana korupsi. Sebagai
lembaga independen, lembaga yang jauh dari intervensi pihak manapun, KPK harus
bertahan dari tekanan-tekanan manapun. Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi pemberantasan korupsi di Indonesia,
salah satunya ialah kelebihan KPK yang dimiliki.
Undang-undang
Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau
yang dikenal dengan KPK melegitimasi organ yang satu ini sebagai “super body“ full
polisinil dan full prosecuting. Undang-undang ini memberi kewenangan
kepada KPK untuk melakukan tugas-tugas kepolisian pada umumnya. Penyelidikan,
penyidikan bahkan penuntutan. Penangkapan, penahanan, menyita, telah melekat
sebagai tugas utama untuk organ yang satu ini. Tugas-tugas intelejen pun
dimilikinya, bagaikan tugas operasi intelejen di medan “pertempuran“ layaknya pasukan green
beret di negeri Paman Sam.
Di
dalam pasal 12 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 huruf (a) yang berbunyi dalam
melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sebagaimana dalam
pasal 6 huruf (c ) komisi pemberantasan korupsi berwenang melakukan
penyadapan dan merekam pembicaraan. Pasal ini merupakan kunci
segala-galanya bagi KPK untuk melakukan tugas “intelejen“.
Payung
hukum dalam pasal ini sudah cukup bagi KPK untuk melakukan pendeteksian orang
secara cepat. Sehingga KPK dapat mengetahui dan melacak serta merekam
pembicaraan seseorang yang dikategorikan sebagai bukti permulaan. KPK
dengan alat bantu teknologi dibenarkan oleh pasal ini untuk
melakukan pelacakan atas deal- deal yang berbau korupsi di negeri ini.
BAB 4
PENUTUP
4.1. Simpulan
4.2. Saran
e-readiness
adalah ukuran kemampuan sebuah negara dalam memanfaatkan teknologi informasi
dan komunikasi (TIK) dan internet sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi,
sosial, dan SDM-nya. e-readiness juga merupakan indikator yang menunjukkan
tingkat kesiapan sebuah komunitas dalam berpartisipasi di dunia berjejaring.
Pengukuran dengan cara menilai dari enam komponen yang pembobotannya mulai dari
10% hingga 25%, yaitu: Connectivity and Technology Infrastructure (20%),
Business environment (15%), Social and Cultural Environment (15%), Legal
Environment (10%), Government policy and vision (15%), Consumer and Business
Adoption (25%). Indeks ini dikeluarkan oleh Economist Intelligence Unit yang
bekerja sama dengan IBM Institute for Business Value. Semakin besar nilai e-readiness,
berarti kesiapan dan kemampuan TIK semakin baik.
Bagaimana
cara e-readiness bekerja mengurangi tingkat korupsi?
Semakin
tinggi angka e-readiness, menunjukkan masyarakat semakin melek
teknologi dalam melakukan kegiatan bisnis menggunakan TIK/internet, semakin
transparan juga para pejabat publik mengelola uang negara. Contohnya kemampuan
pemerintah membuat layanan dan masyarakat memanfaatkan e-procurement
pengadaan barang dan jasa pada Layanan Pengadaan Secara Elektronik
(LPSE), www.pengadaannasional-bappenas.go.id.
Layanan ini melelang pengadaan barang dan jasa dari berbagai provinsi dan kabupaten
di seluruh wilayah Indonesia.
Pelelangan dilakukan secara terbuka melalui internet dan siapapun yang memenuhi
syarat dapat mengikuti lelang, sehingga dapat menciptakan persaingan sehat
antar peserta lelang dan mengurangi terjadinya proses lelang yang tidak jujur.
Angka
e-readiness yang tinggi dapat berarti makin banyak pengguna internet
sehingga masyarakat dan peserta lelang dapat mengawasi kewajaran harga
barang/jasa yang ditawarkan/dilelang oleh sebuah kantor pemerintah. Misalkan
untuk menilai kewajaran sebuah kapal mewah Lagoon 500 yang saat ini sedang
dikritik oleh sebagian masyarakat, dapat dicari dari Google harga jual kapal
tersebut dari situs agen penjual/pembuatnya. Lalu dihitung selisih harga,
apakah wajar nilai pengadaan yang dibebankan ke anggaran negara oleh instansi
yang melakukan pengadaan barang dimaksud. Barang-barang yang dibeli/impor untuk
kantor pemerintah harga seharusnya lebih murah dibanding pembelinya masyarakat
umum karena beberepa jenis pajak kemungkinan mendapat fasilitas pembebasan
pajak.
Masyarakat
dapat berpartisipasi mencegah korupsi dengan cara mengawasi pengadaan
barang/jasa yang harganya tidak wajar. Informasi harga barang/jasa yang
disetujui pada suatu lelang pengadaan barang, kemudian dibandingkan dengan
harga pasaran barang dengan spesifikasi sama, waktu transaksi yang sama pula.
Jika selisih harga sangat besar dapat diduga ada indikasi penggelembungan
harga/korupsi.
Daftar Referensi
Buku
Klitgaard,
Robert. 1998. Membasmi korupsi. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.
Sun, Yan. 2004.
Corruption and Market in Contemporary China. New York : Cornell
University Press.
Website
http://antho-goodwill-stia-watampone.blogspot.com/
http://antho-goodwill-stia-watampone.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar