PRAKTIK JUAL BELI TANAH YANG
BELUM BERSERTIPIKAT DAN PENDAFTARANNYA MENURUT PP NOMOR. 24 TAHUN 1997 (STUDI
DI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN WATAMPONE)
A. Latar Belakang
Pembangunan industri di
Indonesia
yang dilakukan pada masa orde baru, belum maksimal bahkan terjadi kemunduran
sebagai dampak krisis moneter. Sedangkan pada masa orde lama Presiden Sukarno
mengutamakan pembangunan dibidang pertanian, mengingat Indonesia
sebagai negara agraris. Alangkah baiknya jika Negara kita disamping membangun
sektor industri juga mengembangkan sektor agraris dimana iklim dan kondisinya
sesuai dan menunjang. Dalam Negara agraris tanah merupakan harta berharga bagi
pertanian, perkebunan, perumahan, serta tempat usaha yang dikelola individu
maupun oleh badan hukum. Pembangunan yang dikelola oleh pemerintahpun
membutuhkan tanah sebagai instrumen pembangunan.
Mengingat Indonesia
adalah Negara hukum segala kegiatan pembangunan harus berdasarkan hukum. Hukum
diperlukan agar pembangunan dapat berjalan dengan tertib dan terhindar dari perbenturan
kepentingan, khususnya perbenturan kepentingan soal tanah sehingga hukum akan
melindungi hak seseorang yang memiliki tanah tersebut.
Dewasa ini kasus-kasus
tanah makin meningkat, mengingat kebutuhan pemerintah dan masyarakat dalam
bidang tanah yang semakin bertambah banyak. Tanah sangat erat hubungannya
dengan kehidupan manusia sehari-hari, bahkan dapat dikatakan setiap saat
manusia berhubungan dengan tanah. Setiap orang memerlukan tanah tidak hanya
pada masa hidupnya, tetapi sudah meninggalpun masih tetap berhubungan dengan
tanah. Oleh sebab itu tanah adalah merupakan kebutuhan vital manusia.
Persoalan tanah yang
dihadapi karena meningkatnya jumlah penduduk tidak seimbang dengan luas tanah,
sehingga tanah menjadi obyek yang diperebutkan dan sering muncul persengketaan.
Semua itu dilakukan guna memenuhi kebutuhan hidup terus meningkat. Padahal
tanah merupakan benda mati, tetap pada keadaan semula atau tidak bisa
berkembang. Mengingat kebutuhan masyarakat dan pemerintah dalam bidang tanah
terus meningkat, menyebabkan kedudukan tanah menjadi sangat penting terutama
mengenai kepemilikan, penguasaan, dan penggarapan tanah. Oleh karena itu,
menjadi tanggung jawab pemerintah untuk mewujudkan sistem pertanahan yang
dapat meningkatkan kemakmuran rakyat.
Pasal 6 UUPA tahun 1960
berbunyi “ Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial “. Dalam penjelasan
umum fungsi sosial hak atas tanah berarti hak atas tanah apapun yang ada pada
seseorang, tidaklah dibenarkan bahwa tanah itu akan dipergunakan semata-mata hanya
untuk kepentingan pribadi, apalagi jika hal itu menimbulkan kerugian pada
masyarakat. Penggunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaan dan sifatnya,
sehingga bermanfaat baik bagi kesejahteraan dan kebahagiaan masyarakat dan
negara.
Meskipun demikian, tidak
berarti bahwa kepentingan perorangan terdesak oleh kepentingan umum. UUPA juga
memperhatikan pula kepentingan perseorangan dan kepentingan masyarakat.
Kepentingan perseorangan dan kepentingan masyarakat harus seimbang hingga
akhirnya tercapai tujuan pokok kemakmuran, keadilan dan kebahagiaan bagi rakyat
seluruhnya. Persoalan pertanahan apabila tidak dapat diselesaikan dengan segera
akan menjadi sumber masalah yang besar. Oleh karena itu permasalahan tanah
hendaklah diselesaikan dengan seksama, cepat dan bijaksana sehingga dapat
terwujud sumber daya dan faktor produksi untuk pemerataan pembangunan secara
menyeluruh sesuai yang dicita-citakan oleh Bangsa dan negara kita.
