KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Alloh SWT.
bahwa kami telah menyelesaikan tugas Makalah mata Kuliah Administrasi
Perusahaan Negara/Daerah yang membahas tentang Eksistensi BUMN dalam upaya menopang Ekonomi Nasional.
Dalam penyusunan tugas makalah ini, tidak sedikit
hambatan yang kami hadapi. Namun kami menyadari bahwa kelancaran dalam
penyusunan makalah ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan orang
tua, sehingga kendala-kendala yang kami hadapi teratasi. Oleh karena itu kami
mengucapkan terima kasih kepada :
- Bapak Dosen bidang studi yang telah memberikan tugas, petunjuk, kepada kami sehingga kami termotivasi dan menyelesaikan tugas ini.
- Orang tua yang telah turut membantu baik dengan materi maupun motivasi sehingga tugas ini selesai.
Semoga tugas makalah ini dapat bermanfaat dan menjadi
sumbangan pemikiran bagi pihak yang membutuhkan, khususnya bagi kami sehingga
tujuan yang diharapkan dapat tercapai, Amiin.
Watampone, 07 Mei 2012
Penyusun
S U G I A N T O
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ........................................................................................ i
Daftar isi.................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah........................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................. 2
BAB III PEMBAHASAN
A.
Eksistensi BUMN dalam
upaya menopang perekonomian..... 3
B. Eksistensi
BUMN di Indonesia Pra UU No.19 tahun 2003...... 4
C. Eksistensi
BUMN Pasca UU No.19 Tahun 2003...................... 5
D. Peranan BUMN bagi Pemerintah............................................... 8
E. Konsekuensi
Keberadaan BUMN
Bagi Kekayaan Negara..... 8
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................... 9
B. Saran.............................................................................................. 9
Daftar
Pustaka.
Mata
kuliah : Adm. Perusahaan Negara/Daerah
EKSISTENSI BUMN DALAM UPAYA MENOPANG PEREKONOMIAN
NASIONAL
D
I
S
U
S
U
N
Oleh :
Kelompok VII
SUGIANTO HERIANTI
HAFIDA JUMIANTI
TISMAN RITA SUSANTI
SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI
STIA PRIMA BONE
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Eksis adalah keadaan seseorang bisa menerima dirinya secara utuh, sehingga
orang lain pun bisa menerima dirinya apa
adanya (diakui). Eksistensi itu bukan bersifat materi. Eksistensi tidak
berbentuk kasat mata. Eksistensi tidak perlu dicari, atau dikejar. Dia akan
hadir sejalan dengan hadirnya penerimaan diri yang utuh. Turunan dari
eksistensi ini adalah percaya diri. Percaya diri untuk melakukan kebaikan untuk orang lain.
Dalam era reformasi
ini, salah satu tantangan mewujudkan pemerintahan yang baik adalah menyangkut
masalah pengelolaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Tuntutan ini adalah wajar,
karena berangkat dari pengalaman kesejarahan bangsa Indonesia bahwa selama ini
BUMN dikelola secara tidak transparan, kurang profesional, sarat KKN dan jauh
dari prinsip good corporate governance/
tata kelola perusahaan (GCG). Kinerja
BUMN masih lebih banyak salah urus dari pada yang benar dan secara ekonomi
tidak sebanding dengan besar aset yang dimilikinya.
B.
Rumusan Masalah
- Jelaskan Eksistensi di Indonesia ?
- Jelaskan Eksistensi BUMN di Indonesia Sebelum Lahirnya UU No.19 Tahun 2003 ?
- Jelaskan Eksistensi BUMN Pasca UU No.19 Tahun 2003 ?
- Sebutkan Peranan BUMN bagi Pemerintah dalam melaksanakan Amanat Pasal 33 UUD 1945?
- Sebutkan Konsekuensi Keberadaan BUMN Bagi Kekayaan Negara ?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Secara historis, tidak
ada data pasti perihal asal muasal kemunculan BUMN dalam tata ekonomi nasional.
Dalam hal ini dipengaruhi oleh situasi dan kondisi pada masa persiapan
kemerdekaan, berdasarkan karakteristiknya dapat dijelaskan bagaimana sepak
terjang dan perjalanan BUMN selama ini, sejak kemerdekaan hingga sekarang, yang
menurut pendapat Ibrahim, dapat dilihat dalam beberapa periode dan generasi dari
BUMN itu sendiri yakni :
Generasi Pertama
1945-1959, BUMN dipakai untuk mengembangkan usaha public utilities dan hajat
hidup orang banyak, bersifat strategis, dan penguasaan oleh negara dimaksudkan
untuk mewujudkan kepentingan negara dan kesejahteraan masyarakat.
Generasi Kedua 1959-1974,
pengambilalihan semua perusahaan Belanda melalui UU No. 86 Tahun 1958, sehingga
peranan negara semakin dominan atau disebut masa etatisme. Sementara itu, untuk
memahami keberadaan BUMN, perlu ditinjau secara sekilas latar belakang
filosofis-historis dari keterlibatan langsung pemerintah dalam kegiatan
produksi yang dimanifestasikan dalam wujud BUMN. Faisal Basri mengemukakan
bahwa paling tidak ada lima faktor yang melatarbelakangi keberadaan BUMN, yaitu
: 1) pelopor atau perintis karena swasta tidak tertarik untuk menggelutinya; 2)
pengelola bidang-bidang usaha yang “strategis” dan pelaksana pelayanan publik;
3) penyeimbang kekuatan-kekuatan swasta besar; 4) sumber pendapatan negara; dan
5) hasil dari nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Eksistensi BUMN di Indonesia
Eksistensi berasal
dari kata eksis yang awal mulanya adalah kata dari bahasa Inggris exist
yang berarti ada, berwujud. Eksistensi atau pengakuan, -suatu keadaan dimana
orang lain mengakui dan menghargai diri kita-, bukan merupakan wujud abstrak
atau materi namun selalu dicari dan dikejar oleh manusia.
Negara pada hakikatnya
adalah suatu lembaga politik. Dalam kedudukannya yang demikian, negara tunduk
pada tatanan hukum publik. Melalui kegiatan berbagai lembaga pemerintah, negara
berkewajiban menyediakan kebutuhan publik dalam rangka memberikan jaminan
kesejahteraan kepada rakyat (public welfare provision). Untuk itu, sebagai
badan usaha yang sahamnya dimiliki oleh negara, BUMN mempunyai peran penting
sebagai salah satu pilar perekonomian nasional, sehingga kinerja BUMN mempunyai
dampak signifikan bukan hanya untuk BUMN itu sendiri namun juga untuk sektor
ekonomi secara keseluruhan.
Peran penting BUMN
pada hakikatnya merupakan pengejewantahan amanat konstitusional yang tertuang
pada Pasal 33 UUD 1945. Pasal ini merupakan entry point yang diambil para
founding fathers dalam merumuskan strategi nasional di bidang ekonomi, yang
diarahkan menuju cita-cita luhur yaitu kesejahteraan masyarakat dan keadilan
sosial. Makna yang terkandung dalam pasal ini khususnya pada ayat (2) dan ayat
(3) menekankan bahwa penguasaan negara atas sumber daya alam dan cabang-cabang
produksi yang memiliki nilai strategis mutlak adanya dan dipergunakan
sepenuhnya untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Hal ini mengindikasikan
secara eksplisit bahwa negara akan mengambil peran dalam kegiatan ekonomi, yang
mana dalam tataran praktiknya BUMN memiliki tugas tidak hanya semata-mata
mengejar keuntungan tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
B. Eksistensi
BUMN di Indonesia Sebelum Lahirnya UU No.19 Tahun 2003.
Eksistensi
BUMN diberbagai negara menunjukkan perbedaan-perbedaan secara konsepsional, termasuk
eksistensi BUMN di Indonesia. Meskipun secara umum keberadaan BUMN berkaitan
dengan paham negara kesejahteraan (social service state, walfare state), dimana
pemerintah memiliki tanggung jawab yang luas dalam berbagai aspek kehidupan
warga negaranya guna mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Salah
satu tanggung jawab pemerintah dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat itu
adalah dalam bidang perekonomian rakyat. Sebagaimana dikemukakan Didik
J.Rachbini [2] bahwa dalam system ekonomi yang kompleks, pera pelaku ekonomi
tidak hanya terbatas pada swasta, melainkan pemerintah berperan dalam mengatur
agar system ekonomi berjalan dengan baik. Pemerintah tampil sebagai pengatur
yang baik (regulator), agar system ekonomi berkembang harmonis sesuai dengan
realita social.
Namun
demikian, ternyata pemerintah tidak meresa cukup hanya sebagai regulator system
ekonomi, dimana pemerintah juga terlibat lansung dalam bidang perekonomian.
Negara (pemerintah) ikut menjadi pengusaha di samping orang/badan swasta.
Implementasi dari pemerintah pengusaha itu diwujudkan dalam bentuk Perusahaan
Negara atau yang sekarang lebih populer disebut “Badan Usaha Milik Negara
(BUMN)”. Menurut Robert Fabrikan dalam T.Mulya Lubis dan Richard M. Buxbaum
dikutip dari Katon Y Stefanus [3] BUMN tidak lain dari pada bentuk
kebijaksanaan pemerintah dalam mencoba menciptakan atau mempertahankan
keseimbangan kasar antara sector swasta dan sector pemerintah. Dalam hal
demikian, BUMN diharapkan berperan sebagai faset perekonomian negara dan faset
aparatur perekonomian negara.
C.
Eksistensi BUMN Pasca UU No.19
Tahun 2003.
Keniscayaan
yang terjadi pada BUMN di Indonesia selama ini agaknya akan berakhir apabila UU
No.19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disingkat UU
BUMN benar-benar diterapkan dengan sungguh-sungguh dan apa yang menjadi harapan
dan cita-cita pembentukan UU ini tidak “dikhianati”.
BUMN
sebagai salah satu pelaku kegiatan ekonomi dalam perekonomian nasional
mempunyai peran penting dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu UU
BUMN ini mengingkan optimalisasi pelaksanaan peran BUMN dalam perekonomian
nasional guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Optimalisasi peran BUMN itu
dilakukan secara professional. Meskipun menurut Irmadi Lubis [5], Ketua Pansus
Komisi V DPR, bahwa 'UU itu (UU No.19 Tahun 2003-pen) jauh dari sempurna, jadi
terbuka untuk amendemen. Tapi bagi DPR lebih baik melalui 1.000 hari dengan UU
yang tidak sempurna daripada satu hari tanpa UU sama sekali”.
Terlepas
dari ketidak sempurnaannya, yang jelas dengan diundangkannya UU BUMN melahirkan
sejumlah perubahan mendasar terhadap eksistensi BUMN di Indonesia, antara lain;
Pertama, UU No.19 Tahun 2003 hanya
mengenal dua bentuk BUMN, yakni Perusahaan Perseroan (Persero) dan Perusahaan
Umum (Perum). Dengan demikian, BUMN dalam bentuk Perusahaan Jawatan (Perjan)
akan dibubarkan yang akan ditetapkan Peraturan Pemerintah. Dalam hubungan ini
fungsi kemanfaatan (pelayanan) umum yang selama ini menjadi tugas Perjan, akan
diberikan penugasan khusus oleh pemerintah kepada Persero atau Perum. Pemberian
penugasan khusus fungsi kemanfaatan umum itu kepada Persero maupun Perum harus
dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan RUPS/Menteri.
Kedua, jika dalam peraturan
perundang-undangan sebelumnya kedukan dan tugas Perum melayani kepentingan umum
dan sekaligus untuk memupuk keuntungan dan bergerak dibidang yang oleh
pemerintah dianggap vital. Dan disamping menjalankan tugas perusahaan, Perum
dapat pula dibebani tugas pemerintahan. Tidak demikian halnya dengan UU BUMN,
maksud dan tujuan Perum adalah menyelenggarakan usaha yang bertujuan untuk
kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang berkualitas dengan
harga yang terjangkau oleh masyarakat berdasarkan prinsip pengelolaan
perusahaan yang sehat.
Dari konsepsi UU
BUMN mengenai maksud dan tujuan Perum, maka bidang usaha yang dikelola Perum
tidak lagi dibatasi oleh adanya sifat vital terhadap bidang yang menjadi
usahanya. Ruang gerak Perum menjadi lebih fleksibel, dengan catatan asal
penyedian barang dan jasa yang dilakukan Perum harganya terjangkau oleh
masyarakat, tetapi tetap didasarkan pada prinsip pengelolaan perusahaan yang
sehat.
Ketiga, jika dalam peraturan
perundang-undangan sebelumnya Persero melakukan usaha perusahaan yang bisa
dilakukan swasta dan bukan semata-mata tugas pemerintah. Barang-barang yang
dihasilkan perusahaan bukan merupakan kewajiban negara untuk menghasilkannya.
Berdasarkan UU BUMN, maksud dan tujuan BUMN tidak lagi diformulasikan dalam
perspektif pemikiran pemerintah dan swasta. Persero dalam perspektif UU BUMN
tidak obahnya seperti adanya perusahaan swasta. Persero diproyeksikan harus
mampu bersaing dengan perusahaan milik swasta. Persero harus mampu menyediakan
barang/jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat. Tujuan ini tentu tidak
dapat dipisahkan dari maksud dan tujuan persero mengejar keuntungan guna
meningkatkan nilai perusahaan sebagaimana adanya perusahaan milik swasta. UU
BUMN juga menentukan bahwa segala ketentuan dam prinsip-prinsip yang berlaku
bagi perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam UU No.1 tahun 1995 tentang
Perseroan Terbatas.
Keempat, jika dalam peraturan
perundang-undangan sebelumnya , Direksi Perum diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden atas usul menteri yang bersangkutan, maka berdasarkan UU BUMN
pengangkatan dan pemberhentian Direksi Perum ditetapkan oleh Menteri sesuai
dengan mekanisme dan peraturan perundang-undangan. Sedangkan bagi Pesero, dalam
peraturan perundang-undangan sebelumnya pengangkatan dan pemberhentian Direktur
Utama dan Direktur Persero oleh Menteri Keuangan selaku RUPS berdasarkan usul
menteri. Sedangkan menurut UU BUMN pengangkatan pemberhentian Direksi dilakukan
oleh RUPS dan dalam hal Menteri bertindak sebagai RUPS pengangkatan dan
pemberhentian Direksi ditetapkan oleh Menteri.
Kelima, berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan sebelumnya anggota Direksi Perum dan Persero diangkat
berdasarkan syarat-syarat kemampuan dan keahlian dalam bidang pengelolaan
(manajemen) perusahaan, memenuhi syarat lainnya yang diperlukan untuk menunjang
kemajuan perusahaan yang dipimpinnya dan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Disisi lain dalam hal Menteri berpendapat
bahwa calon-calon anggota direksi persero yang diusulkan tidak memenuhi
persyaratan yang ditetapkan, maka Menteri Keuangan meminta kepada Menteri
Teknis agar diusulkan calon-calon lain. Berbeda halnya dengan UU BUMN,
pengangkatan anggota Direksi Persero dan Perum dilakukan melalui mekanisme uji
kelayakan dan kepatutan. Pola pengangkatan direksi serupa ini tidak dijumpai
dalam peraturan perundang-undangan sebelumnya.
Calon anggota
Direksi yang dinyatakan lulus uji kelayakan dan kepatutan oleh UU BUMN
diwajibkan menandatangani kontrak manajemen sebelum ditetapkan pengangkatannya
sebagai anggota Direksi. Mekanisme ini juga tidak dijumpai dalam peraturan
perundang-undangan sebelumnya.
D.
Peranan BUMN bagi Pemerintah dalam melaksanakan Amanat
Pasal 33 UUD 1945
Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945 mewajibkan
pemerintah sebagai wakil Negara untuk melakukan penguasaan terhadap:
1) cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara;
2) cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup
orang banyak;
3) sumber daya alam.
Tujuan dari penguasaan tersebut adalah
sebagai berikut:
1) Mencegah terjadinya monopoli oleh baik oleh
perorangan maupun kelompok.
2) Mengamankan kepentingan Negara berkenaan dengan objek
yang vital
3) Memanfaatkan cabang-cabang produksi dan sumber daya
alam tersebut untuk kemakmuran rakyat.
E.
Konsekuensi Keberadaan BUMN Bagi
Kekayaan Negara
1) BUMN Sebagai Pengumpul Dana
2)
BUMN Sebagai Pengeluar Dana
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kekacauan dalam
pengelolaan BUMN masih kerap ditemui terutama pada aspek pengaturan hukum BUMN.
Kekacauan ini berakar pada Pasal 33 UUD 1945 yang sesungguhnya memberikan ruang
interpretasi karena kata “penting” dan “menguasai hajat hidup orang banyak”
tidak pernah didefinisikan dan dioperasionalkan secara tuntas. Agar tidak
menimbulkan dualisme dalam pengelolaan BUMN, perlu segera dilakukan redefinisi
tentang kedua term tersebut. Hal ini dilakukan dalam rangka mewujudkan
cita-cita ideal untuk menjadikan BUMN sebagai perusahaan kelas dunia dan memberikan
manfaat sesuai isi jiwa Pasal 33 UUD 1945 dapat diwujudkan.
B. Saran
Demikian yang dapat
kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini,
tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya
pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan
judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman dusi memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah di kesempatan – kesempatan berikutnya.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman dusi memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah di kesempatan – kesempatan berikutnya.
Semoga makalah ini
berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada
umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Buku I Putu Gede Ary Suta, Menuju Pasar Modal Modern,
Sad Satria Bhakti, Jakarta,
2002, hlm. 347.
Didik J.Rachbini, Posisi Pasar
dan Negara, Majalah Gatra No.17 Tahun I, 11 Maret 1995, hlm V.
http://goodwill-example.blogspot.com/
http://antho-goodwill-stia-watampone.blogspot.com/
Man Suparman Sastrawidjaja, Eksistensi BUMN Sebagai
Perusahaan, Makalah dalam Seminar Nasional Implikasi Berlakunya Ketentuan
Keuangan Negara Terhadap Pengelolaan Aset Badan Usaha Milik Negara (BUMN),
Kelompok Studi Hukum Bisnis FH-UNPAD, Jakarta, 5 Juli 2007, hlm. 10.
COPYRIGHT : SUGIANTO
Tidak ada komentar:
Posting Komentar