Rabu, 23 Mei 2012

Perbandingan administrasi negara




STIA PRIMA WATAMPONE
Perbandingan Lembaga Pemberantasan Korupsi di Negara Singapura, China, dan Indonesia
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Perbandingan Administrasi Negara
Oleh:
SUGIANTO
09 111 294
STIA PRIMA WATAMPONE
WATAMPONE
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.             Latar Belakang Masalah
Korupsi berasal dari bahasa latin, Corruptio-Corrumpere yang artinya busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok. Korupsi merupakan fenomena sosial yang hingga kini masih belum dapat diberantas oleh manusia secara maksimal. Pengertian korupsi berdasarkan ketentuan Undang-Undang no 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (pasal 2 ayat 1), adalah “Setiap orang yang secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi, yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara”. Dalam hal tentang pengertian yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, maka secara implicit, maupun eskplisit, terkandung pengertian tentang keuangan atau kekayaan milik ‘pemerintah’, atau ‘swasta’, maupun ‘masyarakat’, baik secara keseluruhan maupun sebagian, sebagai unsur pokok atau elemen yang tidak terpisahkan dari pengertian negara (state).
Korupsi tumbuh seiring dengan berkembangnya peradaban manusia dan berada di berbagai belahan dunia, bahkan di negara maju sekali pun, seperti halnya Singapura dan China. Korupsi ada di berbagai tingkatan dan tidak ada cara yang mudah untuk memberantasnya. Korupsi, tidak saja mengancam sistem kenegaraan kita, tetapi juga menghambat pembangunan dan menurunkan tingkat kesejahteraan jutaan orang dalam waktu yang tidak terlalu lama. Korupsi telah menciptakan pemerintahan irasional, pemerintahan yang didorong oleh keserakahan, bukan oleh tekad untuk mensejahterakan masyarakat. Mengutip Muhammad Zein, korupsi merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime). Korupsi adalah produk dari sikap hidup satu kelompok masyarakat, yang memakai uang sebagai standar kebenaran dan sebagai kekuasaan mutlak. Sebagai akibat dari korupsi ketimpangan antara si miskin dan si kaya semakin kentara. Orang-orang kaya dan politisi korup bisa masuk kedalam golongan elit yang berkuasa dan sangat dihormati. Mereka juga memiliki status sosial yang tinggi.
Tindak pidana korupsi dapat terjadi bila terdapat kesempatan serta kekuasaan yang dimiliki oleh seseorang yang memungkinkannya melakukan korupsi. Menurut Onghokham, ada dua dimensi di mana korupsi bekerja. Dimensi yang pertama terjadi di tingkat atas, di mana melibatkan penguasa atau pejabat tinggi korupsi yang terjadi di kalangan menengah dan bawah menghambat kepentingan kalangan menengah dan bawah itu sendiri. Korupsi adalah persoalan klasik yang telah lama ada. Sejarawan Onghokham menyebutkan bahwa korupsi ada ketika orang mulai melakukan pemisahan antara keuangan pribadi dan keuangan umum. Menurut Onghokham pemisahan keuangan tersebut tidak ada dalam konsep kekuasaan tradisional. Dengan kata lain korupsi mulai dikenal saat sistem politik modern dikenal. Selain itu, budaya local juga menjadi akar dari tumbuhnya korupsi. Budaya yang dianut dan diyakini masyarakat kita telah sedikit banyak menimbulkan dan membudayakan terjadinya korupsi. Dalam budaya Patron-Klien, diyakini bahwa Patron memiliki kebesaran hak dan kekuasaan, sedangkan klien terbatas pada kekecilan hak dan kebesaran kewajiban terhadap patron. Klien selalu berupaya meniru apa yang dilakukan patron, serta membenarkan setiap tindakan patronnya. Hal tersebut didasari karena adanya pandangan bahwa semua yang berasal dari patron dianggap memiliki nilai budaya luhur. Patron tidak dapat menolak tindakan tersebut, termasuk tindakan yang tidak terpuji, anti-manusiawi, merugikan orang lain yang kemudian disebut dengan korupsi. Umunya klien sering memberikan barang-barag tertentu kepada patronnya, dengan harapan mereka akan diberikan pekerjaan ataupun upah lebih tinggi. Klien juga memberikan penghormatan yang berlebihan kepada patronnya.
Korupsi kecil tersebut lambat laun meluas kepada kelompok-kelompok masyarakat yang lain. Proses penyebaran korupsi tersebut disebut dengan continous imitation (peniruan korupsi berkelanjutan). Proses ini bisa terjadi tanpa disadari oleh masyarakat. Dalam keluarga misalnya, seringkali orang tua tanpa sengaja telah mengajarkan perilaku korupsi kepada anaknya. Meskipun sebenarnya orang tua tidak bermaksud demikian, namun kita tidak boleh lupa bahwa anak adalah peniru terbaik, mereka meniru apapun yang dilakukan oleh orang-orang dewasa disekitarnya.
Di negara Singapura, yang sudah maju, juga terjadi tindak korupsi, meski pun jumlahnya tidak terlalu banyak. Singapura memiliki Indeks Persepsi Korupsi (IPK) sebesar 9,3, yakni ukuran persepsi yang merupakan refleksi pandangan dari pengusaha, masyarakat baik dari dalam negeri maupun luar negeri (responden survei) terhadap penggunaan kekuasaan publik untuk keuntungan pribadi/golongan (korupsi) di pejabat publik. Indeks ini dikeluarkan oleh lembaga Transparency International. Semakin besar angka indeksnya artinya semakin sedikit korupsi. Berdasarkan IPK tersebut, Singapura menduduki peringkat kebersihan dari korupsi nomor 5 di dunia. Sementara itu, China memiliki IPK sebesar  3,3 pada tahun 2006 dan menduduki peringkat 8 untuk wilayah Asia. Sedangkan Indonesia, berada pada posisi yang cukup memperihatinkan di mana IPK 2,4 dan menduduki peringkat 111 di dunia. Sedangkan dari survey yang dilakukan oleh Transparency International, mengenai peringkat kebersihan korupsi negara-negara di Asia Singapura menempati peringkat pertama sebagai negara terbersih selama 4 tahun sedangkan Cina pada tahun 2006 menempati peringkat 8 dan Indonesia menempati peringkat 16.
Tabel 1.1. Peringkat Kebersihan Korupsi Negara-negara di Asia
1.2. Perumusan Masalah
1. Bagaimana peran dan fungsi lembaga pemberantas korupsi di negara Singapura?
2. Bagaimana peran dan fungsi lembaga pemberantas korupsi di negara China?
3. Bagaimana peran dan fungsi lembaga pemberantas korupsi di negara Indonesia?
4. Apa perbedaan yang dimiliki oleh ketiga lembaga pemberantas korupsi di negara-negara tersebut?
5. Apa saja faktor yang memengaruhi kinerja ketiga lembaga pemberantas korupsi di negara-negara tersebut?
1.3.          Pembatasan Masalah
Pembatasan dari maslah yang dianggkat penulis adalah penulis hanya akan membahas lembaga ad hoc utama yang dimiliki Indonesia, Cina dan Singapura. Selain itu pembatasan hanya difokuskan pada pemberantasan korupsi di sektor publik.
1.3. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui peran dan fungsi lembaga pemberantas korupsi di negara Singapura
2. Mengetahui peran dan fungsi lembaga pemberantas korupsi di negara China
3. Mengetahui peran dan fungsi lembaga pemberantas korupsi di negara Indonesia
4. Mengetahui perbedaan di antara ketiga lembaga pemberantas korupsi di negara-negara tersebut
5. Mengetahui faktor yang memengaruhi kinerja ketiga lembaga pemberantas korupsi di negara-negara tersebut
1.4. Metode Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini, penulis menggunakan metode studi pustaka.
1.5. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini, yakni pada Bab 1 Pendahuluan terdiri atas latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan dan sistematika penulisan. Bab 2 Kerangka Teori  Bab 3 Pembahasan terdiri atas konsep. Sedangkan pada Bab 4 merupakan penutup yang terdiri atas simpulan dan saran.
BAB 2
KERANGKA TEORI
Konsepsi mengenai korupsi baru timbul setelah adanya pemisahan antara kepentingan keuangan pribadi dari seorang pejabat negara dan keuangan jabatannya. Prinsip ini muncul di Barat setelah adanya Revolusi Perancis dan di negara-negara Anglo-Sakson, seperti Inggris dan Amerika Serikat, timbul pada permulaan abad ke-19. Sejak itu penyalahgunaan wewenang demi kepentingan pribadi, khususnya dalam soal keuangan, dianggap sebagai tindak korupsi. Demokrasi yang muncul di akhir abad ke-18 di Barat melihat pejabat sebagai orang yang diberi wewenang atau otoritas (kekuasaan), karena dipercaya oleh umum. Penyalahgunaan dari kepercayaan tersebut dilihat sebagai penghianatan terhadap kepercayaan yang diberikan. Konsep demokrasi sendiri mensyaratkan suatu sistem yang dibentuk oleh rakyat, dikelola oleh rakyat dan diperuntukkan bagi rakyat. Konsep politik semacam itu sudah barang tentu berbeda dengan apa yang ada dalam konsep kekuasaan tradisional.  Dalam konsep kekuasaan tradidonal raja atau pemimpin adalah negara itu sendiri. Ia tidak mengenal pemisahan antara raja dengan negara yang dipimpinnya. Seorang raja atau pemimpin dapat saja menerima upeti dari bawahannya atau raja menggunakan kekuasaan atau kekayaan negara guna kepentingan dirinya pribadi atau keluarganya. Perbuatan tersebut tidak dianggap sebagai korupsi, kekuasaan politik yang ada di tangan raja bukan berasal dari rakyat dan ia rakyat sendiri menganggap wajar jika seorang raja memperoleh manfaat pribadi dari kekuasaannya tersebut.
Pengertian korupsi dalam arti modern baru terjadi kalau ada konsepsi dan pengaturan pemisahan keuangan pribadi dan sebagain pejabat sangat penting, sebab seorang raja tradisional tidak dianggap sebagai koruptor jika menggunakan uang negara, karena raja adalah negara itu sendiri. Namun secara tidak sadar sebenarnya konsepsi tentang  anti korupsi sudah ada sejak lama, bahkan sebelum pemisahan kekuasaan politik secara modern dikenal. Justru dimana tidak adanya pemisahan antara keuangan dari raja/pejabat negara dengan negara itulah yang memunculkan konsepsi anti korupsi.
Dengan demikian korupsi dapat didefiniskan sebagai suatu tindak penyalahgunaan kekayaan negara (dalam konsep modern), yang melayani kepentingan umum, untuk kepentingan pribadi atau perorangan. Akan tetapi praktek korupsi sendiri, seperti suap atau sogok, kerap ditemui di tengah masyarakat tanpa harus melibatkan hubungan negara. Istilah korupsi dapat pula mengacu pada pemakaian dana pemerintah untuk tujuan pribadi. Definisi ini tidak hanya menyangkut korupsi moneter yang konvensional, akan tetapi menyangkut pula korupsi politik dan administratif. Seorang administrator yang memanfaatkan kedudukannya untuk menguras pembayaran tidak resmi dari para investor (domestik maupun asing), memakai sumber pemerintah, kedudukan, martabat, status, atau kewenangannnya yang resmi, untuk keuntungan pribadi dapat pula dikategorikan melakukan tindak korupsi.
Definisi ini hampir sama artinya dengan definisi yang dilontarkan oleh pemerintah
Indonesia baru-baru ini. Dalam siaran pers yang dikeluarkan oleh Menko Wasbang tentang menghapus KKN dari perekonomian nasional, tanggal 15 Juni 1999, pengertian KKN didefinisikan sebagai praktek kolusi dan nepotisme antara pejabat dengan swasta yang mengandung unsur korupsi atau perlakuan istimewa. Sementara itu batasan operasional KKN didefinisikan sebagai pemberian fasilitas atau perlakuan istimewa oleh pejabat pemerintah/BUMN/BUMD kepada suatu unit ekonomi/badan hukum yang dimiliki pejabat terkait, kerabat atau konconya. Bentuk fasilitas istimewa tersebut meliputi:
  1. Pelaksanaan pelelangan yang tidak wajar dan tidak taat azas dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah atau dalam rangka kerjasama pemerintah/BUMN/BUMD dengan swasta.
  2. Fasilitas kredit, pajak, bea masuk dan cukai yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku atau membuat aturan/keputusan untuk itu secara eksklusif.
  3. Penetapan harga penjualan atau ruislag.
Menurut Onghokham ada dua dimensi dimana korupsi bekerja. Dimensi yang pertama terjadi di tingkat atas, dimana melibatkan penguasa atau pejabat tinggi pemerintahan dan mencakup nilai uang yang cukup besar. Para diktator di Amerika Latin dan Asia Tenggara misalnya berhasil mengumpulkan uang jutaan dollar dari sumber alam dan bantuan luar negeri. Sementara itu dalam dimensi yang lain, yang umumnya terjadi di kalangan menengah dan bawah, biasanya bersentuhan langsung dengan kepentingan rakyat atau orang banyak. Korupsi yang terjadi di kalangan menengah dan bawah acap menghambat kepentingan kalangan menengah dan bawah itu sendiri, sebagai contoh adalah berbelitnya proses perizinan, pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Izin Mengemudi (SIM), proses perizinan di imigrasi, atau bahkan pungutan liar yang dilakukan oleh para polisi di jalan-jalan yang dilalui oleh kendaraan bisnis, dan lain sebagainya. Sejarah sendiri mencatat bahwa Perang Diponegoro, yang terjadi pada tahun 1825-1830, muncul akibat protes rakyat terhadap perbuatan pejabat-pejabat menengah, seperti Demang atau Bekel, dalam soal pungutan pajak, pematokan tanah untuk jalan tol, dan khususnya pungutan-pungutan yang dilakukan oleh para pejabat yang bertanggungjawab terhadap pintu gerbang tol.
Sebab-Sebab Korupsi
Penyebab adanya tindakan korupsi sebenarnya bervariasi dan beraneka ragam. Akan tetapi, secara umum dapatlah dirumuskan, sesuai dengan pengertian korupsi diatas yaitu bertujuan untuk mendapatkan keuntungan pribadi /kelompok /keluarga/ golongannya sendiri. Faktor-faktor secara umum yang menyebabkan seseorang melakukan tindakan korupsi antara lain yaitu :
  • Ketiadaan atau kelemahan kepemimpinan dalam posisi-posisi kunci yang mampu memberi ilham dan mempengaruhi tingkah laku yang menjinakkan korupsi.
  • Kelemahan pengajaran-pengajaran agama dan etika.
  • Kolonialisme, suatu pemerintahan asing tidaklah menggugah kesetiaan dan kepatuhan yang diperlukan untuk membendung korupsi.
  • Kurangnya pendidikan.
  • Adanya banyak kemiskinan.
  • Tidak adanya tindakan hukum yang tegas.
  • Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku anti korupsi.
  • Struktur pemerintahan.
  • Perubahan radikal, suatu sistem nilai yang mengalami perubahan radikal, korupsi muncul sebagai penyakit transisional.
  • Keadaan masyarakat yang semakin majemuk.
Dalam teori yang dikemukakan oleh Jack Bologne atau sering disebut GONE Theory, bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi meliputi :
  • Greeds (keserakahan) : berkaitan dengan adanya perilaku serakah yang secara potensial ada di dalam diri setiap orang.
  • Opportunities (kesempatan) : berkaitan dengankeadaan organisasi atau instansi atau masyarakat yang sedemikian rupa, sehingga terbuka kesempatan bagi seseorang untuk melakukan kecurangan.
  • Needs (kebutuhan) : berkaitan dengan faktor-faktor yamg dibutuhkan oleh individu-individu untuk menunjang hidupnya yang wajar.
  • Exposures (pengungkapan) : berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi yang dihadapi oleh pelaku kecurangan apabila pelaku diketemukan melakukan kecurangan.
Macam-Macam Korupsi
Berdasarkan pasal-pasal UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001, terdapat 33 jenis tindakan yang dapat dikategorikan sebagai korupsi. 33 tindakan tersebut dikategorikan ke dalam 7 kelompok yakni :
  1. Korupsi yang terkait dengan merugikan keuangan Negara
  2. Korupsi yang terkait dengan suap-menyuap
  3. Korupsi yang terkait dengan penggelapan dalam jabatan
  4. Korupsi yang terkait dengan pemerasan
  5. Korupsi yang terkait dengan perbuatan curang
  6. Korupsi yang terkait dengan benturan kepentingan dalam pengadaan
  7. Korupsi yang terkait dengan gratifikasi
Menurut Aditjandra dari definisi tersebut digabungkan dan dapat diturunkan menjadi dihasilkan tiga macam model korupsi (2002: 22-23) yaitu :
Model korupsi lapis pertama
Berada dalam bentuk suap (bribery), yakni dimana prakarsa datang dari pengusaha atau warga yang membutuhkan jasa dari birokrat atau petugas pelayanan publik atau pembatalan kewajiban membayar denda ke kas negara, pemerasan (extortion) dimana prakarsa untuk meminta balas jasa datang dari birokrat atau petugas pelayan publik lainnya.
Model korupsi lapis kedua
Jarring-jaring korupsi (cabal) antar birokrat, politisi, aparat penegakan hukum, dan perusahaan yang mendapatkan kedudukan istimewa. Menurut Aditjandra, pada korupsi dalam bentuk ini biasanya terdapat ikatan-ikatan yang nepotis antara beberapa anggota jaring-jaring korupsi, dan lingkupnya bisa mencapai level nasional.
Model korupsi lapis ketiga
Korupsi dalam model ini berlangsung dalam lingkup internasional dimana kedudukan aparat penegak hukum dalam model korupsi lapis kedua digantikan oleh lembaga-lembaga internasional yang mempunyai otoritas di bidang usaha maskapai-maskapai mancanegara yang produknya terlebih oleh pimpinan rezim yang menjadi anggota jarring-jaring korupsi internasional korupsi tersebut.
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1. Singapura
3.1.1. Gambaran Umum Singapura
Singapura adalah sebuah negara kota dengan luas wilayah 239 mil persegi.  Singapura terletak di wilayah Asia Tenggara tepatnya di penghujung Semenanjung Malaysia, berbatasan dengan Johor (Malaysia) dan Kepulauan Riau (Indonesia). Republik Singapura terletak 137 kilometer dari khatulistiwa. Jumlah penduduk Singapura pad atahun 2010 ialah sekitar 3.567.000 jiwa.
3.1.2. Gambaran Umum dan Sejarah Pemberantasan Korupsi di Singapura
Singapura memiliki sebuah pasar ekonomi yang maju dan terbuka, dengan PDB per kapita kelima tertinggi di dunia. Bidang ekspor, perindustrian dan jasa merupakan hal yang penting dalam ekonomi Singapura. Untuk mendukung kesuksesan Singapura dalam bidang ekonomi, juga dibutuhkan adanya suatu sistem pemberantasan korupsi yang baik.
Korupsi merupakan sebuah penyakit yang ada di hampir seluruh pemerintahan di dunia. Korupsi harus diberantas agar sebuah negara dapat membentuk pemerintahan yang bersih dan efektif. Salah satu negara yang dapat dikatakan berhasil memberantas korupsi adalah Singapura.  Menurut sebuah survey yang dilakukan oleh sebuah perusahaan konsultan yang bermarkas di Hongkong, Political and Economic Risk Consultancy (PERC), Singapura menduduki peringkat kelima dunia negara terbersih dari korupsi. Peringkat yang didapat oleh Singapura ini tidak terlepas dari keberhasilan pemberantasan korupsi.
Pemberantasan korupsi di Singapura sendiri memiliki sejarah yang panjang. Pemberantasan korupsi di Singapura berawal dari kegagalan Bagian Antikorupsi Kepolisian Singapura. Apalagi, setelah seorang pejabat senior kepolisian ditangkap sebab menerima suap dari pedagang opium. CPIB yang semula menjadi bagian kepolisian pun dijadikan lembaga mandiri. Gerakan-gerakan pemberantasan korupsi ini kemudian menguat begitu People's Action Party di bawah pimpinan Lee Kwan Yew yang berkuasa pada tahun 1959. Lee Kwan Yew memproklamirkan 'perang terhadap korupsi'. Beliau menegaskan: 'no one, not even top government officials are immuned from investigation and punishment for corruption'. 'Tidak seorang pun, meskipun pejabat tinggi negara yang kebal dari penyelidikan dan hukuman dari tindak korupsi'.  Tekad Lee Kwan Yew ini didukung dengan disahkannya Undang-Undang Pencegahan Korupsi (The Prevention of Corruption Act/ PCA) yang diperbaharui pada tahun 1989 dengan nama The Corruption (Confiscation of Benefit) Act. Tindak lanjut dari undang-undang ini adalah dibentuknya lembaga antikorupsi yang independen di negara tersebut, yang diberi nama 'The Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB).
3.1.3. Lembaga Pemberantasan Korupsi
CPIB didirikan pada tahun 1952 sebagai sebuah organisasi yang terpisah dari polisi, bertugas untuk menginvestigasi seluruh kasus korupsi sebagai sebuah lembaga yang independen. Lembaga ini beranggotakan investigator sipil dan anggota polisi senior. CPIB bergerak berdasarkan Prevention of Corruption Act (PCA). Undang-undang ini memberi kekuasaan pada CPIB untuk menginvestigasi dan menangkap para koruptor. Lembaga inilah yang bertugas melakukan pemberantasan korupsi di Singapura. Kepada lembaga ini diberikan wewenang untuk menggunakan semua otoritas dalam memberantas korupsi. Namun, bukan berarti Kepolisian Singapura, sebagai penegak hukum di Singapura, kehilangan kewenangan untuk menyelidiki dan menyidik kasus korupsi. Mereka tetap memiliki kewenangan itu. Namun, setiap kali penyelidikan dan penyidikan itu mengarah pada korupsi, Kepolisian Singapura menyerahkannya pada CPIB. Bahkan, untuk pemeriksaan internal anggota polisi, jika terindikasi korupsi, akan diserahkan ke CPIB pula. CPIB sebagai organisasi pemerintah juga melakukan kegiatannya di sektor privat. Biro ini diketuai oleh seorang direktur yang bertanggung jawab langsung pada perdana mentri. CPIB bertugas untuk :
-       Menjaga intergritas dari public service dan memastikan ada nya transaksi yang bebas korupsi di sektor publik. Biro ini juga memastikan tidak adanya mal praktek yang dilakukan aparat publik dan apabila terjadi mal praktek, biro ini harus melaporkannya pada departemen pemerintah yang bersangkutan dan kepada masyarakat. Hal ini dilakukan sebagai aksi mendisiplinkan aparat. Walaupun tugas utama dari biro ini adalah melakukkan investigasi korupsi, biro ini juga melakukan investigasi terhadap hal lain yang sejenis dengan korupsi berdasarkan undang-undang.
-       Melakukan pencegahan korupsi dengan menganalisa cara kerja dan prosedur dari lembaga-lembaga publik untuk mengidentifikasi kelemahan administrasi yang ada di lembaga tersebut yang dapat menimbulkan peluang melakukan korupsi dan mal praktek kemudian melaporkan hal tersebut kepada kepala lembaga badan yang bersangkutan sehingga sistem dapat diperbaiki dan pencegahan korupsi dapat dilakukan.
3.1.3.1. Hubungan dengan Pemerintah
Meskipun CPIB dikatakan sebagai suatu organisasi yang bebas, namun bukan berarti tidak ada campur tangan pemerintah dalam menjalankan aktivitasnya. Salah satu bentuk campur tangan yang dilakukan oleh pemerintah adalah dalam hal kepemimpinan CPIB. Berdasarkan PCA, presiden memiliki wewenang untuk menunjuk direktur atau pemimpin tertinggi dari CPIB. Selain itu presiden juga berhak menunjuk deputi direktur serta asisten direktur dan investigator istimewa yang menurut presiden layak untuk menempati jabatan tersebut.
Yang harus digarisbawahi adalah walaupun presiden memiliki kewenangan untuk menunjuk orang-orang yang nantinya akan menduduki jabatan penting di CPIB namun presiden tidak mempunyai hak untuk ikut campur dalam hal pemberantasan korupsi. Dalam hal pemberantasan korupsi, tidak ada seorang atau satu badanpun yang berhak mengendalikan biro ini. Kendali presiden hanya terbatas pada penunjukan orang-orang yang menempati jabatan di yang telah disebutkan di atas. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga CPIB agar tetap dapat berjalan searah dengan pemerintah.
Investigator yang ditunjuk oleh presiden ini memiliki “sertifikat penunjukan” atau semacam kartu garansi yang digunakan oleh penegak hukum lokal untuk melakukan tugasnya. Kartu garansi ini berupa kekuasaan untuk melakukan investigasi berupa:
  • Kekuasaan untuk menahan seseorang yang dicurigai sebagai koruptor tanpa membawa surat perintah penahanan (berdasarkan pasal 15 PCA)
  • Kekuasaan melakukan penyidikan (berdasarkan pasal 17 PCA)
·        Kekuasaan untuk mencari, yaitu kekuasaan untuk memasuki segala tempat dengan kekerasan apabila dibutuhkan untuk mencari tersangka pelaku korupsi
3.1.3.2. Mekanisme Kerja
Untuk memperjelas mengenai bagaimana mekanisme kerja dari CPIB maka penulis mengambil contoh kasusu korupsi yang berhasil diselesaikan oleh CPIB khususnya korupsi yang dilakukan Departemen Bea Cukai yang meluas pada tahun 1950-an. Korupsi dalam departemen ini dapat berbentuk adanya uang pelicin demi pelayanan yang cepat, perijinan untuk memasukkan barang-barang ilegal, penyelundupan barang kena pajak untuk bisa masuk ke Singapura dengan membayar pajak yang lebih sedikit daripada yang seharusnya atau bahkan tidak membayar pajak sama sekali. Yang lebih mengherankan adalah, tidak semua korupsi menyangkut barang impor. Pembuat minuman keras yang ilegal, penyelenggaraan rumah-rumah candu dan warung-earung kopi yang menjual minuman keras tanpa ijin, bersedia membayar agar dilindungi dari petugas bea cukai. Tindak korupsi ini tidak hanya dilakukan oleh pejabat tingkat tinggi tapi juga pejabat tingkat menengah dan tingkat rendah. Kerugian yang diakibatkan oleh korupsi ini mencapai jutaan dolar Singapura. Untuk memberantas korupsi yang terjadi di departemen ini, CPIB yang memiliki kekuasaan yang luar biasa, memberlakukan beberapa undang-undang pemberantasan korupsi yang keras pada tahun 1960, misalnya:
v     memberi kekuasaan penuntut umum untuk memerintahkan penyidikan oleh perwira-perwira senior terhadap setiap bank, saham, pembelian, rekening pengeluaran, deposito dan menuntut orang untuk memberitahukan atau menunjuk dokumen yang diminta
v     memberi wewenang penuntut umum yang sama untuk memeriksa catatan semacam itu milik istri dan anak-anak pejabat atau siapa saja yang diyakini menjadi wali atau agen, dan untuk menyalin catatan tadi
v     memperluas kekuasaan tersebut hingga dapat meminta orang-orang untuk memberikan pernyataan dengan sumpah tentang harta benda dan uang yang dikirim keluar Singapura
v     CPIB berhak memeriksa segala catatan yang berhubungan dengan kekayaan dan aset masyarakatnya (msalnya pemilikan rumah, mobil, dan barang modal lainnya)
Selain tindakan pemberantasan, CPIB juga melakukan tindak pencegahan korupsi dengan cara:
v     memberikan imbalan berupa uang, surat pujian dan masa depan kenaikan pangkat yang lebih baik kepada pejabat yang menolak korupsi dan melaporkan klien yang mencoba melakukan tindak penyuapan tersebut
v     memberikan tidak hanya hukuman pidana tapi juga hukuman administratif  bagi seseorang yang melanggar aturan yang berlaku
v     memberikan hukuman penjara dan denda bukan hanya bagi mereka yang melakukan korupsi tapi juga bagi pengawas mereka
v     mengurangi peluang untuk melakukan korupsi di tempat kerja, misalnya memeriksa dan mencatat uang tunai serta barang-barang pribadi yang dibawa pegawai sebelum menjalankan tugas mereka, adanya pemeriksaan yang mendadak dan pengawasan yang ketat
v     mencari informasi dari masyarakat dengan cara mengadakan dengar pendapat dengan masyarakat
Berkat adanya usaha pemberantasan korupsi ini, maka pada tahun 1981, Departemen Bea dan Cukai Singapura berhasil mengurangi tindak korupsi sampai hampir 80 %.
3.1.4. Struktur Organisasi
http://app.cpib.gov.sg/data/website/media/ManagePage/123/OrgChart.gifUntuk dapat menjalankan tugasnya dengan baik maka CPIB membutuhkan adanya struktur yang dapat mendukung kerjanya. Berikut ini adalah struktur dari CPIB
Unit administrasi
Bertanggung jawab untuk menyuport proses investigasi termasuk registry, keuangan dan masalah personal.
Unit pencegahan dan review
Bertugas menganalisis prosedur kerja dari lembaga pemerintah untuk mengidentifikasi kelemahan administrative yang bisa menimbulkan korupsi.
Unit sistem informasi dan komputerisasi
Membawahi proyek komputerisasi dan membangun sistem aplikasi untuk mengatur keefektifan divisi operasi.
Unit proyek dan perencanaan
Membawahi segala staf yang bekrja untuk membuat perencanaan proyek, operasi dan kebijakan.
3.1.5. Faktor yang Memengaruhi Pemberantasan Korupsi di Singapura
Selain adanya struktur yang baik, keberhasilan pemberantasan korupsi di Singapura juga didukung oleh beberapa faktor berikut:
  • Adanya political will yang tinggi dari pemerintah Singapura untuk memberantas korupsi
Political will ini terutama ditunjukkan oleh Lee Kuan Yew, Perdana Mentri Singapura  melalui pidatonya yang terkenal pada tahun 1979 dan Minister for Home Affairs, Ong Pang Boon sebagaimana yang dikatakannya di depan Legislative Assembly. Political will yang besar ini kemudian ditunjukkan melalui pembentukan CPIB.
  • Kuatnya hukum terutama peraturan mengenai anti korupsi
Berbagai peraturan ini mengatur mengenai:
    1. memperkuat fungsi pengadilan
    2. memperkuat para investigator dengan berbagai kekuasaan yang dapat mendukung pelaksanaan tugasnya
    3. memberi kekuasaan pada para prosecutor public untuk mendapatkan informasi dari berbagai pihak
    4. memberi pengertian pada masyarakat mengenai tugas dan fungsi CPIB sehingga masyarakat dapat memberi dukungan terhadap tugas dan fungsi dari lembaga ini
  • Adanya hukuman yang berat bagi para koruptor
Seseorang yang terbukti melakukan korupsi dapat dikenai hukuman hingga $100,000 atau hukuman penjara selama 5 tahun. Apabila koruptor tersebut berasal dari sektor publik yang artinya ia akan merugikan Negara dengan korupsinya maka hukuman bisa dinaikkan hingga 7 tahun
  • Adanya pendidikan anti-korupsi
Pemerintah Singapura menyadari bahwa sikap anti-korupsi harus ditanamkan semenjak dini. Oleh sebab itu CPIB sebagai lembaga pemberantas korupsi melakukan Learning Journey Briefing bagi siswa-siswi sekolah menengah pertama di Singapura.
  • Adanya analisis mengenai metode kerja
Sebagaimana telah disampaikan di atas, CPIB memiliki wewenang untuk menganalisis metode kerja dan prosedur suatu lemabaga untuk meminimalkan tingkat korupsi.
  • Adanya deklarasi asset dan investasi
Setiap aparat publik harus memberitahukan, saat dia diangkat dan setiap tahunnya, mengenai daftar kekayaan dan investasi yang dimilikinya termasuk jumlah tanggungan yang dimilikinya. Nantinya apabila aparat tersebut mendapatkan kekayaan  lebih dari yag seharusnya bisa didapat dari gaji yang diterimanya maka dia akan dintanyai mengenai bagaimana cara ia mendapatkan kekayaannya tersebut.
  • Larangan menerima hadiah
Aparat publik tidak diperbolehkan untuk menerima segala bentuk hadiah dalam bentuk uang ataupun bentuk lainnya dari orang yang memiliki kepentingan terhadap pekerjaan aparat tersebut karena dikhawatirkan akan terjadi penyuapan. Menurut PCA, segala sesuatu yang dimaksud dengan penyuapan adalah:
v                 Uang atau hadiah, pinjaman, bayaran, penghargaan, jabatan, barang berharga, barang atau bunga dari suatu barang dengan berbagai definisi yang dapat dipindahkan ataupun tidak dapat dipindahkan
v                 Kantor, jabatan atau perjanjian kerja
v                 Pembayaran, pembebasan hutang, likuidasi hutang, obligasi atau pinjaman apapun baik seluruh ataupun sebagian
v                 Jasa-jasa lainnya, keuntungan dengan berbagai definisi, termasuk perlindungan dari berbagai hukuman yang menggunakan kekuasaan ofisial
v                 Berbagai aksi atau gratifikasi yang terkait dengan berbagai hal yang telah disebutkan sebelumnya
v                 Adanya dukungan yang kuat dari seluruh lapisan masyarakat. Mereka menyuarakan pemberantasan korupsi secara berkesinambungan, mendorong pemerintah untuk membangun negara yang bersih dari segala macam bentuk penyelewengan uang negara. Masyarakat berpartisipasi mengamati dan melaporkan jika ada indikasi penyelewengan yang dilakukan oleh para pejabat negara.
3.2. China
3.2.1. Gambaran Umum China
Republik Rakyat China (Zhonghua Renmin Gongheguo) adalah negara terbesar di Asia dengan penduduk terbanyak di dunia, di mana lebih dari seperlima total penduduk dunia berkebangsaan China. Masyarakatnya terdiri atas 56 kelompok etnis, yang sebagian besar (92%) merupakan etnis Han. Sebanyak 63,9% dari penduduk China diperkirakan ateis atau nonreligius, dan 20,1% diakui dalam agama-agama China populer (terutama di pedesaan). 8,5% beragama Buddha, Kristen 6%, Islam sekitar 4%. RRC diproklamasikan pada tahun 1949 setelah konflik internal antara Nasionalis Chiang Kai-shek dan Komunis Mao Zedong, dengan kemenangan kedua. China adalah negara sosialis, di mana PKC (Partai Komunis China) telah supremasi lengkap. Dalam revisi terbaru dari Konstitusi (1993, 1999) diperkenalkan konsep ekonomi pasar sosialis dan hak milik pribadi dan melakukan proses publik. Keadilan di China ada di tangan Rakyat Mahkamah Agung, karena adanya pengadilan khusus (militer, maritim dan transportasi) dan rakyat setempat. Di China itu memiliki rata-rata 1 polisi per 360 penduduk. Semeentara pertahanan memiliki sekitar 2.820.000 orang, serta anggaran pertahanan nasional sekitar 2,1% dari GNP.  Dahulu, China memiliki koloni, yakni Hongkong dan Macau.
Dalam hal perekonomian, perekonomian China terus berkembang (6%) pada tahun 2001 hingga 2002, berkat investasi asing dan konsumsi dalam negeri meningkat. Sekarang GNP nasional China adalah $ 979.895 juta, sedangkan penduduk sekitar $ 780 per kapita. Inflasi sekitar 0,3% sejak tahun 2000, di mana penduduk yang bekerja sebesar 757.424.000, dengan tingkat pengangguran sebesar 3,1% (terutama perempuan) dan utang luar negeri sebesar $ 154.223 juta. China merupakan salah satu dari 10 eksportir global utama. Dalam hal keuangan, setelah reformasi radikal pada tahun 1994,  Bank of Chinnese yang telah ada, mendorong kelahiran bank komersial. Namun demikian, indeks kemiskinan manusianya masih berkisar 15,1%, dua puluh empat terbesar di dunia.
3.2.2. Gambaran Umum dan Sejarah Pemberantasan Korupsi di China
Sejarah telah membuktikan bahwa China adalah sebuah negara-bangsa yang berhasil melalui berbagai episode kehidupan, dengan akhir kisah yang tragis maupun bahagia. Dari sebuah bangsa besar yang dipimpin oleh berbagai dinasti, China harus melewati dulu “masa penghinaan” oleh kekuatan Eropa sejak pertengahan abad ke-19, sebelum pada akhirnya “dibebaskan” oleh kekuatan komunis di bawah pimpinan Mao Zedong pada tahun 1949. China di masa Mao adalah China yang “benci tapi rindu” terhadap baik Amerika Serikat maupun Uni Soviet – sebuah postur politik luar negeri yang akhirnya membuat China harus mengisolasi dirinya dari pergaulan internasional. China di masa Mao adalah sebuah negara sosialis di mana negara memainkan peran utama dalam pembangunan perekonomian. Di sektor industri, misalnya, perusahaan-perusahaan milik pemerintah menghasilkan lebih dari 60 persen gross value produksi industri. Di sektor urban, pemerintah adalah satu-satunya agen yang berwenang menetapkan harga komoditas utama, menentukan distribusi dana investasi, mengalokasikan sumber-sumber energi, mematok tingkat upah tenaga kerja, serta mengontrol kebijakan finansial dan sistem perbankan. Sistem perdagangan luar negeri juga menjadi monopoli pemerintah sejak awal tahun 1950-an.
Korupsi merupakan salah satu tantangan politik dan ekonomi terbesar yang dihadapi oleh China di abad ke-21. Korupsi dianggap sebagai salah satu masalah paling besar yang dihadapi China saat ini karena di samping kerusakan ekonomi, sosial, dan politik yang ditimbulkannya, sifat distribusi tindak korupsi itu juga sudah sangat luas. Keberhasilan pembangunan ekonomi China yang menakjubkan semenjak dekade 1990-an, membuat beberapa ahli merumuskan bahwa pada abad ke-21 ini merupakan “the Chinese century”. Meski demikian, pengamatan seksama mengenai reformasi ekonomi menunjukkan bahwa kecermelangan ekonomi China ternyata tidak sebaik seperti yang diduga. Hal ini dikarenakan ekonomi China menghadapi masalah ketimpangan pembangunan antara pantai timur dan selatan dengan daera tengah dan barat, jumlah pengangguran yang tinggi, ketidakbecusan manajemen BUMN, lemahnya sistem perbankan hingga masalah korupsi[1]. Korupsi khususnya, telah lama terjadi di negara ini yang diperkirakan sudah ada sejak zaman Dinasti Zhou (1027-771 SM). Kasus-kasus korupsi banyak ditemukan dalam berbagai catatan sejarah dinasti di China. Periode revolusi nasional dan peperangan antarwilayah menyusul berdirinya Republik Rakyat China pada tahun 1911 juga tidak luput dari korupsi. Korupsi juga diyakini menjadi salah satu penyebab jatuhnya Guomindang, sebuah partai nasionalis yang didirikan oleh Sun Yat Sen dalam perang saudara melawan kekuatan komunis yang berakhir pada tahun 1949. Republik Rakyat China pada masa pemerintahan Mao Zedong (1949-1976) pun terlibat banyak kasus korupsi. Dengan dimulainya reformasi ekonomi pada tahun 1979, China menunjukkan hubungan baru yang kontroversial antara kekayaan dengan kekuasaan. Melalui ide “getting is glorius, pemimpin reformasi Deng Xiaoping mendorong rakyat China untuk melakukan yang terbaik dalam tiap aktivitas ekonomi mereka. Seruan tersebut memberi ruang bagi rakyat China untuk memaksimalkan usaha menjadi kaya. Namun sayangnya, seruan untuk berusaha menjadi lebih kaya tersebut disalahartikan menjadi korupsi. Reformasi ekonomi justru semakin memperluas kesempatan para pejabat untuk memperkaya diri dengan cara yang tidak sah. Hal ini dikarenakan adanya tradisi guanxi (koneksi) di kalangan elite yang sangat mendalam dan pandangan tentang uang kaum reformis, bahwa menjadi kaya itu mulia sehingga memunculkan motivasi untuk cepat kaya. Reformasi tersebut membuka kesempatan yang luas untuk menjadi kaya bagi rakyat di negara sosialis-komunis tersebut. Beberapa kebijakan reformis dibuat tidak rinci sehingga menghasilkan kelemahan struktural yang menjadi sarana korupsi. Desentralisasi administratif, sistem harga ganda, perkembangan ekonomi swasta, serta privatisasi BUMN yang ‘setengah hati’ telah memberikan jalan bagi koruptor di China. Korupsi yang tersistem tersebut telah membuat China kehilangan 2-3 % Gross Domestic Product (GDP)-nya. Kader-kader partai mudah saja menggaji akuntan atau staf lain untuk melakukan money laundering di luar negeri, sebuah operasi yang difasilitasi oleh integrasi ekonomi China di pasar global. Menurut survei di tahun 1998 dan 1999, orang China melihat korupsi sebagai faktor utama yang menyumbang pada instabilitas sosial. Di tahun 2000, sedikit berubah ketika mereka yang disurvei menempatkan “pengangguran atau PHK” di atas korupsi sebagai sumber utama instabilitas sosial. Skandal-skandal keuangan yang menyebar luas menimbulkan kekacuan di banyak tempat di Cina. Statistik resmi menunjukkan bahwa 30% perusahaan negara, 60% perusahaan joint venture, 80% perusahaan swasta, dan hampir semua pemilik toko secara bergantian melakukan kecurangan dalam pajak. Korupsi yang meluas di China merefleksikan sebuah krisis sosial, politik yang dalam. Peristiwa Tiananmen 8 Juni 1989 menandai berakhirnya tahap revolusioner gerakan Komunis dan kini para pemimpin China secara terbuka mengakui bahwa Partai Komunis China (PKC) telah berubah dari alasan pendiriannya sebagai partai vanguard yang proletarian, para kader Partai kini merasa bahwa mereka tidak lagi dibatasi oleh etika ortodoks. Banyak di antara mereka melihat pluralisme ekonomi sebagai kesempatan bagi mereka untuk berbuat curang. Ketakutan bahwa reformasi ekonomi akan gagal dan tiadanya keyakinan diri bahwa masyarakat akan tetap stabil dalam jangka waktu yang lama lebih jauh mendorong mereka untuk cepat menjadi kaya. Slogan Mao “melayani rakyat” telah dibuang jauh-jauh untuk digantikan motto baru “gunakan kekuasaan sebaik-baiknya selagi engkau masih berkuasa”.
Berkuasanya Partai Komunis China (PKC) tahun 1949 juga tak luput dari warisan korupsi. Ciri khas korupsi PKC, yakni dilakukan secara grup, departemen, marketing, triad, family clan dan emigrasi. He Qinglian dalam bukunya yang berjudul "Perangkap China" telah menganalisa keadaan korupsi di China selama proses perubahannya dari kuantitatif menjadi kualitatif: era 80-an adalah era "kebobrokan perorangan". Awal 90-an adalah "kebobrokan kolektif", pemimpin unit bawah mengepalai penyuapan terhadap atasan agar mendapat dukungan keuangan dari atasan. Mulai 1998 dan seterusnya berubah menjadi "kebobrokan sistemik", korupsi tidak hanya menyusup hingga ke sosial politik, ekonomi, budaya dan berbagai sektor lainnya, bahkan badan pemberantasan korupsi pun terjerumus sebagai alat perebutan kekuasaan internal. Ada survei yang menunjukkan, sejak 1998, kerugian negara akibat KKN mencapai 13% - 16,8% dari GDP China, atau dengan kata lain, semua kerja keras dan upaya rakyat menghasilkan GDP sebesar 8% -11% semuanya lenyap begitu saja karena dicaplok oleh para pejabat korup, pertikaian antara rakyat dan pejabat yang semakin meruncing telah menjadi kawah gunung berapi yang siap meletup kapan saja bagi masyarakat China, sedikit hal sepele saja akan memicu timbulnya aksi unjuk rasa rakyat melawan pemerintah. Saat ini China berada dalam keadaan "berantas korupsi, maka akan menghancurkan partai, tidak berantas korupsi akan menghancurkan negara", namun PKC lebih senang negara hancur dan tidak akan pernah membedah dirinya sendiri, hanya saja kadang kala untuk menenangkan amarah rakyat, PKC melakukan tindakan membunuh ayam untuk menakuti kera sekedar untuk formalitas saja. Sebaliknya, korupsi justru semakin menambah kohesi PKC, asalkan semua anggotanya terus mengikuti partai, maka partai akan terus membiarkan mereka melakukan korupsi untuk mendapatkan semua kemudahan dan keuntungan yang bisa mereka raup, yang tidak akan bisa diperoleh jika mereka tidak bergabung dengan partai sehingga dengan sendirinya terbentuklah kesetiaan mereka terhadap partai. Mengendalikan pemerintahan dengan korupsi sudah menjadi ciri khas PKC, juga merupakan sesuatu yang pasti dalam organisasi politik tersebut dalam menjalankan operasionalnya. Kini tumor korupsi itu telah menyebar hingga ke setiap sel dan menjadi bagian dari hidup PKC. He Qinglian mendeskripsikan PKC dengan ungkapan PKC telah menjadi "self-interested political groups yang hanya tertarik pada diri sendiri".
Mao segera melakukan gebrakan untuk membersihkan Cina dari korupsi melalui kampanye-kampanye yang bertujuan untuk membasmi kelas kapitalis dan menciptakan masyarakat komunis yang menjadi cita-citanya. Kampanye tersebut termasuk di dalamnya Kampanye Pendidikan Sosialis dan Revolusi Kebudayaan. Namun, kampanye ini berujung pada perpecahan antara Mao Zedong dan Deng Xiaoping (yang akhirnya tersingkir akibat Revolusi Kebudayaan). Naiknya kembali Deng Xiaoping ke tampuk kepemimpinan tahun 1978 telah membawa angin baru berupa reformasi ekonomi di Cina. Secara garis besar, reformasi ekonomi ini berkaitan erat dengan lima proses yaitu desentralisasi, marketisasi, diversifikasi kepemilikan, liberalisasi dan internasionalisasi. Secara kasat mata dapat dilihat bahwa Deng memilih jalan kapitalis untuk mereformasi Cina, seperti ingin membuktikan tuduhan Mao atas dirinya sebagai “pejalan kapitalis nomor dua”. Tentu dalam prakteknya gaung reformasi ekonomi ini tidak serta merta diterima dengan mudah oleh masyarakat Cina mengingat begitu kentalnya aroma anti kapitalisme pada periode sebelumnya. Deng Xiaoping pun menciptakan slogan “menjadi kaya itu mulia” (zhi fu shi guangrong). Fatwa ini terbukti ampuh. Sejak saat itu, masyarakat di Cina tak terkecuali, mulai dari sekretaris partai, petani, pedagang seperti berlomba-lomba untuk menjadi kaya. Sejak saat itu pula pengusaha swasta mulai merebak di Cina. Di kemudian hari, fatwa ini pula lah yang menjadi gerbang maraknya korupsi. Desentralisasi sebagai buah reformasi ekonomi, pada akhirnya pun menuai benih korupsi. Desentralisasi kebijakan, terutama di daerah pedesaan, berupa pengalihan sejumlah fungsi ke pemerintah lokal telah memberi kesempatan kepada pejabat lokal untuk mengeruk keuntungan dari petani dan masyarakat desa terutama dalam hal produksi dan pemasaran hasil pertanian. Selama itu dikenal istilah “dual price track” dimana para pejabat membeli komoditas pada harga perencanaan yang rendah dan menjualnya kembali dengan keuntungan yang berlipat ganda di pasar. Pada tingkat provinsi, program desentralisasi telah memperluas wewenang birokrat lokal dan pengusaha yang berujung pada meluasnya kesempatan untuk memperoleh keuntungan. Meskipun pengusaha swasta telah mendapat tempat dalam sistem perekonomian Cina dan merebak dari segi kuantitas, namun mereka belum dapat menjadi pemain penuh dalam perekonomian. Perekonomian masih dikuasai negara, bahkan bersifat dominan. Dalam aspek keuangan pun demikian. Pengusaha swasta hanya mendapatkan pinjaman jangka pendek dengan syarat ketat. Keadaan semacam ini kemudian disiasati oleh sejumlah pengusaha swasta dengan cara memanfaatkan relasi dengan pejabat.
Sejak Mao “pergi menghadap Marx” pada September 1976, China mulai membuka dirinya dan mengadopsi reformasi pasar terbuka. Sejak tahun 1978 peran pemerintah pusat di bawah pimpinan Deng Xiaoping dalam mengatur ekonomi semakin berkurang, diiringi dengan semakin besarnya peran baik perusahaan-perusahaan swasta maupun kekuatan pasar lainnya. Sebagai hasilnya, ekonomi China menunjukkan dinamisme yang mencengangkan: antara tahun 1978 dan 1995, sumbangan China terhadap GDP dunia meningkat dari 5% menjadi 10,9%. Meskipun China masih tergolong miskin dalam konteks pendapatan perkapita, hasil ini telah memicu spekulasi tentang masa depan China. Bahkan ada pengamat yang mengatakan bahwa dengan keberhasilan China untuk tidak terseret dalam gelombang krisis ekonomi Asia, perekonomian China diperkirakan akan mampu menyamai Amerika Serikat pada sekitar tahun 2015. China memasuki abad ke-21 dengan sisa-sisa ideologi sosialisnya di satu kaki dan upaya keras menjadi salah satu kekuatan dunia di kaki yang lain. Bila semasa Mao berkuasa China masih menerapkan aturan-aturan yang otokratis, pemujaan berlebihan pada sosok pemimpin negara, ortodoksi yang kaku dan isolasionisme, maka di era 1990-an dan awal abad ke-21 ini peme-rintah China dihadapkan pada penduduk yang jauh lebih berpendidikan dan bisa mengartikulasikan diri. China yang tadinya memuja revolusi komunis (yang berkaitan erat dengan radikalisme kelas pekerja, egalitarianisme, dan memusuhi imperialism Barat) telah digantikan oleh China yang termodernisasi, dengan ekonomi industri kapitalis yang terintegrasi dengan dunia, penerapan konsep demokrasi, dan pengembangan SDM melalui sistem pendidikan yang maju. Ini merupakan bukti adanya penolakan pada revolusi atas nama modernisasi atau dengan kata lain penolakan pada sosialisme atas nama kapitalisme. Transisi dari ekonomi sosialis yang terpusat menuju ekonomi pasar bebas memang menjadikan taraf kehidupan sebagian besar rakyat Cina semakin membaik. Karenanya tidaklah mengherankan bila kemakmuran bukan lagi menjadi barang mewah di China. Boom ekonomi telah membawa kemajuan besar dalam standar kehidupan kebanyakan orang urban China. Meski China belum tentu segera akan menjadi masyarakat yang terbuka dan bebas, tetapi pembatasan terhadap kebudayaan pop dan hal-hal berbahaya lainnya dari Barat telah mulai dikurangi, bukti bahwa kapitalisme telah semakin dalam menancapkan kukunya di China. Transisi itu juga menimbulkan berbagai permasalahan akut yang harus segera diatasi. Kenneth Lieberthal, seorang sinolog dari University of Michigan, membuat daftar lima masalah tergawat yang dihadapi China dewasa ini: (1) penurunan derajat mutu lingkungan hidup, (2) pengangguran, (3) konflik-konflik separatisme yang mengarah pada disintergrasi, (4) keikutsertaan China dalam WTO, dan (5) korupsi yang endemik. Sehubungan dengan masalah yang terakhir, China menyadari bahwa sebuah lingkungan politik dan sosial yang stabil merupakan kebutuhan bagi upaya mempertahankan pembangunan ekonomi yang sehat, termasuk di dalamnya perjuangan melawan korupsi. Inilah sebabnya mengapa pemerintah China sejak permulaan reformasi telah bertekad untuk menjadikan pembangunan ekonomi sebagai tugas utama dan bersamaan dengan itu juga berusaha keras melawan korupsi demi menjamin stabilitas serta memajukan reformasi dan pembangunan.
Menurut statistik resmi pemerintah, di China terdapat 20 juta pejabat partai yang menduduki posisi pemerintahan, selama 20 tahun lebih sudah tercatat lebih dari 8 juta orang yang disidik dan terbukti bersalah melakukan tindakan korupsi. Saat ini rakyat secara umum beranggapan bahwa kebobrokan pejabat sudah melampaui 2/3 dari total keseluruhan jumlah pejabat, Komite Kedisiplinan Pusat juga pernah mengakui hal ini, sedikitnya 80%. Para staf menengah tingkat kabupaten yang bermasalah dalam bidang ekonomi dan keteladanan. Seperti pada 7 Agustus 2009, dalam 7 berita utama dunia yang disiarkan oleh radio BBC di hari yang sama, 3 di antaranya adalah kasus korupsi bernilai raksasa. Li Peiying, mantan preskom bandara ibu kota Beijing, terlibat kasus korupsi bernilai ratusan juta RMB (Renminbi). Kang Rixin, general manager group industri nuklir, terlibat penyalahgunaan uang negara sebesar 180 juta RMB. Huang Guangyu beserta istri, pendiri perusahaan elektronik GOME, terlibat dalam penipuan transaksi obligasi sehingga semua asetnya senilai 166 juta HKD dibekukan oleh Pengadilan Tinggi Hongkong.
Adanya tradisi guanxi (koneksi) yang begitu mengakar di kalangan masyarakat China merupakan salah satu penyebab begitu meluasnya korupsi di negeri ini. Bagi mereka, tanpa guanxi maka bisnis tidak akan berjalan dan seseorang akan hampir tidak dapat mencapai apa yang menjadi kehendaknya. Adanya reformasi ekonomi Posisi tradisi guanxi diperkuat dengan pandangan tentang uang yang berubah di China, bahwa reformasi memperbolehkan masyarakat untuk menjadi lebih kaya, bahwa memiliki lebih banyak uang tidak lah lagi dilarang sehingga mendorong masyarakatnya untuk mengejar kemakmuran perseorangan. Adanya perdebatan mengenai usulan bahwa koruptor yang telah mengembalikan hasil korupsinya tidak perlu dihukum dan usulan mengenai pemberian insentif bagi para pejabat yang tidak korup. Wabah korupsi ini terus berlangsung meskipun pemerintah telah gencar menyerukan hukuman berat bagi para pelakunya. Seperti banyak dilansir media akhir-akhir ini, satu demi satu pejabat pemerintah dan pejabat partai di China dijatuhi hukuman berat akibat korupsi. Hukuman itu beragam mulai dari dipecat dari partai dan jabatannya dalam pemerintahan, denda dalam jumlah besar, hukuman penjara termasuk penjara seumur hidup, bahkan hukuman mati. Ketika kekuasaan di China identik dengan partai, dalam hal ini Partai Komunis China, maka sungguh beralasan kekhawatiran yang dimunculkan oleh Presiden China, Hu Jintao, bahwa korupsi telah menyebabkan berkurangnya apresiasi atau rasa hormat rakyat terhadap partai. Padahal sesuai amanat konstitusi, partai adalah pusat kepemimpinan seluruh China dan kelas pekerja melihat kepemimpinan negara melalui  vanguard atau barisan depannya yaitu Partai Komunis China. Ketika China berada di jaman republik pun demikian. Republik China yang baru berdiri terperosok dalam kubangan korupsi. Bahkan pemimpinnya, Chiang Kai Sek dan keluarganya terlibat erat, demikian pula pejabat dari tingkat pusat hingga daerah dan para jenderalnya. Korupsi pada akhirnya menggiring pada kejatuhan masing-masing jaman tersebut.
3.2.3. Lembaga Pemberantasan Korupsi
China berusaha keras untuk memerangi korupsi di negaranya. Hal ini dibuktikan dengan memberlakukan hukuman mati, hukuman paling berat yang ditimpakan Cina terhadap koruptor. Menurut catatan, sejak dilancarkannya gerakan anti-korupsi sampai tahun 2002, sudah 4.300 orang yang menjalani hukuman mati. Jumlah ini saja telah melebihi jumlah hukuman mati di 68 negara, yang menurut Amnesty International, mencapai angka 3.246 orang.Yang menggemparkan dunia adalah bahwa hukuman mati ini juga diterapkan tidak hanya kepada pejabat rendahan atau orang-orang biasa saja, tetapi juga kepada pejabat tinggi negara. Presiden China Hu Jintao juga telah berulang kali mengultimatum bahwa korupsi merupakan salah satu ancaman terbesar bagi legitimasi hukum Partai Komunis. Langkah utama yang ditempuh China tersebut ialah dengan menerapkan hukuman mati bagi para koruptor. Sejak kasus Chen Kejie pada September 2000, tidak sedikit petinggi China yang dijatuhi hukuman mati ataupun penjara seumur hidup. Dalam empat tahun terakhir, perkembangan pemberantasan korupsi di China semakin signifikan.
China menghindari jenis korupsi yang paling merusak di tingkat nasional, yakni kleptokrasi dan monopoli serta menghindari korupsi di sektor yang paling produktif. Korupsi dengan karakteristik China justru telah mendukung pembangunan ekonomi karena merupakan pendahulu yang penting bagi sebuah sistem yang kian terbuka. Komitmen penegakan hukum dan pemberantasan korupsi telah menjadi agenda Beijing bersamaan dengan dimulainya mekanisme pengawasan oleh rakyat melalui pemilihan langsung di tingkat desa dan diperbolehkannya bagi media massa untuk meliput secara resmi tentang korupsi kader partai sejak tahun 2005.
Ada dua lembaga penting yang berperan dalam pemberantasan korupsi di China, yaitu partai dan pemerintah. Pada September 2007, pemerintah Cina mengumumkan pendirian Biro Pencegahan Korupsi Nasional (NBCP) yang akan bertugas untuk memonitor jalur aset yang mencurigakan serta aktivitas yang dicurigai merupakan hasil korupsi. Staf NBCP akan mengumpulkan dan menganalisis informasi dari sejumlah sektor termasuk di antaranya dari perbankan, penggunaan lahan, pengobatan, dan telekomunikasi. sehingga mampu memonitor alur keuangan masuk dan keluar para pejabat dan mendeteksi perilaku pihak-pihak yang dicurigai. Biro ini nantinya akan melaporkan langsung temuannya kepada dewan negara atau kabinet China. Meski demikian, biro tersebut tidak akan terlibat dan tidak memiliki wewenang dalam penyelidikan kasus perseorangan. Ia menambahkan, biro tersebut juga bertugas memberikan arahan pekerjaan anti-korupsi bagi perusahaan, organisasi non-pemerintah, membantu asosiasi perdagangan untuk menciptakan sistem dan mekanisme disiplin sendiri, mencegah penyuapan komersial, serta memperluas pencegahan korupsi bagi organisasi pedesaan seperti halnya masyarakat kota.
Demi meningkatkan kemampuan NBCP, maka akan dilakukan kerja sama internasional dan bantuan badan internasional dalam pencegahan korupsi. Biro tersebut, di bawah kerangka kerja Konvensi Perlawanan Korupsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), juga menawarkan bantuan bagi negara-negara berkembang dalam pencegahan korupsi serta bekerja untuk dukungan teknis dan bentuk bantuan lainnya dari negara-negara asing dan organisasi internasional. Selain itu, juga akan mempelajari pengalaman anti korupsi di negara-negara lain dan meningkatkan pertukaran informasi dengan organisasi internasional dan negara lain. Menteri Pengawasan China Ma Wen pun menyambut baik keberadaan NBCP dan berharap biro itu bisa melaksanakan tugasnya dengan baik dalam upaya negara memberantas korupsi di China. Menurut Wen, keberadaan biro adalah untuk memenuhi kebutuhan dalam upaya pencegahan korupsi di China secara efektif. Keberadaan biro itu juga mendapat sambutan positif dari para ilmuwan dan berharap bisa menjalankan fungsi dan tugasnya dengan baik dan adil. Biro tersebut juga telah ditetapkan untuk melaksanakan tugas menjabarkan kemajuan transparansi informasi pemerintah pada semua tingkatan. NBCP akan mengevaluasi sejumlah celah dalam kebijakan baru yang dikeluarkan pemerintah yang kemungkinan masih ada cara untuk melakukan korupsi, melakukan pemeriksaan dan pencegahan korupsi pada semua tingkatan, mengadakan proyek perintis serta menyiapkan sebuah pembentukan standar untuk menetapkan apakah sebuah departemen atau seorang pejabat bersih.
3.2.3.1 Hubungan dengan Pemerintah
Di tingkat lokal, misalnya, Walikota Beijing Liu Qi meluncurkan sunshine policy untuk melawan korupsi. Kebijakan ini mengharuskan para petinggi partai, pejabat, dan pegawai pemerintah untuk melaporkan hal-hal pribadi seperti membangun atau membeli rumah, mengirim anak belajar ke luar negeri, upacara pernikahan anak, bahkan memilih pasangan hidup untuk menjaga stabilitas dan integrasi sistem politik. Beijing Municipal Bureau of City Administration and Law Enforcement berencana untuk membuat standar diskresi kerja dari administrasi departemen kota untuk menutupi semua klausa hukuman untuk membuat penegakan hukum menjadi semakin meluas dan mencegah terjadinya fenomena adanya perbedaan hukuman untuk kasus yang sama. List yang dibuat Discretion of City Administration and Law-Enforcement departments dalam membentuk draft hukuman administrative telah didistribusikan dalam berbagai jenis administrasi yang dapat dilakukan sebuah kota, terdiri lebih dari 280 jenis. List tersebut merupakan langkah penting yang selanjutnya dilakukan setelah program standardisasi diskresi dari hokum 23 jenis kegiatah hokum violating dan mencoba mengkalkulasikan denda dari 23 jenis hukum violating tersebut. List tersebut terdiri lebih dari 60 halaman, terdiri dari 280 kasus hukuman urban environment sanitation, municipal management, public service utilities, water saving and greenbelt development in cities.
3.2.3.2. Mekanisme Kerja
Pemerintah Cina telah menetapkan sejumlah kebijakan untuk mencegah perluasan korupsi di negaranya, seperti menaikkan gaji pegawai negeri (sejak tahun 1989 gaji pegawai negeri telah naik lima kali), meningkatkan transparansi dalam rekrutmen dan promosi pegawai negeri, menjalankan reformasi administrasi, dan membuka luas akses bagi publik untuk melihat via internet persiapan Olimpiade di Beijing pada tahun 2008. Semuanya masih ditambah adanya landasan hukum yang kuat, Kongres Nasional Partai di tahun 1989 memutuskan bahwa penyalahgunaan kekuasaan, penyuapan, dan penggelapan uang merupakan kejahatan. Pendek kata, pemerintah Cina telah melancarkan serangkaian kebijakan untuk melawan korupsi, meski hasil dan tingkat efektivitasnya masih diperdebatkan hingga kini. Salah satu kritik terhadap kampanye antikorupsi pemerintah, misalnya adalah pesimisme bahwa hukum akan menyentuh mereka yang berkuasa “Yang mereka lakukan adalah menembak sejumlah kecil lalat (pejabat rendahan), tetapi membiarkan kabur macan besar (kader senior)”. Meski demikian, menarik untuk dicatat bahwa antara tahun 1992-2001 telah 239.710 kasus korupsi dimajukan ke pengadilan dan 173.974 orang, termasuk pejabat tinggi, menjadi pesakitan untuk dikenai sanksi yang bervariasi, mulai dari pemecatan, hukuman penjara, bahkan sampai hukuman mati.
Deng Xiaoping mengasumsikan, China bisa saja tetap mengadopsi sosialisme, tetapi juga tidak haram berangkulan dengan kapitalisme selama pilihan yang diambil mendatangkan kemakmuran bagi rakyat. Cina memecat kepala biro statistik pemerintahnya setelah ia diketahui terlibat skandal korupsi penting berkaitan dengan penyalahgunaan dana pengamanan sosial Shanghai, kata seorang pejabat. Mantan kepala Biro Statistik Nasional Cina, Qiu Xiaohua diketahui terlibat dalam kasus dana pengamanan sosial dan kini sedang diperiksa oleh departemen-departeman berwenang. Ketua Partai Komunis Shanghai Chen Liangyu , sekutu mantan pemimpin Jiang Zemin, dipecat bulan lalu karena perannya dalam skandal itu, yang menurut para pengaat sebagai satu tindakan politik Presiden Hu Jintao. Beberapa pejabat penting lainnya dan eksekutif telah dipecat sejak bulan lalu, ketika pemerintah pusat mengumumkan penyelidikan penyalahgunaan dana pengamanan sosial yang sedang berlangsung sekarang.Sekitar 10 miliar yuan (US$1,25 miliar) menguap melalui pinjaman tidak sah atau investasi.
Sejalan dengan pembinaan sistem antikorupsi, Tiongkok meningkatkan pula intensitas hukuman terhadap koruptor. Kemarin, Ketua Kejaksanaan Agung Rakyat Tiongkok, Cao Jianming dalam Laporan Pekerjaan Kejaksaan kepada sidang KRN mengatakan, tahun lalu, badan kejaksaan totalnya memeriksa dan mengusut kasus korupsi yang menyangkut 2.600 kader tingkat kabupaten atau kepala divisi ke atas, termasuk 8 pejabat tingkat provinsi. Tahun lalu merupakan satu tahun dalam mana paling banyak pejabat tinggi diusut kriminal korupsinya. Cao Jianming mengakui, badan kejaksaan Tiongkok tahun ini akan terus memeriksa dan mengusut kriminal penyalahgunaan jabatan, bersuaha mendorong pembinaan sistem antikorupsi. Dalam sidang tahunan KRN tahun ini, PM Tiongkok Wen Jiabao dalam Laporan Pekerjaan Pemerintah menandaskan, Tiongkok akan terus menempatkan "pemberantasan korupsi dan penyelenggaraan pemerintahan bersih" pada posisi penting, khususnya akan meningkatkan pembangunan berbagai sistem antikorupsi, dalam rangka mewujudkan target "penyelenggaraan pemerintahan di bawah sinar matahari". Data resmi pemerintah China menunjukkan selama 2006, lebih dari 90 ribu pejabat kena tindakan indisipliner, dan jumlah itu mencapai 0,14 persen dari total anggota CPC.
Pemerintah China dalam lima tahun terakhir ini memang telah memberikan sanksi bahkan mengeksekusi mati sejumlah pejabat setingkat menteri atau pejabat lebih tinggi lagi yang dinilai sudah keterlaluan dalam melakukan korupsi. Sejumlah pejabat yang telah dihukum mulai dari pencopotan jabatan, dikeluarkan dari keanggotaan CPC bahkan sudah dieksekusi antara lain mantan Direktur Biro Statistik Nasional Qiu Xiahua, mantan Kepala Administrasi Makanan dan Obat Zhen Xiaoyu, serta mantan Kepala Partai CPC Shanghai Chen Liangyu. Seorang mantan pejabat Bank Pertanian China (ABC) Cabang Beijing juga dieksekusi akibat menerima suap dan penggelapan sekitar 15 juta yuan atau 1,97 juta dolar AS.
Contoh kasus korupsi di China, salah satunya kasus Wen Mengjie, mantan Direktur Departemen Informasi Teknologi ABC cabang Beijing, diketahui bersalah menerima suap senilai 10,73 juta yuan atau 1,4 juta dolar AS selama bank tersebut melakukan pembelian perlengkapan elektronik serta perangkat lunak komputer dari Februari 1999 hingga Februari 2004. Mantan pejabat berusia 50 tahun itu, juga diketahui menggelapkan sekitar 4,32 juta yuan atau 570 ribu dolar AS dari perusahaannya selama pembelian anjungan tunai mandiri (ATM). Dalam pembelaannya, Wen mengatakan bahwa dirinya tidak meminta uang, tapi uang itu merupakan pengadaan pembayaran kembali dengan empat perusahaan setelah penandatanganan kontrak pembelian. Manajer dan pihak keuangan perusahaan telah dimintai kesaksian dan mengemukakan bahwa Wen tampaknya membayarkan kembali dalam berbagai bentuk cara. Sesuai dengan pengamanan kontrak pasokan yang dibuat dirinya, keempat perusahaan harus menyimpan uang ke dalam rekening bank pribadi Wen dan membuat pembayaran ekstra ke Beijing Jinxiin Sichuang Technology Co., Ltd, sebuah perusahaan yang didirikan oleh Wen. Diketahuinya hasil kasus Wen tersebut berasal dari pembelian rumah tinggalnya dengan jumlah uangnya sangat besar dan ekstrim. Wen ditangkap setelah diketahui melalui sirkuit kamera televisi secara dekat di sebuah bank ketika dirinya tampak menggunakan kaca mata hitam dan menyebut dirinya Wu yang akan membayar harga rumah senilai jutaan yuan dalam sebuah kantong besar yang berisi penuh uang. Pegawai bank melakukan penyelidikan pada biro anti-korupsi lokal, yang meluncurkan investigasi selama sepuluh bulan. Pihak penyidik mengatakan Wen telah membeli tiga rumah di timur laut Beijing pada November 2002 dengan uang yang diperoleh dengan cara yang tidak rasional.
Dari tahun 2001 sampai 2005 Cina telah menghukum mati 4000 orang karena korupsi, dan menurut Amnesti Internasional (AI) fakta sesungguhnya masih lebih banyak lagi. Orang bilang komunis itu kejam, tapi cara tsb terbukti sukses memberantas korupsi dan hasilnya terlihat indikator perekonomian Cina melesat. Xiao Hongbo telah dihukum mati pekan lalu. Delapan orang pacarnya -- yang dibiayai dalam kehidupan mewah-- mungkin hanya menangisi lelaki berusia 37 tahun. Tidak ada yang bisa membantunya. Deputi manajer cabang Bank Konstruksi China, salah satu bank milik negara, di Dacheng, Provinsi Sichuan, itu dihukum mati karena korupsi. Xiao telah merugikan bank sebesar 4 juta yuan atau sekitar Rp 3,9 miliar sejak 1998 hingga 2001. Uang itu digunakan untuk membiayai kehidupan delapan pacarnya. Xiao Hongbo satu di antara lebih dari empat ribu orang di Cina yang telah dihukum mati sejak 2001 karena terbukti melakukan kejahatan, termasuk korupsi. Angka empat ribu itu, menurut Amnesti Internasional (AI), jauh lebih kecil dari fakta sesungguhnya. AI mengutuk cara-cara Cina itu, yang mereka sebut sebagai suatu yang mengerikan. Tapi, bagi Perdana Menteri Zhu Rongji inilah jalan menyelamatkan Cina dari kehancuran. Ketika dilantik menjadi perdana menteri pada 1998, Zhu dengan lantang mengatakan, "Berikan kepada saya seratus peti mati, sembilan puluh sembilan untuk koruptor, satu untuk saya jika saya melakukan hal yang sama. Zhu tidak main-main. Cheng Kejie, pejabat tinggi Partai Komunis Cina, dihukum mati karena menerima suap lima juta dolar AS. Tidak ada tawar-menawar. Permohonan banding wakil ketua Kongres Rakyat Nasional itu ditolak pengadilan. Bahkan istrinya, Li Ping, yang membantu suaminya meminta uang suap, dihukum penjara. Wakil Gubernur Provinsi Jiangxi, Hu Chang-ging, pun tak luput dari peti mati. Hu terbukti menerima suap berupa mobil dan permata senilai Rp 5 miliar. Ratusan bahkan mungkin ribuan peti mati telah terisi, tidak hanya oleh para pejabat korup, tapi juga pengusaha, bahkan wartawan. Selama empat bulan pada 2003 lalu, 33.761 polisi dipecat. Mereka dipecat tidak hanya karena menerima suap, tapi juga berjudi, mabuk-mabukan, membawa senjata di luar tugas, dan kualitas di bawah standar. Agaknya Zhu Rongji paham betul pepatah Cina: bunuhlah seekor ayam untuk menakuti seribu ekor kera. Dan, sejak ayam-ayam dibunuh, kera-kera menjadi takut, kini pertumbuhan ekonomi Cina mencapai 9 persen per tahun dengan nilai pendapatan domestic bruto sebesar 1.000 dolar AS. Cadangan devisa mereka sudah mencapai 300 miliar dolar AS.