Salah satu upaya
mengatasi adanya permasalahan di bidang pertanahan adalah dengan jalan
memberikan kepastian hukum terhadap bidang-bidang hukum tanah, baik yang
dimiliki atau dikuasai oleh perorangan maupun badan hukum. Sehingga orang atau
badan hukum yang memiliki tanah tidak bisa diganggu gugat oleh orang atau badan
hukum kecuali Undang-Undang menentukan lain.
Perangkat peraturan
pertanahan telah diterbitkan, sebagai suatu bukti Pemerintah telah memberi
kepastian hukum tentang kepemilikan tanah. Hal ini sesuai dengan tujuan
diundangkannya UUPA, meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum
mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat Indonesia. Oleh karena itu tanah
harus didaftarkan di Kantor Pertanahan yang ada di Kabupaten / Kotamadia agar
Pemerintah memberikan kepastian hukum. Menurut Boedi Harsono tujuan pendaftaran
tanah, ialah :
1.
Memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang
hak atas tanah agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak
yang bersangkutan dan untuk pemegang haknya diberikan sertipikat sebagai tanda
bukti.
2.
Menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan agar
dengan mudah memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum
mengenai bidang yang sudah didaftar.
3.
Terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.
Pelaksanaan PP nomor.
24 tahun 1997 belum berpengaruh terhadap semua lapisan masyarakat terutama
masyarakat desa, yang belum mengerti arti pentingnya menyertipikatkan dan
mendaftarkan tanah mereka. Hal itu terbukti sampai sekarang masyarakat tersebut
masih banyak yang belum menyertipikatkan tanahnya, sehingga hukum belum bisa
menjamin apakah dia yang berhak akan tanahnya tersebut. Biasanya para pemilik
tanah yang ada di desa tersebut hanya memiliki petuk pajak, girik dan Leter C.
Padahal orang yang memiliki petuk pajak, girik dan Leter C tersebut pada
umumnya adalah pemilik tanah.
Sementara dalam
kehidupan sehari-hari dimungkinkan terjadinya peralihan hak atas tanah kepada
orang lain misalnya melalui transaksi jual beli. Dalam jual beli sebidang tanah
yang belum disertipikatkan, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) tidak akan
membuat akta tanahnya apabila tanah yang bersangkutan tidak disaksikan Kepala
Desa dan Pamong Desa. Oleh karena itu dalam jual beli tanah yang belum
bersertipikat, PPAT mengikutsertakan Kepala Desa dalam pembuatan akta tanah
seperti yang tercantum dalam Pasal 39 ayat (1) huruf b PP nomor. 24 tahun 1997.
Peran Kepala Desa dalam jual beli tanah
khususnya yang belum bersertipikat, bertanggung jawab bahwa penjual benar-benar
berwenang menjual tanah yang dijual dan sekaligus bertindak sebagai saksi
dengan seorang anggota perangkat pemerintah Desa yang bersangkutan.Kepala Desa
dan Perangkat Desa/Kelurahan dianggap paling tahu tentang pemilikan tanah yang
ada di wilayah desanya dan kejadian-kejadian yang berhubungan dengan tanah
serta dipandang menguasai medan dari obyek tanah tersebut. Maka Kepala Desa
atau Pamong Desa harus hadir dalam transaksi jual beli dan bertindak sebagai
saksi serta menanggung kebenaran bahwa penjual tanah tersebut adalah orang yang
berwenang atau mempunyai hak atas tanah tersebut dan bisa menjual tanah kepada
pihak lain.
Praktik jual beli tanah
yang belum bersertipikat ini biasanya dilakukan dibawah tangan bila terjadi
sengketa tentang tanah tersebut pembeli akan selalu dirugikan atau sering
dikalahkan bila ada gugatan di Pengadilan karena dia tidak memiliki tanda bukti
jual beli yang otentik.
B. Perumusan Masalah
1.
Bagaimanan prosedur pendaftaran tanah yang belum bersertipikat
dan peralihan Hak Milik melalui jual beli di Kantor Pertanahan Kabupaten Watampone?
2.
Apa faktor-faktor yang mempengaruhi dalam melakukan transaksi
jual beli tanah?
3.
Bagaimana upaya untuk mengatasi hambatan-hambatan proses
peralihan Hak Milik melalui jual beli tanah yang belum bersertipikat serta
langkah-langkah Kantor Pertanahan Kabupaten Watampone dalam mengatasi hambatan
tersebut?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar