IMPLEMENTASI
PERATURAN DAERAH NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN
EKSPLOITASI SEKSUAL KOMERSIAL DI KOTA WATAMPONE (DITINJAU DARI PERAN
SATPOL PP)
A. Latar Belakang Masalah
Peningkatan
kegiatan Eksploitasi Seksual Komersial di Kota Surakarta yang
merupakan tindak pidana terhadap kemanusiaan semakin merisaukan dan
mencemaskan dan dapat berakibat mengancam masa depan korban khususnya
anak dan perempuan, dimana anak dan perempuan merupakan makhluk
ciptaan Tuhan Yang Maha Esa wajib dilindungi dan dijaga kehormatan,
martabat dan harga dirinya secara wajar, baik secara hukum, ekonomi,
politik, sosial dan budaya tanpa membedakan suku, agama, ras dan
golongan. Anak adalah generasi penerus bangsa yang sangat
menentukan nasib dan masa depan bangsa secara keseluruhan di masa yang
akan datang. Anak harus dijamin hak hidupnya untuk tumbuh dan
berkembang sesuai dengan harkat dan maratabatnya, demikian pula
perempuan, perempuan harus diberi hak untuk mendapatkan perlindungan
khusus dalam pelaksanaan pekerjaan maupun profesinya terhadap hal-hal
yang dapat mengancam keselamatan dan atau kesehatannya berkenaan dengan
fungsi alat reproduksinya, oleh karena itu segala bentuk perlakuan
yang mengganggu dan merusak hak-hak anak dan perempuan dalam berbagai
bentuk kekerasan, penganiayaan, penelantaran, diskriminasi dan
eksploitasi yang tidak berperikemanusiaan termasuk eksploitasi untuk
tujuan seksual komersial harus segera dihentikan tanpa kecuali. Korban
biasanya diperlakukan seperti komoditas yang dapat diperjual belikan
dan dirampas hak-haknya bahkan beresiko tinggi terhadap gangguan
kesehatan jasmani, rohani dan sosialnya serta berpengaruh buruk
terhadap masa depannya. Terdapat tiga bentuk eksploitasi seksual
komersial terhadap anak sendiri yaitu prostitusi anak, pornografi anak
dan perdagangan (trafficking) anak untuk tujuan seksual.
Berdasarkan pemetaan yang dilakukan pada tahun 1997/1998 ketiga bentuk
eksploitasi seksual komersial anak tersebut ditemukan dengan skala dan
intensitas yang berbeda. Prostitusi anak di Indonesia telah meluas,
jumlah anak yang dilacurkan diperkirakan mencapai 30 persen dari total
prostitusi yakni sekitar 40.000 – 70.000 anak atau bahkan lebih.
Gejala prostitusi anak diperkirakan akan terus meningkat karena tidak
ada prasarat yang menunjukkan adanya penurunan permintaan. Pornografi
anak terjadi dalam skala yang rendah, namun dengan terbukanya arus
informasi global, bukanlah hal yang tidak biasa menampilkan figur anak
berumur belasan tahun dalam situs internet yang dapat diakses oleh
siapapun. Kasus-kasus perdagangan ( trafficking ) anak untuk
tujuan seksual diidentifikasi terjadi di Indonesia. Dalam hal
perdagangan anak untuk tujuan seksual secara lintas batas negara,
Indonesia merupakan negara asal dengan tujuan ke negara-negara
tetangga sekitar Indonesia. Dengan demikian, menjadi nyata bahwa
kegiatan eksploitasi seksual komersial terhadap anak dan perempuan
merupakan kejahatan kemanusiaan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia
(HAM) yang harus dibasmi. Oleh sebab itu diperlukan berbagai upaya
untuk mengatasi hal tersebut, sehingga anak dan perempuan pada
khususnya tidak lagi dijadikan korban seperti kasus-kasus diatas,
terutama oleh pemerintah sendiri seperti yang telah diamanatkan dalam
UUD 1945, walaupun berbagai upaya dari pemerintah telah dilakukan,
namun disadari sepenuhnya bahwa di dalam masyarakat masih banyak anak
dan perempuan yang memerlukan upaya perlindungan khusus, selain itu
program-program yang ditujukan pada anak-anak dan perempuan belum
menyentuh semua lapisan dalam masyarakat. Banyak pihak belum menyadari
keberadaan anak pada khusunya sebagai aset bangsa yang perlu dilindungi
dan dijamin hak-haknya dalam meniti masa depannya. Dalam kaitan inilah
fungsi dan peranan keluarga mempunyai arti yang strategis, karena
keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat menyandang peran,
cakupan substansi dan ruang lingkup yang cukup luas. Dengan
adanya kesamaan dan kejelasan mengenai fungsi dan peranan tersebut,
akan dapat mempermudah dalam memberikan alternatif pemberdayaan
keluarga dalam upaya mengoptimalkan pelaksanaan perlindungan anak
dalam keluarga. Sasaran yang paling strategis adalah peningkatan peran
dan pemberdayaan keluarga sebagai wahana bagi anak untuk
bersosialisasi dan berlindung dari segala perlakuan salah, penelantaran
dan eksploitasi terhadap mereka. Selain dengan upaya peningkatan peran
dan pemberdayaan keluarga, peranan pemerintah dan masyarakat sendiri
pun juga sangat penting. Pemerintah dan masyarakat mempunyai tanggung
jawab dan kewajiban untuk melaksanakan pembinaan dan perlindungan
terhadap anak dan perempuan, untuk itu diperlukan tindakan nyata
berupa penegakan hukum dan program nyata yang merupakan penjabaran
dari Peraturan perundang-undangan nasional maupun internasional
tentang perlindungan terhadap anak dan perempuan. Dengan demikian
mengingat pentingnya peranan pemerintah terutama diperlukan tindakan
nyata berupa penegakan hukum dan program nyata yang merupakan
penjabaran dari peraturan perundang-undangan nasional maupun
internasional tentang perlindungan terhadap anak dan perempuan.
B. Perumusan Masalah
1. Bagaimanakah
implementasi Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2006 tentang
Penanggulangan Eksploitasi Seksual Komersial di Surakarta ?
2. Apa sajakah hambatan-hambatan dan upaya-upaya yang dilakukan Pemerintah Kota Surakarta (Satpol PP) dalam mengatasi hambatan-hambatan itu sehubungan dengan penerapan Peraturan Daerah tersebut ?
COPYRIGHT : http://www.lawskripsi.com/index.php?option=com_content&view=article&id=189:peran-satpol-pp-dalam-penanganan-eksploitasi-seksual&catid=5:perizinan&Itemid=119
COPYRIGHT : http://www.lawskripsi.com/index.php?option=com_content&view=article&id=189:peran-satpol-pp-dalam-penanganan-eksploitasi-seksual&catid=5:perizinan&Itemid=119
Tidak ada komentar:
Posting Komentar