Sukses Cina itu, menurut guru besar Universitas Peking, Prof Kong Yuanzhi, karena Zhu serius memberantas korupsi. Perang terhadap korupsi diikuti dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Zhu mengeluarkan dana besar untuk pendidikan manajemen, mengirim ribuan siswa belajar ke luar negeri, dan juga mengundang pakar bisnis berbicara di Cina.
Angka resmi menyebutkan 5.000 pejabat negara dan partai pemberantasan korupsi dijatuhi hukkuman karena terlibat tindak korupsi. Presiden Hu Jintao mengatakan bahwa perjuangan melawan korupsi merupakan urusan hidup dan mati bagi partai. Menjelang Kongres Partai Komunis Cina, yang berlangsung sekali dalam 5 tahun, para pemimpin Cina ingin menegaskan keseriusan melawan korupsi. Pemimpin dan kader berbagai tingkat, khususnya kader senior, harus dengan tegas melaksanakan kewajibannya berdasarkan ketetapan pemerintah pusat tentang pelaporan pendapatan perseorangan dan lain sebagainya, dengan inisiatif menerima pengawasan badan pemeriksaan disiplin. Wen Jiabao dalam Laporan Pekerjaan Pemerintah menandaskan pula keharusan untuk menyempurnakan sistem-sistem antikorupsi serta sistem pengelolaan produksi produk publik, dalam rangka meningkatkan daya pengikat sistem.
3.2.4. Struktur Organisasi
NBCP berada di bawah state council yang bertanggungjawab dalam pencegahan korupsi di china. Biro ini sekarang bertempat di kementerian pengawasan dan sebelumnya jabatan direktur dipegang oleh menteri pengawasan. Dalam biro ini terdapat dua deputi direktur, satu sebagai Vice Minister of Supervision (wakil kepala NBCP), yang sekarang dipegang oleh Qu Wanxiang. Satu lagi Vice Minister level oversees yang mengerjakan pekerjaan rutin di biro, yang sekarang dijabat oleh Cui Hairong.
Tugas NBCP adalah:
·        Bertanggung jawab terhadap pengharmonisasian, perencanaan, formulasi kebijakan dan pengujian serta supervisi dari pemberlakuan anti korupsi di Cina
·        Pengkoordinasian dan pengarahan untukpencegahan kerja di  bidang swasta, sektor public, kelompok sosial, dan organisasi sosial lainnya
·        Bertanggung jawab untuk kerjasama internasional dalam hal pencegahan korupsi
F:\cina\National Bureau of Corruption Prevention of China_files\zzjgt_eng.jpgStruktur organisasi:
3.2.5. Faktor yang Memengaruhi
·        Sistem pemerintahan yang otoriter. Melalui sistem pemerintahan yang seperti ini, maka China dapat menerapkan hukuman yang sangat berat bagi pelaku tindak pidana korupsi. Dengan adanya hukuman yang berat tersebut, maka masyarakat akan berpikir ulang untuk melakukan tindak korupsi. Dengan demikian, sistem pemerintahan juga memengaruhi pemberantasan korupsi di suatu negara.
·        Adanya tradisi guanxi (koneksi) yang begitu mengakar di kalangan masyarakat China merupakan salah satu penyebab begitu meluasnya korupsi di negeri ini. Bagi mereka, tanpa guanxi maka bisnis tidak akan berjalan dan seseorang akan hamper tidak dapat mencapai apa yang menjadi kehendaknya.
·        Adanya reformasi ekonomi. Posisi tradisi guanxi diperkuat dengan pandangan tentang uang yang berubah di China, bahwa reformasi memperbolehkan masyarakat untuk menjadi lebih kaya, bahwa memiliki lebih banyak uang tidak lah lagi dilarang sehingga mendorong masyarakatnya untuk mengejar kemakmuran perseorangan. Di satu sisi, reformasi ekonomi ini tidak diikuti dengan reformasi politik. Pemerintah melakukan modenisasi  ekonomi namun di sisi lain pemerintah tetap mempertahankan struktur kekuasaan yang ada. Hubungan partai dan negara di Cina bersifat subordinatif, di mana negara yang tunduk terhadap partai. Partai menduduki posisi penting dalam pemerintahan dan unit-unit produksi lewat komite partainya yang dipimpin oleh Sekretaris Partai. Partai yang seharusnya memainkan fungsi pengawasan baik terhadap masyarakat maupun aparat negara, ternyata berada di balik korupsi itu sendiri. Para pejabat negara justru berkolusi dengan anggota partai yang seharusnya bertugas mengawasi.
·        Adanya perdebatan mengenai usulan bahwa koruptor yang telah mengembalikan hasil korupsinya tidak perlu dihukum dan usulan mengenai pemberian insentif bagi para pejabat yang tidak korup.
3.3. Indonesia
3.3.1. Gambaran Umum Indonesia
Indonesia merupakan Negara kesatuan Republik yang dipimpin oleh seorang pemimpin yang menduduki jabatan Presiden secara berkala. Presiden sebagai pemimpin utama di negara Indoensia mempunyai kewenangan dalam merumuskan, membuat, dan melaksanakan kebijakan atau undang-undang.Negara Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau memiliki penduduk 231 juta orang yang sebagian besar bermatapencaharian di bidang agraris.
Seperti yang kita ketahui bahwa kasus korupsi di Indonesia sudah tidak terhitung banyakbnya. Dimulai dari perebutan kekuasaan dimasa kerajaan hingga zaman reformasi sekarang ini. Tindak pidana korupsi yang terjadi memang mencap seorang pejabat negara dan pengusaha sebagai pelakunya, sedangkan masyarakat adalah korbannya karena pejabat negara dan pengusaha tersebut telah memakan uang rakyat yang bukan haknya.
Namun, jika kita telusuri bahwa banyak masyarakat yang melakukan tindak pidana korupsi kecil-kecilan. Walaupun memang tindakan korupsi yang kecil, tetapi akan berdampak besar pada keadaan selanjutnya.
3.3.2. Gambaran Umum dan Sejarah Pemberantasan Korupsi di Indonesia
            Pemberantasan korupsi di Indonesia memiliki perjalanan yang pajang, sejak dibentuknya Lembaga Pemberantasan Korupsi di Era Soekarno (PARAN - Panitia Retooling Aparatur Negara) di awal tahun 1960-an hingga kini dengan kehadiran Komisi Pemberantasan Korupsi. Banyak cerita kegagalan disamping keberhasilannya. PARAN di tahap awal memiliki tugas mencatat kekayaan pejabat, akan tetapi kandas ditengah jalan akibat perilaku birokrat yang sembunyi dibalik presiden. Tahun 1963 PARAN diaktifkan kembali dengan Operasi Budhi yang dipimpin AH Nasution dan Wirjono Prodjodikusumo misalnya berhasil menyelamatkan uang negara sebesar 11 milyar rupiah. Sebuah jumlah yang tidak kecil di waktu itu. Banyak kendala yang dialami lembaga pemberantasan korupsi di samping lemahnya komitmen politik Indonesia. PARAN mengalami kegagalan karena berlindung dibawah kekuasaan Presiden, sementara Operasi Budhi dibubarkan oleh Presiden Soekarno karena mengganggu kewibawaan presiden.  Sedangkan di era Soeharto lembaga pemberantasan korupsi berrnama OPSTIB. Namun OPSTIB mengalami kegagalan yang disebabkan oleh banyaknya campur tangan militer. Banyak kalangan militer yang menduduki kursi “empuk” dalam pemerintahan.
Pada UU Nomor 28 Tahun 1999, yang dikeluarkan oleh BJ Habiebie, tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari KKN berikut pembentukan berbagai komisi atau badan baru seperti KPKPN, KPPU atau lembaga Ombudsman. Sedangkan di masa pemerintahan Gus Dur, lembaga pemberantasan korupsi dibentuk dengan nama Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK). Badan ini dibentuk dengan Keppres di masa Jaksa Agung Marzuki Darusman dan dipimpin Hakim Agung Andi Andojo. Sayangnya di tengah semangat menggebu-gebu untuk memberantas korupsi dari anggota tim, melalui suatu judicial review Mahkamah Agung, TGPTPK akhirnya dibubarkan.
Kemudian di era Megawati, lahir sebuah lembaga pemberantasan korupsi yang bernama  Komisi Pemberantas Tindak Pidana Korupsi (KPTPK) atau lebih sering disebut Komisi Pemberantas Korupsi (KPK).
3.3.3. Lembaga Pemberantasan Korupsi di Indonesia
            Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPTPK) atau yang lebih dikenal dengan sebutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK_ merupakan komisi yang dibentuk di Indonesia pada tahun 2003, atau pada masa pemerintahan Megawati. Komisi ini dibentuk untuk mengatasi, menanggulangi dan memberantas korupsi di Indonesia. Komisi ini didirikan berdasarkan pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dilengkapi dengan berbagai tugas dan wewenang yang sangat luas dan kuat. Pada tahun 2002 Pemerintah dan DPR memberi tugas dan wewenang KPK luas sekali. Pada pasal 43 UU No. 31 tahun 1999 menyebutkan bahwa tugas dan wewenang KPK adalah melakukan koordinasi dan supervise, termasuk melakukan penyelidikan dan penyidikan, dan penuntutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku Hal tersebut dapat menggambarkan bahwa selama ini pemberantasan korupsi memang dirasakan kurang efektif dan memiliki dampak yang cukup signifikan. Oleh karena itu kehadiran KPK amat dibutuhkan.
Tugas KPK secara rinci dicantumkan dalam pasal 6 No. 30/2002, yaitu:
a.       Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
b.      Supervise terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
c.       Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi
d.      Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi.
e.       Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pmerintah.
Sedangkan wewenang yang diberikan kepada KPK adalah:
a.       Dalam melaksanakan tugas suoervisi, KPK berwenang melakukan pengawasan, penelitian atau penelaahan terhadap instansi yang melaksanakan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana korupsi, dan instansi yang dalam melaksanakan pelayanan public.
b.      Dalam melaksanakan wewenang tersebut maka KPK juga berwenng mengambil alih penyidikan atau penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan.
c.       Dalam hl KPK mengambil alih penyidikan dan penuntunan, kepolisisn atau kejaksaan wajib menyerahkan tersangka dan seluruh berkas perkara beserta alat bukti dan dokumen lain yang diperlukan dalam waktu paling lama 14 hari kerja, terhitung sejak tanggal diterimanya permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi.
d.      Penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan membuat dan menandatangani berita acara penyerahjan sehingga segala tugas dan kewenangan dan kepolisian atau kejaksaan pada saat penyerahan tersebut beralih kepada Komisi Pemberantasan Korupsi.
3.3.3.1. Hubungan dengan Pemerintah
Walaupun Komisi Pemberantasan Korupsi di Indonesia bersifat independent, tetapi bukan berarti tidak ada campur tangan pemerintah dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Campur tangan pemerintah tersebut adalah mengawasi berjalannya segala aktifitas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Peran pemerintah bisa kita lihat dalam kasus perseteruan antara KPK dan kepolisisan yang terjadi. KPK dan kepolisian merupakan lembaga yang mempunyai tugas dan wewenang masing-masing yang sudah tercantum dalam Undang-Undang. Walaupun memang KPK dan kepolisisan berjalan dalam koridor masing-masing, tetapi, masyarakat tentu saja mencium adanya perseteruan dari kedua lembaga tersebut. Mereka sibuk untuk menjatuhkan nama baik satu sama lain dan saling menunjukan siapa yang paling berkuasa. Sehingga kepentingan negara jadu dinomorduakan. Oleh karena itu, perlu adanya peran pemerintah sebagai penengah dalam masalah tersebut sehingga perselisihan yang dianggap saling menjatuhkan lembaga bisa terselesaikan dengan kekuasaan pemerintah tersebut.
3.3.3.2. Mekanisme Kerja
Contoh kasus korupsi di Indonesia
Kasus penggelapan dana bailout Bank Century
            Bank Century merupakan hasil dari penggabungan tiga bank, yakni Bank CIC (Century Intervest Corporation) International, Bank Pikko dan Bank Danpac secara sukarela.  Pada awalnya Bank CIC yang didirikan oleh Robert Tantular tidak lolos uji kelayakan dan kepatutan oleh Bank Indonesia. Hal ini dikarenakan banyak permasalahan yang dialami oleh Bank CIC, mulai dari  modal CIC yang amblas hingga minus 83,06 % hingga CIC kekekurangan modal hingga Rp 2,67 Triliun. Oleh karena itu Bank Indonesia menyarankan merger untuk mengatasi masalah-masalah tersebut sehingga pada tahun 2004 Bank Pikko dan Bank Danpac melebur ke Bank CIC. Setelah menjadi sebuah kesatuan yang menjadi PT Bank Century Tbk, Bank Century memiliki 25 kantor cabang, 31 kantor cabang pembantu, 7 kantor kas, dan 9 ATM.
            Sebenarnya banyak pihak yang kesulitan mengetahui latar belakang dari kasus Bank Century tersebut. Kesulitan dalam mengetahui asal  mula kasus ini disebabkan koordinasi tim penelusuran dana Century yang buruk. Tim tersebut bernama Mutual Legal Assistance (MLA) Bank Century yang terdiri dari Depkum HAM, Departemen Keuangan, Kepolisian, Kejaksan, Bank Indonesia, dan Departemen Luar Negeri. Tim MLA belum bisa berkoordinasi dengan baik terkait dengan kasus Bank Century. Masing-masing pihak masih menyembunyikan rahasia.  Namun, secara kronologis, kasus ini memang dimulai pada tahun 1989 oleh Robert Tantular yang mendirikan Bank CIC hingga Bank tersebut menjadi Bank Century pada tahun 2004.  Permasalahan pada Bank Century terus muncul. Dimulai tahun 2008, Bank Century mengalami kesulitan liquiditas karena beberapa nasabah besar Bank Century menarik dananya. Salah satunya ialah Boedi Sampoerna yang akan menarik dananya dari Bank Century sebesar Rp 2 Trilyun, sedangkan dana yang ada di Bank tidak mencapai angka tersebut. Kemudian keadaan ini dioerparah pada tanggal 17 November Delta Sekuritas yang dimiliki Robert Tantular mulai tak sanggup untuk membayar kewajiban atas produk discretionary fund yang dijual Bank Century.
            Pada 20 November 2008, BI melalui Rapat Dewan Gubernur menetapkan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. Keputusan itu kemudian disampaikan kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani selaku Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Dengan berbagai pertimbangan dan hasil rapat dari KSSK yang dihadiri oleh Sri Mulyani beserta Gubernur BI, menyatakan bahwa Bank Century merupakan bank gagal dan menerima aliran dana penanganan Bank Century melalui Lembaga Penjamib Simpanan (LPS).
Penyuntikan dana awal dari LPS ke Bank Century adalah sebesar Rp 632 miliar untuk menambah modal sehingga dapat menaikkan CAR menjadi 8%. Enam hari setelah dana tersebut dicairkan, kemudian LPS menyuntikan dana kembali sebesar Rp 2,776 triliun pada Bank Century untuk menambah CAR menjadi 10%. Karena meman permasalahan Bank Century tak kunjung selesai, Bank Century mulai meghadapi tuntutan ribuan investor Antaboga atas penggelapan dana investasi senilai Rp 1,38 triliun yang mengalir ke Robert Tantular. Kemudian, LPS meyuntikan dana kembali seesar Rp 2,2 Triliun untuk memenuhi tingkat kesehatan bank, dan pada akhir Desember 2008, Bank Century mencatat kerugian sebesar Rp 7,8 Triliun. Bank Century ini memang tampak mendapat perlakuan istimewa dari Bank Indonesia dan masih tetap diberikan kucuran dana  sebesar Rp 1,55 triliun pada tanggal 3 Februari 2009. Padahal Bank Century terbukti lumpuh.
            Pada Bulan Juni 2009 Bank Century mencairkan dana yang telah diselewengkan Robert sebesar Rp 180 miliar pada Budi Sampoerna. Namun, dibantah oleh Budi yang merasa tidak menerima sedikit pun uang dari Bank Century. Atas pernyataan itu LPS mengucurkan dana lagi kepada Bank Century sebesar Rp 630 miliar untuk menutupi CAR. Dengan dana yang terus disuntikan kepada Bank Century masih belum bisa menangani masalah yang ada pada bank ini. Sedangkan total dana yang dikucurkan kepada Bank Century sebesar Rp 6,762 triliun. Sebuah angka yang tidak sedikit, dan sampai sekarang belum ada yang bisa membuktikan mengalirnya dana tersebut.
            Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih terus menangani masalah kasus korupsi Bank Century yang tak kunjung berakhir ini. Kewenangannya sebagai badan penyidik, KPK berhak untuk menyidik siapapun untuk diperiksa. Dalam kasus Bank Century ini, KPK menyidik pejabat besar, yakni Sri Mulyani yang masih menjabat Menteri Keuangan Republik Indonesia dan Boediono mantan Gubernur Bank Indonesia yang menurut pejabat KSSK nyatakan bahwa merekalah yang menekan dana suntikan untuk Bank Century.
3.3.3.3. Struktur Organisasi
 

3.3.1.5. Faktor yang Memengaruhi
Kehadiran Lembaga pemberntasan korupsi di Indonesia sangatlah dibutuhkan untuk
Mengusut kasus-kasus korupsi yang sudah menjadi darah daging bangsa ini. Dengan kasus-kasus  korupsi yang telah berhasil diungkap, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mendapat kepercayaan yang tinggi dari masyarakat untuk menangani masalah tindak pidana korupsi. Sebagai lembaga independen, lembaga yang jauh dari intervensi pihak manapun, KPK harus bertahan dari tekanan-tekanan manapun. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pemberantasan korupsi di Indonesia, salah satunya ialah kelebihan KPK yang dimiliki.
Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau yang dikenal dengan KPK melegitimasi organ yang satu ini sebagai “super body“ full polisinil dan full prosecuting. Undang-undang ini memberi kewenangan kepada KPK untuk melakukan tugas-tugas kepolisian pada umumnya. Penyelidikan, penyidikan bahkan penuntutan. Penangkapan, penahanan, menyita, telah melekat sebagai tugas utama untuk organ yang satu ini. Tugas-tugas intelejen pun dimilikinya, bagaikan tugas operasi intelejen di medan “pertempuran“ layaknya pasukan green beret di negeri Paman Sam.
Di dalam pasal 12 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 huruf (a) yang berbunyi dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sebagaimana dalam pasal 6 huruf (c )  komisi pemberantasan korupsi berwenang melakukan penyadapan  dan merekam pembicaraan. Pasal ini merupakan  kunci  segala-galanya  bagi KPK  untuk melakukan tugas “intelejen“.
Payung hukum dalam pasal ini sudah cukup bagi KPK untuk melakukan pendeteksian orang secara cepat. Sehingga KPK dapat mengetahui dan melacak serta merekam pembicaraan seseorang yang dikategorikan sebagai bukti permulaan. KPK  dengan alat bantu teknologi  dibenarkan oleh pasal ini  untuk melakukan pelacakan atas deal- deal yang berbau korupsi di negeri ini.
BAB 4
PENUTUP
4.1. Simpulan
4.2. Saran
e-readiness adalah ukuran kemampuan sebuah negara dalam memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dan internet sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi, sosial, dan SDM-nya. e-readiness juga merupakan indikator yang menunjukkan tingkat kesiapan sebuah komunitas dalam berpartisipasi di dunia berjejaring. Pengukuran dengan cara menilai dari enam komponen yang pembobotannya mulai dari 10% hingga 25%, yaitu: Connectivity and Technology Infrastructure (20%), Business environment (15%), Social and Cultural Environment (15%), Legal Environment (10%), Government policy and vision (15%), Consumer and Business Adoption (25%). Indeks ini dikeluarkan oleh Economist Intelligence Unit yang bekerja sama dengan IBM Institute for Business Value. Semakin besar nilai e-readiness, berarti kesiapan dan kemampuan TIK semakin baik.
Bagaimana cara e-readiness bekerja mengurangi tingkat korupsi?
Semakin tinggi angka e-readiness, menunjukkan masyarakat semakin melek teknologi dalam melakukan kegiatan bisnis menggunakan TIK/internet, semakin transparan juga para pejabat publik mengelola uang negara. Contohnya kemampuan pemerintah membuat layanan dan masyarakat memanfaatkan e-procurement pengadaan barang dan jasa pada  Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), www.pengadaannasional-bappenas.go.id. Layanan ini melelang pengadaan barang dan jasa dari berbagai provinsi dan kabupaten di seluruh wilayah Indonesia. Pelelangan dilakukan secara terbuka melalui internet dan siapapun yang memenuhi syarat dapat mengikuti lelang, sehingga dapat menciptakan persaingan sehat antar peserta lelang dan mengurangi terjadinya proses lelang yang tidak jujur.
 Angka e-readiness yang tinggi dapat berarti makin banyak pengguna internet sehingga masyarakat dan peserta lelang dapat mengawasi kewajaran harga barang/jasa yang ditawarkan/dilelang oleh sebuah kantor pemerintah. Misalkan untuk menilai kewajaran sebuah kapal mewah Lagoon 500 yang saat ini sedang dikritik oleh sebagian masyarakat, dapat dicari dari Google harga jual kapal tersebut dari situs agen penjual/pembuatnya. Lalu dihitung selisih harga, apakah wajar nilai pengadaan yang dibebankan ke anggaran negara oleh instansi yang melakukan pengadaan barang dimaksud. Barang-barang yang dibeli/impor untuk kantor pemerintah harga seharusnya lebih murah dibanding pembelinya masyarakat umum karena beberepa jenis pajak kemungkinan mendapat fasilitas pembebasan pajak.
Masyarakat dapat berpartisipasi mencegah korupsi dengan cara mengawasi pengadaan barang/jasa yang harganya tidak wajar. Informasi harga barang/jasa yang disetujui pada suatu lelang pengadaan barang, kemudian dibandingkan dengan harga pasaran barang dengan spesifikasi sama, waktu transaksi yang sama pula. Jika selisih harga sangat besar dapat diduga ada indikasi penggelembungan harga/korupsi.


Daftar Referensi
Buku
Klitgaard, Robert. 1998. Membasmi korupsi. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.
Sun, Yan. 2004. Corruption and Market in Contemporary China. New York : Cornell University Press.
Website
http://antho-goodwill-stia-watampone.blogspot.com/
http://forum-politisi.org/berita/article.php?id=466

Tidak ada komentar:

Posting Komentar